Tuh, kan, Kasha kamu mulai ngawur. Ubah lagi bagian sewaktu Z datang ke dunia novel.
Jemari Aisha yang sedang menulis resep obat terhenti, pikirannya terpaku.
"Jaga mulut Anda!" tegas Dokter Miller merasa tidak terima. Matanya memicing. Hanya karena menolak memberikan bantuan, gadis itu sampai mengatakan hal-hal mengerikan.
Zoey menelan saliva sulit. Bentakan Dokter Miller mengingatkannya pada amukan sang ibu tiri—Madam Floyen. Tetapi, ia tidak boleh takut.
"Barusan ... Nona Pasien, apa Anda mengancam kami?" Aisha bertanya dengan nada tak percaya. Jauh di lubuk hati, dirinya terganggu mendengar ucapan buruk Zoey. Ucapan buruk seperti halnya doa yang buruk. Itu terdengar seperti sumpah atau kutukan.
"Meskipun Nona mengancam kami, kami tetap akan menulis laporan apa adanya."
"Kalian tidak akan selamat meskipun memberikan hasil laporan kesehatanku yang asli. Setelah memberi laporan itu, dia akan menggunting perut kalian, menarik usus, dan mengawetkan organ dalam kalian ke botol kaca. Terserah mau percaya atau tidak."
Zoey mencuramkan alis. Tangannya mengepal kuat. Manik matanya bergetar seakan pernah menyaksikan hal paling biadab di dunia ini.
Sungguh, bulu kuduk Aisha meremang membayangkan semua ungkapan Zoey. "Benarkah Mr. Willson melakukan semua yang Anda sebutkan?"
"Kalau kalian mau melihat bukti, coba saja untuk tidak memalsukan laporan." Zoey menantang, tersenyum miring.
Aisha menoleh lagi ke arah Dokter Miller. Untungnya kali ini pria beruban tersebut mengangguk, membuat mata Zoey berkaca-kaca. Sebisa mungkin ia menahan untuk tidak menumpahkan air mata. Namun pertahanan itu runtuh seketika saat Aisha memeluknya dengan sangat hangat.
"Terima kasih banyak," tutur Zoey usai sesi pelukan berakhir.
Aisha tersenyum simpul. "Kami tulus membantumu berkat kasih sayang Tuhan."
"Aku mengerti." Zoey menyesal sebab di kehidupan sebelumnya dia bukan orang yang religius.
"Hanya memalsukan data laporan kesehatan, kan?" tanya Dokter Miller, memastikan.
"Ya, itu sudah cukup. Setelahnya aku berencana menghubungi seseorang melalui wartel dan menaiki Taxi."
"Ya Tuhan! Kamu mau kabur? Sebenarnya kenapa? Jujur saja, kulihat Mr. Willson orang yang baik," puji Aisha.
Zoey hanya tersenyum menanggapi pertanyaan bodoh yang baru saja ia dengar. Memangnya siapa, sih, yang mau tinggal bersama orang yang berpotensi paling besar membahayakan nyawa orang lain?
"Wartel mana yang Anda maksud?" Dokter Miller penasaran.
Zoey menjawab, "Aku dengar ada wartel tua di dekat jembatan."
"Itu sudah tidak bisa digunakan lagi," ralat pria tersebut.
"Ya? Kenapa?"
Aisha menyipitkan mata, pose berpikir. "Wartel tua ... jembatan .... hah, sebentar, aku hampir mengingat sesuatu. Ah? Bukankah siang tadi ada siaran berita tentang kebakaran?"
"Kebakaran? Jangan bilang, wartelnya ...."
Dengan ragu, wanita tirus itu tersenyum kikuk.
"Astaga," Zoey menjambak rambutnya. "Kenapa bisa terbakar ...?"
Wajar kalau dia putus asa. Satu-satunya media terdekat yang menghubungkan dirinya ke dunia luar telah lenyap. Aisha paham bagaimana rasanya tidak ada sinyal. Perjalanan ke sini bahkan terasa membosankan tanpa siaran radio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomancePenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.