Mulut Geornia sedikit terbuka. Ia percaya bahwa setiap jiwa mati akan dibangkitkan untuk menjalani kehidupan baru. Setidaknya ada tujuh fase kehidupan yang harus manusia lalui. Geornia sendiri telah bangkit kembali pada kehidupan yang sekarang. Ia pikir mungkin ini fase terakhir dan menjadi sebuah kesempatan untuk balas dendam atas penderitaan yang terjadi di kehidupan sebelumnya.
"Tidak," jawab Geornia.
"Meski Kakak tidak percaya, nyatanya aku telah mengalami kebangkitan," gumamnya memejamkan mata sebentar.
Geornia menoleh cepat. "Kamu?"
Zoey mengangguk. "Aku memutuskan bunuh diri karena tidak lulus ujian pegawai. Itu benar-benar membuatku depresi, jadi aku lompat dari gedung rumah sakit setelah menamatkan novel itu."
"Siapa-sebenarnya apa yang kamu bicarakan?" tanya Geornia penasaran.
"Aku bicara tentang kematianku di kehidupan sebelumnya."
"Jadi kamu mau mengelak, bahwa kamu bukan Zoey?"
Gadis itu menggeleng lagi. "Aku tetap Zoey. Aku hanya terlahir kembali sebagai anak ini, tapi bukan berarti aku akan bertindak seperti Zoey dalam novel."
Pantas saja sikap Zoey berbanding terbalik dengan kehidupan sebelumnya. Ternyata dia telah bangkit. Namun apakah dia mengingat apa yang terjadi di kehidupan sebelumnya?
Kenapa Zoey di kehidupan sebelumnya bunuh diri?
Tidak mungkin seseorang bunuh diri saat ia memiliki segalanya. Seingat Geornia, Zoey belum pernah memiliki hubungan dengan rumah sakit.
"Ini tidak lucu, berhentilah bicara omong kosong!"
"Bukankah Kakak penasaran kenapa dunia ini tidak berpihak pada Kakak dan berputar di sekitarku?" tanya Zoey. "Karena di dunia ini, Kakak adalah pemeran jahat sementara Zoey pemeran utama."
"Hah, omong kosong!" ujarnya muak.
Geornia berdiri sambil merapikan rambut yang berantakan, lalu berbalik hendak pergi. Akan tetapi, kata-kata Zoey menghentikan langkahnya.
"Sore nanti. Kalau Kakak masih tidak percaya, Kakak bisa pergi ke rumah kaca."
Zoey telah berupaya sebisa mungkin agar Geornia mau mendengarkan, tapi apa boleh buat. Hubungan mereka sudah buruk sejak awal, membuat bicara dari hati ke hati menjadi sangat sulit. Padahal masih banyak hal yang ingin Zoey katakan terkait posisi dan peran Geornia di dunia ini.
"Kenapa harus?" Geornia memicingkan mata.
Zoey meneguk ludah. "Aku hanya menyarankan agar Kakak pergi ke sana. Datang atau tidak itu terserah Kakak. Tapi kalau Kakak datang, mungkin Kakak akan melihat pertunjukan yang bagus."
"Aku tidak akan datang," putus Geornia datar.
"Benarkah? Kalau begitu, Kakak tidak akan melihat Kyle yang menciumku dengan panas," ucap Zoey memprovokasi.
"Sialan!" gertak Geornia sambil menahan tangan agar tidak menampar Zoey.
Sebenarnya ia ingin menghancurkan wajah tersebut. Zoey merespon dengan senyuman. Kalau bukan provokasi, mungkin Geornia tidak akan pernah datang.
"Percuma Kakak marah. Apa yang tertulis pasti terjadi. Tidak peduli seberapa besar kita berusaha mencegahnya, itu tetap akan terjadi sesuai isi novel."
'Novel apa yang dia bicarakan sejak tadi?' batin Geornia bertanya.
***
Sore hari. Pukul 16.45 waktu setempat. Geornia menyesap teh hangat dari cangkir berukir motif tangkai daun emas. Ia telah menunggu di rumah kaca selama dua jam, tetapi pertunjukan yang Zoey katakan belum juga muncul. Ia harap Zoey hanya mengatakan omong kosong.
Pandangannya terus terpaku pada area luar, di mana pohon ek tampak menyita perhatian. Geornia sedikit mengenang kembali kilas balik bibit pohon tersebut dari kecil hingga tumbuh besar seperti sekarang. Tanpa sadar, senyum tipis itu tercetak di wajah Geornia.
"Anda terlihat sangat manis saat tersenyum seperti ini," ujar seorang pria yang duduk di depannya.
Geornia lekas menetralkan wajah. "Apa aku menyuruhmu bicara?"
Pria itu melirik ke arah lain. "Maaf, saya hanya berpendapat."
Geornia mendengus pelan. Tatkala mengalihkan pandangan, terdengar teriakan lantang yang terkesan memaksa.
"Zoey, ayo menikah!"
Suara itu adalah milik Kyle. Lantas, Geornia berdiri dari duduknya dan mencari keberadaan pria itu. Matanya membulat saat sosok yang ia cari sedang berdiri di bawah dahan pohon bersama seorang wanita. Siluet yang sangat ia kenal, tentu saja, wanita itu adalah Zoey. Geornia kesal sebab ia tidak mendengar begitu jelas apa yang sedang mereka bicarakan.
"Maaf membuatmu kaget. Aku sungguh berniat membatalkan pertunanganku dengan Nia, kemudian kita bisa melangsungkan sumpah nikah kita di gereja yang sering kamu kunjungi," ucap Kyle memelankan suara.
Kyle menyipitkan mata seperti mendamba. Dengan penuh kelembutan, tangannya memegang jemari Zoey yang terasa dingin, bibirnya melengkung indah membentuk senyum yang memberikan kehangatan.
"Kyle," panggilnya.
Mata Zoey terasa panas. Bulir bening berkumpul di pelupuk mata. Gadis itu terdiam, mendongak ke atas, menatap lekat sepasang manik perak di depannya. Persis seperti kondisi langit hari ini, langit putih pucat dan berawan.
'Air mata ini mengalir sendiri,' batin Zoey tidak nyaman.
"Iya, Zoey? Katakan saja. Aku akan mendengarkanmu." Dia tersenyum ragu, dengan gerakan kaku mengelus puncak kepala Zoey, berusaha menyalurkan ketenangan di samping dirinya sendiri kalang kabut.
Tanggapan Zoey tidak bagus. "Kenapa kamu ingin membatalkan pertunangan dengan Kakak?" tanya Zoey.
Di pipinya kini mengalir kristal bening. Pandangan Kyle berubah lebih dalam. Ia mengusap cairan asin tersebut dan menatap manik gelap Zoey. Pertanyaan gadis itu sedikit aneh. Bukankah sudah jelas?
"Aku tidak mencintainya. Aku baru menyadari, bahwa orang yang kucintai bukan Geornia, melainkan kamu. Aku ternyata menyukaimu, Zoey. Aku mencintaimu," ucap Kyle berkali-kali sembari menangkup wajah Zoey.
Gadis itu mengembuskan napas. Ia melepas kedua tangan Kyle dari wajahnya. Hal itu membuat Kyle mengernyit.
"Bukan jawaban itu yang kuinginkan, Kyle. Aku bertanya kenapa kamu ingin memutus pertunangan dengan Kakak?" ulangnya lagi.
Kyle semakin bingung. "Zoey, aku tidak mengerti."
Zoey memalingkan muka. "Hah, pertanyaan sesederhana ini pun kamu bahkan tidak bisa menjawabnya."
Kyle mengetatkan rahang. "Aku mencintaimu, Zoey. Mungkin ini sangat terlambat, tapi pertunangannya masih bisa dibatalkan. Aku sadar perasaanku pada Geornia selama ini bukanlah cinta. Itu hanya kasih sayang sebagai teman masa kecil saja. Leluhur kami bersahabat baik dengan leluhur Bibi Floy, mereka dengan seenak jidat mengatur janji pertunangan. Kami tumbuh bersama jauh sebelum kamu datang. Itu sebabnya muncul perasaan sayang, tetapi aku yakin seratus persen bahwa itu tak bisa disebut cinta. Saat kamu datang ke rumah ini, untuk pertama kalinya aku merasakan getaran aneh. Itu adalah cinta, Zoey ... tidak bisakah kamu merasakannya?"
Zoey menunduk menatap tangan Kyle yang mengiring telapak tangannya agar menyentuh dada kiri. Detak jantung Kyle berdebar kencang.
"Hanya itu?" tanya Zoey. Dibgin.
Kyle terperangah. "Apa masih kurang?"
Wajahnya begitu polos, berbanding terbalik dengan tabiatnya yang hobi memeluk wanita-wanita di kelab malam. Zoey tersenyum sambil menggeleng pelan. Lalu ditatapnya wajah Kyle yang memerah lagi tanpa alasan.
"Apa kamu tahu, Kyle? Bukan jawaban itu juga yang kuinginkan. Pun percuma kamu mau menjawab seperti apa, karena nyatanya aku tidak pernah mencintaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomancePenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.