Part 34

5.4K 549 37
                                    

Haechan menatap sendu pada sosok Doyoung yang menangis seorang diri di dalam kamarnya. "Mama, bisa tolong buka pintunya sebentar" panggil Haechan dari luar kamar.

Doyoung yang mendengar suara Haechan sontak menghentikan tangisannya dan membuka pintu kamarnya.

"Sejak kapan berdiri disini?" Tanya Doyoung.

Haechan tampak bingung harus menjawab apa, "maaf ma, sejak tadi" ujar Haechan pelan yang sontak membuat Doyoung menatapnya dengan ekspresi bersalah.

"Maaf, kau harusnya memanggil lebih cepat" ujar Doyoung.

Haechan menggelengkan kepalanya pelan, "Haechan tahu mama butuh waktu" ujar Haechan pelan, "apa sekarang mama sudah lebih baik?" Tanya Haechan.

Doyoung mengangguk pelan, "tentu saja" jawab Doyoung.

"Kalau begitu bisa kita makan bersama ma, menangis juga butuh tenaga ya ma" ujar Haechan yang membuat Doyoung tersenyum paksa.

"Baik, ayo" ajak Doyoung seraya membawa Haechan turun ke ruang makan, disana sudah ada Renjun, Ten dan Johnny sedangkan untuk Xiaojun dan Hendery mereka sudah pulang tadi. Johnny memaksa Hendery untuk kembali dan mengurus perusahaan keluarga mereka.

Renjun berdiri dan saling menatap pada Haechan yang hanya mengangguk singkat.

"Doyoung" panggil Ten.

"Jangan sekarang" jawab Doyoung seraya mulai mengambil makanan dan mengisinya ke piringnya. Ten pada akhirnya tidak berbicara apapun dan langsung membantu mengambil makanan untuk Johnny.

Sedangkan Renjun cukup sadar diri membantu mengambil beberapa makanan untuk Haechan. Semuanya makan dengan tenang, sangat tenang yang sebenarnya agak aneh untuk Renjun yang biasanya terlalu berisik di meja makan.

"Aku memilih untuk bercerai" ujar Doyoung tiba-tiba yang langsung membuat Haechan menatapnya dengan terkejut.

"Mama mencintainya" ujar Haechan yang mengarah pada suami sah Doyoung.

"Tentu saja" jawab Doyoung pasti, "tapi dia bahkan punya anak dari wanita lain, apa aku harus mempertahankannya?" Tanya Doyoung lirih.

Haechan tahu dan paham sekali, dia saja ingin bercerai dari Mark karena ada sosok lain. Kalau di tambah dengan anak dari orang lain, tentu saja Haechan juga tidak akan bisa mentoleransi.

"Kalau begitu apapun keputusan mama, maka Haechan akan setuju dan mendukung" ujar Haechan pada akhirnya.

Doyoung tersenyum paksa seraya menatap pada Haechan, "entah apa aku bisa hidup tanpanya atau tidak" ujar Doyoung pelan.

"Kau pasti bisa Doyoung, kau orang paling kuat yang pernah ku kenal" ujar Ten.

"Tapi dia kelemahan ku, aku bahkan sempat berpikir tidak apa-apa jika dia punya anak karena itu memang impiannya, tapi tetap saja rasanya sakit sekali saat tahu kesetiaan yang ia berikan pada ku selama ini palsu" ujar Doyoung pelan dengan air matanya yang mengalir.

"Aku tidak ingin menjadi orang kuat, jika padanya aku harus terluka sedalam ini" kata Doyoung yang membuat Haechan langsung berdiri dan memeluk Doyoung.

Renjun menatap Doyoung dengan pandangan sedih, kedua orang tuanya selalu bercerita tentang Doyoung dan pasangannya yang hidup bahagia dan harmonis. Tanpa ada anak diantara mereka, mereka tetap pasangan yang selalu membuat orang lain iri. "Ternyata senyum yang ditunjukkan di depan orang lain, bisa saja kepalsuan" batin Renjun.

Kenyataan selalu menjadi dua sisi bagi manusia, kala itu hal yang positif maka akan menjadi kebahagiaan namun jika mengandung negatif tentu saja akan menjadi luka, yang bahkan tidak akan bisa sembuh meski itu seumur hidupmu.

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang