21 - Tama's Past

2K 132 1
                                    

WELCOME BACK!

Ramein yaaa!


-o0o-

"Masak itu juga karena aku mau. Resiko capek ya biasa," balas Raya kesal.

"Sensitif banget perasaan," tukas Tama heran. Rautnya menandakan sedikit tidak suka. "Saya mau makan masakan kamu asalkan suasananya tenang. Jangan marah lagi, ya? Habis makan bisa cerita."

---

CHAPTER 21 – Tama's Past

Playlist: Bruno Mars - When I Was Your Man

---

Ruangan Tama | 14. 20

Baik Tama maupun Raya masih pada perasaannya yang kacau. Sepanjang makan bersama tidak ada satu patah pun kata keluar. Kalau sudah begini, sepertinya lebih baik Kev ikut makan bersama saja. Tama sama sekali tidak menyukai kecanggungan.

Tapi kalau ia memaksa Raya bicara, bisa saja gadis itu malah makin marah.

Piring keduanya habis tak bersisa tak lama kemudian. Lezat sekali. Udang goreng krispi dalam jumlah banyak serta sayur bayam bening. Disertai krupuk dan es jeruk super dingin seperti biasa. Sangat masakan rumah, membuat Tama mengingat mama.

Setelah sedikit membereskan sisa makanan mereka, Tama menghadap Raya sepenuhnya.

"Ada masalah, Sayang?" tanya Tama lembut.

Ia semakin mendekatkan diri hingga di antara mereka tak bersisa jarak. Lutut Tama yang diangkat ke sofa bahkan bersentuhan dengan paha Raya yang hari ini memakai dress bunga panjang dibawah lutut. Satu tangan Tama merangkul pundak Raya—semakin mengikis jarak. Mengelus lembut di sana.

"Nggak tau," jawab Raya gelisah. Jawaban template seorang perempuan.

Tama mengerutkan alis, "Nggak tau gimana?"

"Ish, nggak tau ya nggak tau!" balas Raya geram.

"Saya nggak paham dong kalau jawabnya nggak tau," bujuk Tama sabar. "Nggak enak ya, hatinya? Pengen ngapain? Pengen di sini sama saya sampai nanti?"

Raya menunduk. "Nggak tau, Mas. Kayaknya aku lagi PMS, deh. Semua hal jadi sensitif buat aku—termasuk kamu. Susah banget biar nggak kesel. Sekarang aja aku kesel banget liat wajahmu."

Tawa Tama terdengar, "Hahaha. Cewek emang unik, ya."

"Bukan unik, tapi nyusahin!" gerutu Raya. "Aku capek harus begini mulu setiap mau datang bulan. Kadang suka tidur, kadang suka makan sampai berat badan naik, kadang marah-marah, kadang sedih sampai nangis gak jelas. I'm tired!"

Justru isakan Raya yang keluar setelahnya. Ia tidak bisa mengontrol perasaan dan reaksi tubuhnya sendiri setiap akan datang bulan. Alasan hormon, tentu saja. Dan jujur, hal ini memang sangat mengganggu Raya.

Raya tersentak begitu Tama mendudukkannya di pangkuan lelaki itu. Lengan Tama melingkari tubuhnya yang menyamping—menghadiahi kecupan-kecupan ringan di pundak Raya.

"Maaf saya juga hampir kebawa emosi. Nangis aja, Sayang. Nangis sama saya," ucap Tama.

"Kamu nggak boleh gitu," gerutu Raya di sela isakannya. "Kalau aku nyebelin kamunya tegur, bukan malah ngalah mulu. Gitu, ya?! Harus gitu, Mas."

"Iya, iya," balas Tama menahan senyumnya.

Pelukan Tama selalu terasa nyaman. Ia bahkan rela menukar apapun untuk pelukan lelaki ini. Di sana semua bebannya terangkat sementara, meskipun selanjutnya ia harus tetap menghadapi kenyataan. Setidaknya, perilaku Tama yang satu ini membuatnya merasa lebih ringan.

Stable - UnstableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang