Masa Kecil 7 (Revised)

2 0 0
                                    

Suara gemericik air yang jatuh, tetesan kecilnya kadang menyentuh kulit, memberikan sensasi sejuk menyegarkan. Orang-orang berlalu lalang di kejauhan, tetapi di sini, di tepi kolam air mancur, waktu seolah melambat. Sebuah tangan lentik menyodorkan kotak bekal.

"Apa yang terjadi?" tanya remaja tersebut sambil mendongak.

Geornia tidak lagi mengenakan tudung jaket yang menutupi rambut pirangnya. Selain itu, dia menangkap goresan samar di sekitar wajah mulus Geornia, seperti bekas cakaran kuku.

"Tidak ada." Ia menjawab.

Geornia bantu membuka kotak bekal berhubung laki-laki di depannya terus diam. "Oh, iya. Ini roti isi buatan bibi pengasuhku. Niatnya mau kumakan tadi siang, tapi aku belum terlalu lapar."

Dia hanya melirik sekilas roti yang berisi sosis, sayur, keju, dan telur. Tangannya lalu terulur mengusap salah satu goresan di pipi Geornia.

"Ini bakal membekas."

Geornia meringis sebab pipinya terasa semakin perih begitu diusap. "Iyakah? Padahal tidak terlalu kelihatan kalau dilihat jadi jauh. Bibi pengasuhku pasti cemas."

"Wajahmu tergores banyak sekali, apa yang terjadi?" Dia bertanya lagi.

"Sudah kubilang tidak apa-apa. Hanya kejadian kecil saat aku mau mengambil makan siang di ruang rias, mereka tiba-tiba tertarik dengan rambutku." Geornia menatap ke arah lain, seakan tidak ingin menceritakan lebih lanjut.

Lantas terdengar kekehan dari mulut si budak. "Apa kamu tahu, Nona? Adikku sering menatap ke arah lain setiap membuat kesalahan. Dia tidak berani menatapku."

Geornia membulatkan mata. "Bagaimana bisa budak punya adik?"

"Jangan mengalihkan topik."

"Tidak. Kamu duluan yang mengalihkan topik. Bagaimana bisa kamu punya adik? Apa dia di rumah?"

Berbeda dari apa yang sering diceritakan Tuan Hashe. Katanya, budak-budak itu hidup sebatang kara. Tanpa keluarga dan saudara, melakukan pekerjaan kasar dengan upah rendah. Mereka bertahan hidup sendirian di tengah kota yang megah.

"Pertanyaanmu lucu, Nona. Kenapa budak tidak bisa? Lalu, aku bekas tawanan perang, bukan budak yang kamu maksud. Aku punya adik dan dia juga lucu sepertimu. Dia tidak sedang di rumah karena kami tidak punya rumah."

"Ah, maaf." Geornia agak menyesal usai memberikan pertanyaan beruntun. "Apa dia makan dengan baik?"

Laki-laki itu terdiam. Detik berikutnya, ia menyipitkan mata. "Hmm, aku memberinya makan dengan teratur. Tapi kenapa kita jadi membahas adikku?"

Geornia menaikkan kedua alis. "Bagaimana kamu memberinya makan teratur dengan hanya duduk santai setiap hari? Aku tidak pernah melihatmu pergi bekerja."

"Aku cukup pemalas. Itu sebabnya aku berakhir menjadi pengemis. Jika beruntung, aku mungkin bertemu orang baik seperti Nona."

Sejenak, hati Geornia terasa berat. Ia membayangkan kesulitan laki-laki itu dalam memberi adiknya makan. Geornia menatap kotak bekal yang masih berada di tangannya, kemudian ia sodorkan lagi ke depan.

"Ayo cepat makan," perintah Geornia dengan sorot mata yang berubah. Terpancar kelembutan dari manik biru terangnya.

"Apa ini? Tiba-tiba menyuruh saya makan."

"Makan saja! Jangan sampai adikmu melihatmu makan roti, sementara kamu tidak memberinya. Aku mengatakan hal ini karena Zoey selalu menginginkan apapun yang kumakan. Aku merasa bersalah kalau tidak berbagi milikku dengannya."

Anak laki-laki itu tersenyum, menerima sepotong roti isi pemberian Geornia. Roti isi yang didapat setelah mendapatkan semua luka itu, mana mungkin ditolak. Ia pun melakukan gigitan pertama. Seketika rasa gurih menyebar di lidahnya.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang