24 - Inisiatif Brondong

2.2K 136 0
                                    

ENJOY!


-o0o-

"Saya mau meeting dulu. Kalau diterima, jam sembilan atau sepuluh mau mampir ke apartemen. Sebentar aja. Makan malam, ngobrol dikit, cuddling session—hahaha. Habis itu pulang. Boleh?" pinta Tama sambil menahan senyum geli.

"Boleeehh!"

---

CHAPTER 24 – Inisiatif Brondong

Playlist: Frank Sinatra – Fly Me to the Moon

---

Peresmian Lokal Upnew – Kantor Pusat Sastrawa | 18.35

Berbagai decakan keluar dari mulut Tama. Ia terlalu lelah menunggu Raya yang entah mengapa mendadak lama sekali berdandan. Sudah hampir satu... atau bahkan dua jam?! Shit. Di pertemuan mereka yang lalu-lalu Raya tidak pernah selama ini.

"Cepat, Sweetie," keluh Tama kesekian kali. Ia dongkol sekali melihat Raya masih menata rambutnya yang sudah tampak sempurna. Bukannya Tama sudah pernah bilang? Raya terlihat stunning kapanpun.

"Bentar, Mas," elak Raya sekali lagi. Senyumnya mengembang begitu tatanannya selesai, "I'm done! Ngenalin diri jadi calon mantu Sastrawa nggak boleh mengecewakan."

"Nggak pernah mengecewakan," sahut Tama setengah mendengus.

Alis Raya kembali mengerut begitu melihat tatapan Tama yang tampak sayu. Jelas saja. Lelaki itu menungguinya sedari tadi. Wajah yang semula fresh harus berbaur lelah dan kesal.

Sepertinya... Raya harus merias sedikit wajah Tama.

"Mas, pakai bedak dulu sini," pinta Raya.

"Nggak," tolak Tama langsung.

"Dikit aja, kok. Please," rengek Raya lagi. Tanpa mempedulikan jawaban Tama, ia langsung membubuhi wajah lelaki itu bedak sampai empunya menutup mata.

Secepat kilat Raya meratakan semuanya sambil terkekeh geli. Ia beri juga bibir Tama yang tampak tipis dan sedikit kering itu dengan lipbalm andalannya.

Terakhir, ia menyemprot Tama dengan parfum biasa—yang memang Tama sediakan satu di kamar Raya.

"Sering-sering dikasih ini bibirnya, Mas. Kamu kerja pakai AC, di mobil juga AC, di mana-mana AC. Cepet kering," ucap Raya dengan senyum manis sambil menyodorkan satu lipbalm yang masih tersegel. "Ganteng banget, huh."

Tama justru terkekeh, "Iya, Sayang. Ayo, keburu telat sampai sana. Makin telat makin disorot, mau?"

Selama setengah jam mereka berada di jalan tanpa kemacetan berarti. Senyum keduanya tampak tak pernah hilang. Serasi sekali memang.

Tama menyisir rambutnya seperti biasa. Nampak rapih dan sudah disemprot oleh Raya agar wangi juga tadi. Sementara badannya dibalut kemeja putih dan jas dongker yang sesuai dengan celana kainnya. Sangat formal, dan mengesankan.

Sembari menyetir, sesekali ekor mata Tama melirik Raya yang sibuk berceloteh. Ia bercerita banyak hal terkait pekerjaannya. Raya bertemu banyak orang tentu dengan banyak cerita. Sesekali gadis itu mengeluh lelah, tapi detik berikutnya ada saja cerita baru yang terucap.

Versi ini, cerewet yang Tama suka.

"Waktu masih tahun pertama di DailyNews aku sering pulang malem, tau. Soalnya waktu itu suruh ngeliput proses syuting film kenalannya pak Ernan yang tanggung jawab di divisinya Farhan. Kadang juga bisa sampai tengah malem," cerita Raya—berganti topik ke sekian kali.

Stable - UnstableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang