Masa Lalu 1.8 (Revised)

2 0 0
                                    

"Tidak mungkin.'

Kyle menggeleng tak percaya. Ia lalu merengkuh tubuh Zoey dengan resah.

"Kamu bohong, Zoey! Kamu mencintaiku. Apa Nia mengancammu, hah? Jelas-jelas kamu menyukaiku!"

Pikirannya berkecamuk. Meski gadis berambut hitam itu berusaha melerai pelukan, tetapi kekuatan Kyle jauh lebih besar.

Mulut Zoey terbuka. "Kak Nia memang mengancamku, tapi aku tidak bohong soal perasaanku," katanya.

Kyle menyudahi pelukannya, lalu memegang erat kedua bahu Zoey sembari menatap lekat manik gelap gadis tersebut. Dia berkaca-kaca.

"Lihatlah ini, kamu mengatakan kebohongan sambil menangis."

"Ah, air mata ini," ucap Zoey seraya mengusap pipi, kemudian menatap Kyle. "Aku memang menangis, tapi percayalah bukan berarti aku bersedih. Aku hanya mengeluarkan keringat dari kantung mata."

Kyle mengernyit. "Kamu pikir aku bisa dibodohi lagi dengan lelucon masa kecil?"

'Pengaturan karakter sungguh merepotkan,' batin Zoey.

Gadis itu membuang muka ke samping, air matanya turun bersamaan dengan dedaunan yang gugur. Ia benar-benar tidak merasakan apa pun selain kehampaan. Kyle memeluknya lagi, kali ini lebih erat.

"Zoey, maaf. Tolong jangan menangis," bujuk Kyle sembari mengusap lembut rambut Zoey.

Kyle teringat sejak kecil, kebiasaan gadis itu yang mudah menangis meskipun hanya karena disentak pelayan.

Lalu, Geornia melihat hal tersebut. Ia memandang ke luar kepada mereka berdua yang bernaung di bawah pohon ek. Kyle berusaha memeluk Zoey meski gadis itu mendorongnya. Dengan tatapan nyalang, tangan Geornia bergerak memukul dinding rumah kaca.

"Brengsek!" umpatnya mendelik tajam.

Pria di belakang punggung Geornia mengangkat kepala, juga menatap sumber kekesalan wanita tersebut.

"Haruskah saya membunuhnya?" Ia bertanya sambil mengerutkan kening.

Geornia menoleh cepat. "Siapa yang mau kamu bunuh?"

"Adik Nona," jawab pria bermanik cokelat keemasan.

Perawakannya tenang dan tak kenal takut, tapi tatapan loyalnya sangat tajam.

"Jangan gila! Siapa di sini yang berani menyarankan hal itu?"

"Mungkin hanya saya—Eric Natch."

"Kamu hanya budak," ingat Geornia. "Jadi, jangan ikut campur. Membunuh orang lain bisa membuatmu berakhir mengenaskan di penjara."

Selain alasan itu, Geornia masih perlu menanyakan informasi tentang novel yang Zoey katakan. Sepertinya isi novel tersebut berkaitan dengan alasan dia terlahir di dunia ini. Sama seperti Geornia, pasti dia punya tujuan pribadi setelah mengalami kebangkitan.

"Saya minta maaf. Saya khawatir pada Nona, lalu ... izinkan saya meralat bahwa saya ini tawanan perang dan bukan budak seperti yang Anda pikirkan." Pria itu membalas sambil melihat jari tangan Geornia yang masih melekat pada dinding kaca.

Beberapa bagian tampak merah. Entah karena sering memukul lapisan kaca atau karena cuaca yang dingin. Keduanya sama-sama membuat khawatir.

Geornia mendecak. "Sama saja."

"Tidak sama, Nona. Tawanan perang punya pekerjaan dan diupah sedangkan budak melakukan pekerjaan tanpa kompensasi."

"Ck," decak Geornia lagi, lalu kembali menatap sepasang calon kekasih yang tengah bermesraan.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang