Hidup adil itu ... seperti apa?
Zoey kecil menatap halaman rumah dari tepi balkon. Di bawah sana, di garis gerbang mansion, Madam Floyen baru saja keluar dari mobil. Ia menenteng beberapa tas belanja yang berisi barang mahal. Tampak senyum mengembang dari wajah, memandang Geornia berlari menuju pelukan dan menyambutnya penuh sayang.
"Sayangku, kamu belum tidur?" tanya Madam Floyen khawatir. "Jangan berlarian seperti tadi. Itu berbahaya."
Geornia mengangguk patuh, lalu membisikkan kata-kata yang hanya diperdengarkan kepada Madam Floyen, membuat wanita itu tertawa pelan.
"Baiklah. Tapi malam ini saja, ya? Ibu takut kamu kelelahan," ucapnya seraya mengelus pipi Geornia.
"Juhu!" Geornia bersorak.
Anak perempuan itu menaikkan kedua tangan ke angkasa, pertanda senang. Ia pun menggandeng tangan Madam Floyen sambil melompat-lompat tak sabar, menariknya ke dalam rumah yang mereka sebut istana, namun bagi Zoey seperti neraka.
"Nona Kecil."
Panggilan itu membuat Zoey tersentak. Seorang wanita menyentuh lembut puncak kepala Zoey diiringi helaan napas yang menyiratkan keprihatinan. Wanita pengasuh yang akhir-akhir ini terus menempel, Tuan Hashe baru merekrutnya kemarin karena dia harus melakukan perjalanan dinas ke luar kota.
"Bukankah ini tidak adil? Anda termasuk anggota keluarga di Kediaman Stone, seharusnya Nona Kecil juga mendapatkan apa yang Nona Besar dapatkan."
Jika Zoey mendapatkan apa yang Geornia miliki, apakah hidup seperti itu bisa disebut adil?
***
Plak!
Mereka semua membeku. Zoey mendapatkan tamparan hingga sudut bibirnya berdarah. Sebelum ini, bekas biru lebam akibat pukulan pelayan di wajahnya belum pulih. Ia lantas memegang pipi yang kembali terasa panas, seraya memandang tangan mengepal Geornia yang pasti terasa sakit. Dia menampar terlalu keras.
"Kak Nia sudah melakukannya tujuh kali hari ini," ucap Zoey berkaca-kaca.
Namun, suaranya tidak gemetar. Para pelayan yang menyaksikan kejadian tersebut hanya diam meskipun dalam hati menjerit.
"Baru sejam yang lalu, Kak Nia menamparku. Apa setiap jam Kak Nia mau terus menamparku?" tebak Zoey berusaha menelan rasa pahit.
Kejadian seperti Geornia menampar Zoey telah menghiasi kenangan di kediaman Tuan Hashe selama dua dekade. Semenjak kepergian Madam Floyen, anak kecil yang biasa bertingkah dewasa dan senang mengalah mulai menunjukkan egonya. Mulai dari hal-hal kecil bagi Zoey. Misalnya ... pertunangan. Tuan Hashe berencana mengganti pasangan Kyle saat menikah.
Plak!
"Jangan panggil aku kakak! Aku tidak sudi menjadi kakakmu!"
Kali ini, Geornia mengincar pipi kanannya. Zoey terdiam tak melawan. Ia menatap selimut yang menutup kedua kakinya sambil mencoba mengerti posisi Geornia. Apabila orang yang dicintai disuruh menikah dengan adiknya sendiri, ia juga akan sama terlukanya.
Zoey pun merenggangkan rahang yang mulai terasa kaku. Gadis penjahat itu langsung memberikan tamparan yang ketiga, keempat, dan seterusnya, bertubi-tubi meluapkan emosi tanpa membiarkan Zoey mengambil napas. Tangannya perlahan bengkak. Dia takkan berhenti kalau saja Bibi Pengasuh tidak datang dan mencekal tangan Geornia dari belakang. Wanita sedikit beruban tersebut menghampiri kamar Zoey tatkala mendengar bantingan pintu. Ternyata Geornia berhasil menerobos masuk setelah menghadapi tiga pelayan yang berjaga di depan kamar. Para pelayan merapat ke dinding. Wajah pucat mereka tampak tertekan. Geornia bukan lagi gadis kecil yang bisa dikekang seperti dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomancePenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.