"Huft ...."
Setiap mengingat masa lalu, entah kenapa Zoey merasa pusing serta gelisah. Sinopsis novelnya menuliskan bahwa Geornia kakak tiri yang jahat, tetapi satu-satunya kejahatan fatal yang telah dia lakukan ialah mendorong Zoey ke kolam. Itu sudah sangat lama dibanding seluruh waktunya untuk menyiksa seseorang. Sisanya hanya cerita tuduhan akibat orang-orang yang salah paham.
Zoey berbalik menghampiri meja di samping tempat tidur, kemudian mengeluarkan sesuatu dari laci. Sebuah bingkai foto dengan sisi paling kanan yang sobek, sehingga hanya menampilkan potret tiga orang yaitu Geornia, Zoey, dan Tuan Hashe. Zoey memandangi gambar tersebut sebentar dengan perasaan tidak tenang.
"Kak Nia, aku sedikit cemas," ucapnya pelan diselingi napas berat.
Senyuman Geornia terlihat alami saat fotografer mengambil gambar. Namun bukan senyum lebar akibat kesenangan atau senyum lurus akibat menahan tangis, melainkan senyum tipis dengan tatapannya yang sulit diartikan.
Zoey memejamkan mata sembari memeluk figura tadi. "Kenapa Kakak mendorongku?"
Awalnya, ia berharap agar hubungan adik-kakak dapat terjalin dengan baik. Geornia sempat meminta maaf setelah kondisi Zoey benar-benar pulih. Karena tindakannya itu membahayakan keselamatan Zoey, sebagai hukuman, Tuan Hashe telah mengurung Geornia di kamarnya sampai Zoey membuka mata.
Aneh sekali mengingat apa yang Geornia katakan setelah Zoey terbangun.
"Maaf, aku memang sengaja melakukannya, tapi syukurlah kamu baik-baik saja." Geornia terdengar tulus dan penuh penyesalan.
Akan tetapi, dia juga mengaku kalau perbuatan itu disengaja. Apa maksudnya? Zoey baru saja terbangun dari mimpi buruk sebelum dirinya siap menerima permintaan maaf tersebut. Tubuhnya gemetar semua.
Bibi Pengasuh yang saat itu mendampingi Zoey seketika murka, lalu mencengkeram lengan Geornia dengan perasaan tidak terima.
"Mata Anda sebelah mana yang melihat Nona Kecil saya baik-baik saja? Hah! Apa Anda tidak melihat tubuh yang gemetaran di bawah selimut itu, lihat betapa takutnya dia karena ulah Anda!" bentaknya penuh emosi.
Zoey tersadar dari lamunan usai mendengar bentakan tersebut. Dalam hati ia menjerit, bahwa tindakan impulsif bibi pengasuh akan memperburuk suasana. Ia pun segera menghentikan wanita dewasa yang sibuk mengguncang bahu Geornia dengan kasar.
"Bibi Pengasuh, tolong jangan memarahi Kakak."
Wanita itu langsung menoleh. "Astaga, Nona Kecil. Anda sangat murah hati meski disayangi oleh Tuan."
Ucapan pengasuh membuat udara tidak nyaman. Zoey menelan saliva susah payah. Bagaimana kalau Geornia berubah tambah jahat karena hal ini? Apalagi Zoey merasakan aura mencekam dari arah depan dan itu jelas berasal dari kakaknya. Benar saja, Geornia tengah menatap tajam ke arah Bibi Pengasuh. Tiba-tiba dadanya sesak.
Geornia yang menyadari sebuah tatapan langsung menoleh. Geornia agak terkejut karena Zoey tampak ketakutan. Ia pun memberikan senyuman yang indah bermaksud menenangkan. Dan dadanya kembali terisi oleh oksigen.
Hal itu tak berlangsung lama. Zoey segera terhenyak, lantas memalingkan muka ke samping.
Sejak hari itu, Zoey tidak berani mengajak Geornia berbicara. Meski hidup bersama di bawah satu atap, mereka melihat satu sama lain seperti orang asing. Zoey mungkin berusaha keras tersenyum saat bertemu Geornia dari arah berlawanan, tetapi senyum terakhir yang Geornia tunjukkan di kamar tidak pernah ia tunjukkan ketika mereka berpasasan di lorong rumah atau di mana pun.
Zoey merasa diabaikan pertama kalinya oleh seseorang di dunia ini. Dunia di mana semua perhatian harus tertuju padanya. Karena pengabaian tersebut, ia semakin berambisi menggeluti dunia fashion.
Cekrek! Cekrek! Cekrek!
Inilah suara yang kerap mengisi hari-hari Zoey yang sepi. Bagi Zoey, tempat bekerja adalah tempat yang paling bercahaya bahkan jika waktunya jatuh sampai fajar. Tempat ini bahkan lebih terang ketika suara kamera terdengar. Dalam artian lain, Zoey sangat menyukai tempat kerjanya. Di sini, ia dapat berpose dengan percaya diri dan menjadi pusat semua orang.
Terkadang, Zoey berpose seperti anak lugu dengan hiasan kepala menyerupai telinga kelinci.
Terkadang, seperti peri hutan yang baru lahir dengan ekor gaun bercorak tanaman.
Zoey juga bisa berpose seperti wanita nakal dengan belahan dada yang diturunkan.
Setiap pose tergantung dari pakaian yang dia kenakan. Hari ini pun, Zoey mengenakan kemeja putih dan rok cokelat susu bergaya vintage. Tampilan warna cerah dipadukan senyum hangat milik Zoey adalah komposisi paling sempurna. Penata rias berdecak kagum usai menyelipkan jepit rambut berbentuk kupu-kupu di sisi kanan.
Zoey mematut bayangannya di cermin. Seperti yang diharapkan dari tokoh utama, mempunyai wajah cantik adalah aturan mutlak yang tidak dapat diubah. Ia pikir penulis novel ini memiliki standard kecantikan yang sangat tinggi. Buktinya, hampir semua orang di dunia ini diberkahi dengan paras yang memikat. Tidak peduli idola besar atau tukang tambal ban, mereka menyimpan daya tarik kecantikan masing-masing.
Mungkin itu sebabnya, Kyle mudah terpancing. Tanpa sadar kedua sudut bibir Zoey terangkat.
"O-oh, keep smiling! I will take this one. Just one, okay?" Emilia memosisikan kamera ponselnya ke sudut pandang terbaik dan ...
Cekrek!
"Oh Godness, this could be my treasure," puji Emilia sembari melihat kembali hasil jepretannya.
Bagaimana manusia bisa semurni ini? Menurut Emilia, tidak ada seorang pun yang lebih cocok mengenakan pakaian itu sebagai model, selain Zoey tentunya.
Belakangan, Emilia kerap gagal menyimpan gambar cantik Zoey karena seseorang terus mengancam akan membawa gadis itu pergi. Tawa pelan keluar begitu saja dari mulutnya. "Kalau Manajer Eric tahu kelakuanmu, dia akan menyuruhmu membayarku uang pesangon."
"Haish, menyebalkan!" Emilia mendaratkan pantat ke kursi. "Sayangnya aku tidak punya wewenang untuk memecat orang, jika bisa sudah dari awal aku menendang manajermu itu."
Tawa itu berhenti. Zoey mengernyit tidak suka. "Jangan terlalu membencinya."
"Tapi coba kamu bandingkan dia dengan manajer-manajer kamu yang sebelumnya. Manajer macam apa yang mempekerjakan artisnya sepanjang hari, seperti kemarin? Itu namanya mengeksploitasi pakai dalil 'modeling'!"
"Haha! Aku tidak punya waktu untuk membandingkan mereka semua. Namun ... Penata Rias, kamu tahu kan kalau aku tidak pernah memecat manajerku?" tanya Zoey.
Emilia terlihat bingung. Ia hanya mendengar asap dari tim lain dan beritanya tidak ada yang jelas. Manajer dari artis Zoey Lorraine diberhentikan tanpa sebab. "Mana mungkin mereka mengundurkan diri?"
Zoey menopang dagu dengan enggan, memanyunkan bibir pertanda dirinya kesal. "Aku sedih karena tidak ada percaya. Semua orang berpikir aku memecatnya, tetapi aku juga tidak punya bukti untuk menguatkan ucapanku sendiri. Mereka semua pergi tanpa memberiku surat pengunduran."
"What the?! Jadi kamu ditinggalkan begitu saja? Apa artinya kamu ditelantarkan? Oleh mereka?" Emilia tertawa cukup keras sampai beberapa orang di ruangan tersebut menoleh ke arahnya.
Zoey malu. Ia lalu diam-diam memberikan cubitan maut pada paha Emilia. "Penata rias, tolong kecilkan suaramu."
"O-owh, that's hurt Baby!" Emilia bangkit dari kursinya agar terhindar dari serangan Zoey. Itu adalah cubitan sadis yang menghasilkan bekas merah. "Sepertinya aku harus ganti celana."
Gadis pirang tersebut melebarkan mata. "Merah sekali. Ternyata kulitmu sensitif, ya," ucap Zoey dengan wajah lugu.
"Sensitif apanya! Cubitanmu itu sangat menyakitkan tahu ...!" Emilia mendekatkan wajahnya ke wajah Zoey, ia melotot dari dekat sambil mencubit kedua pipinya sebagai balasan.
"Rasakan ini!"
Zoey mengelus wajah yang terasa sakit setelah Emilia puas membalaskan dendam. Tiba-tiba kenangan bersama kakaknya muncul lagi. Kapan, ya, terakhir kali? Geornia pernah menyentuh pipi Zoey, tapi tidak sesakit ini. Karena bukan cubitan, apalagi tamparan. Sepertinya dia mengelus pipi Zoey penuh sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomansaPenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.