Dengan kasar, Eric meletakkan kotak P3K di atas nakas. Nyaris disebut lemparan. Zoey berjengkit kaget. Lelaki bermata cokelat tampak menikmati ketegangan Zoey saat kedua bahu telanjang itu sedikit terangkat.
Zoey tersentak tatkala tangan dingin tiba-tiba menyentuh ujung kakinya. "Ka-kamu perawat yang dipanggil Manajer Eric untukku, kan?"
Kali ini, Eric berusaha bergerak selembut mungkin. Jantung Zoey berdebar tak karuan.
Kapan Manajer Eric kembali?
Ketakutan tergambar jelas di wajahnya saat tiba-tiba selimut Zoey disingkap. Zoey reflek mencengkeram ujung selimut yang masih bisa dia raih untuk menutup kaki jenjangnya.
"Tidak sopan! Percaya atau tidak, aku akan teriak kalau kamu bertindak macam-macam," ancamnya.
Ia dihinggapi oleh perasaan cemas. Zoey memang terbiasa memamerkan tubuhnya di depan kamera, tetapi ketika di hadapan perawat ini, entah kenapa ada semacam alarm peringatan yang berbunyi.
"Kamu belum menjawab ucapanku sebelumnya! Apa kamu bisu?"
Eric sendiri cukup terkejut mendapat respon tersebut. Dia sering melihat kaki ramping Zoey di tempat pemotretan. Gadis itu pernah berpose seksi dengan hanya memakai bikini. Meskipun diperhatikan banyak orang, pipinya tidak pernah bersemu merah karena malu. Atau saat Manajer Eric memperhatikannya berganti kostum di ruang ganti. Zoey terlihat biasa-biasa saja.
Eric sangat ingin mengabadikan wajah Zoey sekarang, namun sayangnya ia lupa membawa kamera. Dia juga harus keluar jika mau mengambil ponsel. Laki-laki tersebut menyisir rambut ke belakang dengan tangan, frustrasi.
Kedua matanya kembali terpaku pada gadis itu. Zoey tidak pernah keberatan jika dilihat oleh Manajer Eric, tapi kenapa sekarang dia marah? Tanpa sadar wajah Eric terasa panas. Bukankah artinya, Zoey hanya mengizinkan Manajer Eric untuk masuk?
Akhirnya tanpa ragu, Eric menekan pundak Zoey agar gadis itu berbaring dengan benar. Zoey menjerit. Dan dalam satu hentakan, dia pun berhasil menempatkan Zoey di bawah tubuhnya.
"Lepas! Lepaskan aku!" Zoey terus meronta dan berusaha lepas.
Pria itu tersenyum miring. Justru pukulan-pukulan yang dilayangkan tidak berasa apa-apa bagi Eric.
"Ahh, sa, sakit. Lepas!"
Eric terdiam mendengar ringisan tersebut. Kemudian tatapannya beralih ke bahu Zoey yang mulai muncul warna kemerahan. Ternyata Eric menekannya terlalu kuat. Akan tetapi, dia masih ingin menyentuh Zoey.
Eric pun memutar akal dengan mengunci kedua tangan Zoey di atas kepala. Gadis itu semakin panik, terlebih jarum yang masih menancap di punggung tangannya terasa ngilu.
Andai saja kakinya dalam kondisi normal, Zoey pasti sudah menendang aset penting perawat gila itu. Eric seperti dapat membaca pikiran Zoey. Meski buta, Zoey terus melihat kakinya dengan tatapan kecewa. Hal itu membuat Eric tertawa dalam hati. Apa dia pikir dia bisa kabur? Sayangnya, tidak ada tempat untuk melarikan diri.
Ia mengembuskan napas hangat ke arah telinga Zoey. Seketika bulu kuduknya meremang. "Perawat, ap-apa kau gila?" tanya Zoey dengan seluruh tubuh bergetar. Seolah terjatuh di kubangan lumpur, ia merasa direndahkan.
Eric mengusap bibir bawah gadis itu dengan ibu jari. Cantik, pikirnya. Bagaimana mungkin bibir secantik ini mengatakan hal-hal tidak sopan dan dibiarkan? Pandangan lelaki tersebut berubah gelap. Ia sedang memikirkan ide pola jahit apa yang sekiranya cocok untuk wajah Zoey.
"Jika kau berani bertindak lebih jauh, aku benar-benar akan teriak. Orang-orang akan datang ke sini dan melaporkan tindakanmu. Kau bisa dipecat!" Sorot mata galak yang sengaja dibuat-buat membuat Eric terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomansaPenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.