Masa Dewasa 3.3 (Mencoba Menolong)

1 0 0
                                    


"Ini air putih, Nona." Pria itu mempertahankan senyumnya.

Melihat senyum kasual tersebut, membuat perasaan ngeri yang tadi lenyap kembali menyergap. Permainan menjadi gadis buta hanya dapat berakhir jika salah satu dari kedua pihak membocorkan. Padahal, sudah sejelas ini Zoey menatap manik cokelat milik Manajer Eric.

"Itu merah, aku tidak buta!" tegas Zoey.

Lalu, Manajer Eric mengubah ekspresi wajah menjadi lebih datar. Ia meletakkan gelas berisi air putih yang tercampur dengan sedikit darahnya.

"Bukankah seharusnya Nona memainkan peran sampai akhir? Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Manajer Eric.

Zoey menarik napas tatkala pria itu kian mendekat. Kedua lengannya mengurung tubuh Zoey dengan bertumpu pada tepian ranjang, kemudian wajahnya agak condong ke depan.

"Kenapa Anda diam saja, Nona?"

"Aku lelah," jawabnya. "Singkirkan tanganmu!"

Dari jarak sekian, Manajer Eric dapat mencium aroma pasta gigi yang Zoey pakai. Wangi strawberry adalah favorit gadis itu.

"Aku bilang, singkirkan!" Zoey tampak kesal, tapi nyalinya juga ciut.

Pandangan Manajer Eric turun ke bibir peach, membuat gadis berhidung mancung itu spontan mengatupkan mulut. Menguncinya rapat-rapat. Ia terus kepikiran jahitan-jahitan yang Manajer Eric terapkan ke banyak korban.

"Baiklah, saya mau menuang air lagi. Kali ini saya usahakan warnanya tidak merah," ucap Manajer Eric, kemudian menarik diri dari ranjang ringkih tersebut.

Zoey dapat bernapas lega untuk sesaat. Namun, getaran yang terdengar dari jaket Manajer Eric membuatnya seketika was-was.

Manajer Eric langsung memberikan air yang masih setengah gelas itu. Kali ini Zoey meminumnya, diam-diam melirik tatkala Manajer Eric mengeluarkan ponsel dari saku. Ia terhenyak melihat nama yang muncul di layar.

Anehnya, Manajer Eric hanya membaca sekilas nama kontak si pemanggil dan tidak berniat menjawabnya. Dia langsung mematikan ponsel.

"Siapa?"

Zoey ingin bertanya kenapa, tetapi ia tidak mau terlalu blak-blakan.

"Dari Nona Besar," balas Manajer Eric. Tergurat kegelisahan di wajahnya.

"Kenapa Kakak menelponmu malam-malam?" Ah, lebih tepatnya dini hari.

"Karena kami masih menjalani perjanjian kontrak itu. Di jam tak menentu, dia selalu menanyakan apakah saya melakukan pekerjaan dengan baik. Dia juga sering menanyakan keadaan Nona."

"Hah, lucu. Kau membuatnya terdengar seolah-olah Kakak mengkhawatirkan hidupku."

Manajer Eric tersenyum. "Nona Besar memang penuh kekhawatiran jika menyangkut Anda."

"Kalau begitu, kenapa kamu tidak mengangkatnya?"

"Sinyal di sini agak jelek."

"Maka jangan di sini."

"Anda mengusir saya?" tanya Manajer Eric. Matanya agak membulat sebab menghadapi secuil keberanian Zoey.

"B-bukan. Aku hanya menyuruhmu mencari sinyal, lalu mengangkat panggilan kakakku dan katakan bahwa adiknya begitu menderita. Dia pasti senang."

Tawa ringan pun keluar dari mulut Manajer Eric. "Lebih baik Nona lanjutkan tidur. Setelah ini, saya akan keluar."

Zoey diam saja saat pria itu mendorongnya berbaring. Atau saat dia memakaikan selimut, kemudian mengusap rambut. Sejujurnya Zoey merinding. Ia hanya ingin Manajer Eric cepat keluar.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang