Mata Chenle tampak mengawasi sepasang burung merpati diatas pohon, merasa bahwa pemandangan itu cukup indah. Chenle pun mengeluarkan handphone miliknya dan mengambil gambar burung Pipit tersebut.
Cklik
Chaeryeong yang melihat hal itu pun mendekati Chenle, "Apa yang kau foto?" Tanya Chaeryeong.
"Hanya burung merpati diatas pohon itu, terlihat cantik bukan?" Tanya Chenle, tapi Chaeryeong hanya menatapnya dengan pandangan aneh.
"Selain basket ternyata kau juga sama melankolis seperti papa" ujar Chaeryeong yang membuat Chenle menoleh untuk menatap pada Chaeryeong.
"Melankolis?" Tanya Chenle.
"Ehm, terlalu mudah tersentuh dan peka terhadap sesuatu" jawab Chaeryeong.
"Sayangnya sikap itu tidak berlaku pada perasaan mama" jawab Chenle.
"Kau benar" sahut Chaeryeong setuju.
Mata keduanya lalu menatap pada sosok Mark yang tengah berlatih berjalan dengan seorang terapis. Terkadang keduanya menatap kasihan pada Mark yang terjatuh, namun tekad pria itu untuk segera pulih tampaknya cukup kuat.
"Nanti siang kita kembali ke Jepang, apa sudah bilang papa?" Tanya Chaeryeong dan Chenle menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu setelah ini kita bilang" ujar Chaeryeong dan Chenle pun mengangguk.
Chenle hampir berdiri saat melihat Mark terjatuh, namun ia urungkan dan hanya mengepalkan tangannya dengan kuat. Chaeryeong yang melihat pada Chenle pun hanya menghela nafasnya dalam-dalam.
"Kau tahu, dulu mama yang mengajari ku berjalan" ujar Chaeryeong bercerita yang membuat Chenle pun memperhatikannya.
"Dilantai bawah tidak ada satupun kamar tidur, kecuali kamar tidur para pelayan. Jadinya mama selalu saja takut kalau aku akan turun dari tangga seorang diri"
"Tapi kau pasti sering turun sendiri" tebak Chenle yang membuat Chaeryeong tertawa dan mengangguk.
"Karena itu mama akhirnya memindahkan ku untuk tidur dengannya, agar ia bisa selalu dapat mengawasi ku" ujar Chaeryeong.
"Mama pasti khawatir sekali" ujar Chenle dan Chaeryeong pun mengangguk.
"Kalau kau bagaimana?" Tanya Chaeryeong.
Chenle tampak berpikir sejenak, "ehm, aku tidak ingat tapi ibu panti bilang kalau aku sering menolak belajar saat ibu panti akan membantu, tapi jika tidak ada orang aku selalu mencoba berdiri dan berpegang pada apapun" ujar Chenle yang membuat Chaeryeong menatapnya dengan sedih, "bahkan karena hal ini aku pernah terjatuh dan menabrak seorang karyawan panti dan tersiram bubur panas" lanjut Chenle.
GREP
Chaeryeong memeluk Chenle dengan erat, "maafkan aku" bisik Chaeryeong.
Chenle tersenyum lembut sembari mengusap punggung Chaeryeong, "jangan jadi orang aneh, untuk apa kau meminta maaf" ujar Chenle.
"Karena merebut apa yang seharusnya kau dapatkan" jawab Chaeryeong.
Chenle melepaskan pelukannya dan menatap pada Chaeryeong, "aku tidak pernah menyesal dan menyalahkan mu, bahkan jika ini terulang kembali aku juga tidak keberatan" jawab Chenle.
"Kau mengatakannya dengan begitu mudah" ujar Chaeryeong.
"Menyesal itu sifat dasar manusia, tapi menyesali apa yang telah terjadi dan tidak pernah bersyukur itulah yang bukan sifat manusia" ujar Chenle yang membuat Chaeryeong terpaku.
"Kau...?" Tanya Chaeryeong tanpa berani melanjutkan ucapannya.
"Aku bersyukur bertemu dengan orang-orang yang pernah kutemui, dan itu adalah hal paling berharga dalam hidupku" ujar Chenle.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry
FanfictionMenyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal. Karena tidak cukup sekedar nyawanya, namun nyawa berharga lain juga harus ia korbankan.