Masa Lalu 1.2 (Revised)

2 0 0
                                    

"Hah ... hah ...."

Zoey bermimpi lagi. Mata gadis itu terbuka lebar. Mimpi kali ini lebih menyeramkan daripada mengingat kenangan manis yang semu saat kecil. Yaitu adegan Kyle menatap Geornia dengan penuh cinta.

Wanita sembilan belas tahun tersebut menoleh cepat ke arah jam weaker yang diletakkan di atas nakas samping tempat tidur. Jarum panjang menunjuk angka dua, sedangkan langit tampak begitu terik.

Zoey mengusap wajah.

"Oh, tidak. Bagaimana bisa aku tertidur?"

Untung saja ini masih siang. Bisa gawat kalau tidurnya kebablasan. Sore nanti ia memiliki janji temu dengan seseorang.

Zoey pun menyingkap selimut, mencari-cari ponselnya. Tangannya bergerilya mulai mengangkat bantal dan guling, lalu benda gepeng tersebut meloncat ke lantai, sepertinya muncul saat ia mengangkat bantal.

Ia lalu bangkit dari kasur, meraih ponselnya yang terpental agak jauh. Layar biru menayangkan rekam panggilan yang masih terhubung. Satu jam berlalu. Zoey membelalakkan mata, kaget.

"Halo? A-ayah, apa kamu di sana?" tanyanya ragu.

Bayangan samar yang dipantulkan oleh kaca jendela mengingatkannya pada kebiasaan sejak kecil yang sulit diubah. Mata sembab, hidung merah, kemudian Zoey selalu tertidur setelah menangis berlebihan.

"Zoey!" jawab suara letih dari seberang sana.

Gadis itu terhenyak dan bersiap-siap mendengar petuah membosankan lagi.

"Ayah berbicara panjang lebar, kamu malah mendengkur! Jangan bilang, kamu begadang lagi kemarin malam?"

"Maafkan Zoey, Ayah. Kemarin pemotretannya sampai tengah malam, jadi waktu tidurku agak berkurang. Kenapa panggilannya tidak ditutup saja, sih, Ayah? Ayah kan bisa memanggil ulang setelah jam istirahat."

Zoey terus mengutuk Manajer Eric dalam hati sebab pria perfeksionis itu selalu menyuruhnya memperbaiki pose yang sama dan memaksa tim melakukan pemotretan berkali-kali. Akan tetapi, hasilnya sangat di luar ekspektasi atau bisa dikatakan sama saja. Beredar rumor kalau manajer baru Zoey itu mengidap OCD (Obsessive Compulsive Disorder), namun Zoey tetap berpikiran positif.

Tuan Hashe sampai menyarankan agar Zoey mencari manajer baru lagi. Tentu saja, ia menolaknya.

"Tidak mau, Ayah. Manajer baruku tidak seburuk yang dibayangkan."

Jika dilihat dari manajer-manajer sebelumnya, hanya Manajer Eric satu-satunya manajer yang mampu bertahan hingga sejauh ini. Yah, meski sikap menuntutnya agak disayangkan, tapi Zoey yakin itu semua demi kebaikan para artisnya.

"Baiklah. Ayah tak bisa berbuat apa-apa. Omong-omong, soal kakakmu ...."

"Kakak? Apa yang terjadi dengan Kak Nia?" tanya Zoey hati-hati.

Hubungan keduanya seperti perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Zoey menyeka keringat di sekitar pelipis setiap membahas tentang sang kakak. Entah rencana apalagi yang dia siapkan. Setelah hari tanda tangan kontrak 'tuan' dengan Manajer Eric, perasaan Zoey tidak enak karena posisinya seolah hanya menjadi objek yang diawasi.

"Ayah berencana mengirimnya ke Aussie," jawab Tuan Hashe.

"Apa?" Zoey terbengong.

Ia ingin memastikan telinganya apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. Ucapan Tuan Hasshe justru mengingatkannya terhadap mimpi buruk yang beberapa menit lalu hampir ia lupakan. Kalimat penolakan yang dilontarkan oleh Geornia terngiang-ngiang.

Apakah itu sekedar mimpi buruk biasa? Mungkin tidak. Perlahan kedua sudut bibirnya tertarik. Mungkin saja Zoey telah mendapatkan golden key, semacam petunjuk ke mana plot utama cerita ini akan mengalir.

Rasanya terlalu menakutkan saat ia mendadak sadar bahwa dirinya hidup kembali. Terlebih, menjadi Zoey Loranth! Seorang protagonis dalam sebuah novel romantis?

Itu terjadi tepat di pertengahan musim dingin, ketika Geornia mendorongnya ke kolam yang tidak benar-benar membeku. Dia memecah lapisan permukaan es yang tipis dan menggigil hingga jatuh demam selama berhari-hari. Berkatnya, Zoey memimpikan dirinya memakai seragam sekolah dengan sebuah buku novel di tangan.

Ia tidak terlalu ingat judul dan isinya, tetapi garis besar novel ini menceritakan protagonis wanita bernama Zoey yang sedari lahir hidup menderita di panti asuhan, kemudian mendapat kasih sayang melimpah usai diadopsi Tuan Hashe, dan tumbuh dewasa bersama cinta pertamanya.

Hampir mirip kisah "Cinderella", Zoey bertemu dengan ibu dan kakak tiri yang jahat, mengalami banyak penderitaan sebelum akhirnya memiliki akhir bahagia.

Akan lebih baik kalau Zoey adalah anak kandung Tuan Hashe seperti Cinderella. Karena faktanya, Zoey adalah anak haram yang asal-usulnya tidak jelas. Dia terus disiksa dengan alasan itu. Yah, selebihnya lagi Zoey tidak ingat.

Zoey tidak terlalu yakin dengan semua karakter di dunia ini, terutama Kyle. Pertemuannya dengan Kyle terlalu disengaja seolah memang ditarik oleh benang merah. Apalagi, Kyle muda kerap menolongnya sewatu Zoey kecil ditimpa masalah. Kyle selalu datang membelanya entah itu dari perlakuan kejam Madam Floyen atau kata-kata kasar kakaknya. Bukankah terlalu klise?

Zoey mengembuskan napas gusar. Ia takut, pada akhirnya Kyle akan memilih Geornia.

Ia di masa lalu tewas sebab menyelamatkan kucing oren dari tabrakan mobil. Kucing itu tidur di tengah jalan raya, kemudian ia melihat mobil melaju kencang ke arahnya. Sebagai orang baik hati, ia pun menghadang mobil tersebut agar berhenti, tetapi pengendara di dalam mobil terlalu mabuk.

Dia menabrak seseorang lalu melarikan diri dan kucingnya ikut terlindas ban. Hal terakhir yang ia lihat adalah buku novel itu jatuh ke genangan.

Meski kehidupan kali ini berujung kebahagiaan, itu semua pun harus dilalui dengan jalan panjang. Sekarang ia merasuki pemeran utama Zoey dan tidak mau hidup seperti itu. Ia ingin hidup damai tanpa permusuhan dari awal sampai akhir.

Rasanya mustahil.

"Ayah, apa Kakak setuju?" Zoey bertanya.

"Tidak usah khawatir, Nak. Dia pasti menuruti perkataan ayahmu ini. Jadi, kamu pulang, ya?"

"Iya, tapi aku khawatir Kak Nia akan semakin marah dan benci pada Zoey. Ini tidak seperti Ayah mengusirnya dari rumah, kan?"

"Apa yang kamu katakan? Tidak mungkin aku mengusir darah dagingku sendiri!"

Zoey tersenyum walau Tuan Hashe tak dapat melihatnya. Ia sangat bersyukur mempunyai sosok Ayah paling penyayang sedunia.

"Tolong kabari lagi kalau Kakak sudah berangkat," ucapnya sambil melirik jam weaker. "Ah, aku ada acara dan perlu bersiap. Apa Ayah masih ingin menelepon?"

"Tunggu dulu, aku hanya ingin mengingatkanmu lagi agar tidak begadang! Begadang itu tidak baik. Kepalamu bisa botak kalau begadang terus-terusan. Lalu, pastikan pulang tepat waktu sebelum jam sepuluh, oke?"

Zoey mengangguk.

"Iya, Ayah. Aku tidak akan begadang terus-terusan, tapi sesekali boleh, kan? Dan aku tidak bisa janji untuk pulang tepat waktu. Sudah, ya!" pamitnya, diikuti kecupan singkat pada layar hitam.

"Kamu-" Suara Tuan Hashe terputus karena Zoey menutup panggilannya secara sepihak.

Ia tertawa kecil. Tuan Hashe sangat cerewet akhir-akhir ini. Dia pasti kesepian di Jerman tanpa anak-anak yang bisa diajak bicara. Masing-masing anak menjadi dewasa, kemudian sering bepergian ke negeri tetangga.

Benar, Zoey sedang tidak berada di sebuah keluarga yang sering bertemu untuk membicarakan banyak hal. Jika makan malam diadakan, biasanya, dulu sekali, Geornia yang selalu memecah keheningan.

Zoey masih ingat Geornia adalah gadis dermawan yang menawarkan piring berisi pancake cokelat kepada sosok gadis mungil yang duduk di depannya.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang