11 - Double Kill

2.3K 157 0
                                    

WELCOME BACKKK HUAAA

langsung baca aja ya 😭😭


-o0o-

Mendadak Kev berdiri dari duduknya menatap handpone dengan mata membelalak.

"Mas!"

---

CHAPTER 11 – Double Kill

Playlist: Taylor Swift - Invisible String

---

Rumah Sakit | 11.00

Secepat kilat Kev mengemudikan mobil yang ditumpanginya dan Tama menuju rumah sakit. Kabar yang sangat mendadak dan mengejutkan. Siapa yang mengira Hendra Sastrawa—ayah Tama mengalami kecelakaan mobil baru saja.

Tuan besar Sastrawa yang tadinya sedang melakukan perjalanan pulang setelah melakukan perjalanan bisnis selama dua hari harus berakhir mengalami kecelakaan antar-mobil. Entah apa penyebab pastinya, Tama tak mendengarkan. Sekarang fokusnya hanya datang ke rumah sakit dan melihat bahwa ayahnya baik-baik saja.

Cendana Hospital. Tama tahu, ini salah satu properti milik keluarga Astara—keluarga Raya.

"Lantai lima, Mas," tunjuk Kev sigap.

Mereka tiba di sana dengan peluh membanjiri dahi. Tama sendiri menahan gejolak di dadanya yang seakan ingin pecah. Apa lagi kali ini?! Ia sudah cukup kesal dengan sikap Raya dan ditambah kabar kecelakaan ayahnya. Ia tidak menyiapkan diri untuk semua ini sama sekali.

Di depan kamar inap ayah sudah ada mamanya dan Ardan si bungsu. Wajah mereka sama-sama khawatir bercampur lega. Semoga itu menjadi petunjuk kabar ayah tidak sebegitu parah.

"Gimana, Ma?" cecar Tama langsung bahkan ketika napasnya masih ngos-ngosan.

"Geger otak ringan. Tangan sama kaki ayah luka-luka, Mas. Kaki sama tangan kirinya patah tulang. Kepalanya masih di perban sampai sekarang. Dan ayah masih belum sadarkan diri karena efek dari bius, gitu kata dokter," terang mama yang juga gelisah.

"Kenapa kalian gak masuk?" tanya Tama.

"Masih dicek sama dokter sekali lagi. Sabar," sahut Ardan.

"Kenapa bisa sampai kecelakaan, Ma?" desak Tama lagi.

"Kenapa kenapa mulu!" decak Ardan kesal. "Mama juga baru tau, Mas, masih shock. Jangan ngasih pertanyaan banyak-banyak! Berisik!"

Tama menatap adiknya geram. Bungsu satu itu memang sesekali harus diajari sopan santun!

"Nanti mama cerita, ya," hibur mama berusaha menenangkan.

Mau tak mau Tama akhirnya diam. Bukan diam dalam artian sebenarnya, melainkan ia hanya menahan agar mulutnya tidak makin nyerocos dan memperkeruh suasana.

Di saat seperti ini ia harus menahan emosi baik-baik. Sama sekali tidak boleh kelepasan dan mencari sasaran orang untuk dipukul kuat—seperti waktu ia kehilangan kendali emosi biasanya. Dan yang paling buruk, bisa jadi akan ada keributan di rumah sakit.

Lima belas menit menunggu, dokter yang mengecek ayah Tama keluar. Setelah sedikit-banyak mengobrol dengan mama, kemudian ketiga keluarga Sastrawa itu masuk. Hanya tersisa Kev yang menunggu di depan kamar.

Tampak Hendra Sastrawa menutup mata dan bernapas dengan tenang. Banyak sekali perban di tubuhnya. Kepala, tangan, kaki, badan. Tama tidak bisa membayangkan bagaimana jika ayahnya bangun nanti.

Stable - UnstableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang