Tim Penilai

125 11 0
                                    

Aku mengetuk jari cemas. Para tim penilai sudah berada di depan toko kue ku. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan kebersihan toko dan kelayakan produk, kini, aku hanya bisa pasrah.

Aku berusaha tersenyum untuk menyambut para tim penilai. Sekiranya ada 4 orang dalam tim ini. Satu persatu tim penilai keluar dari dalam mobil. Dengan tampang yang meyakinkan. Lalu orang terakhir yang keluar dari mobil, kabarnya orang ini paling mengerikan saat menilai.

Aku gelisah. Gempa yang belum pulang sedari tadi menepuk bahu ku berusaha menyalurkan semangat.

Semakin aku melihat sepatu tim penilai yang lebih dulu keluar dari mobil, debaran dada ku semakin tidak karuan. Tapi, bukannya tim penilai, aku justru mendapati sosok Kaizo, seorang sekertaris di perusahaan Halilintar.

"Heh! Itu Kaizo?" Aku terloncat kaget. Yang benar saja? Kaizo berubah profesi menjadi tim penilai?

"Kaizo? Siapa?" tanya Gempa penasaran. Aku mengerjap kesal. "Itu loh, sekertarisnya Hali. Kenapa tiba-tiba berubah profesi?" Aku berdecak gemas. Gempa hanya mengangguk mengerti.

Di detik berikutnya, aku melihat Halilintar keluar dari dalam mobil.

"Lihat, semakin kau menghindarinya, Kak Hali akan semakin terlihat di mata mu," bisik Gempa mengejek ku. Aku merajuk tingkat dewa. Orang ini lagi!

"Kalau kau mengganggu ku lagi, aku lempar kau ke jurang, Gem. Sana ngepet aja ke Hali," kesal ku yang langsung masuk ke dalam toko untuk memastikan tim penilai melihat toko ku dengan baik. Gempa terkekeh senang saat melihat ku merajuk.

>\+v+/<

"Kenapa ngelihatinnya begitu? Kaya orang punya dendam kesumat aja," ucap Hali santai saat aku melihat Hali menilai kebersihan toko. Aku menatap galak Hali. Saudara itu bagaikan musuh dalam selimut. Jadi harus hati-hati!

Beberapa pembeli yang memilih untuk makan di tempat dipersilahkan untuk pulang lebih dulu untuk keperluan penilaian. Sedang pembeli yang lain dipersilahkan untuk membeli selama tidak makan di tempat khusus siang ini.

"Nilai saja, Tuan. Tidak perlu banyak cincong." Aku tersenyum sembari menekan setiap perkataan ku agar terdengar stabil dan tidak mengundang pikiran gila Halilintar. Bisa-bisa dia memberi nilai 0 untuk keramahan pelayanan hanya karena ku.

Halilintar terkekeh sumbang. Dia mengusapkan jarinya ke meja. Tidak ada debu. Lantas ia mengangguk lalu menuliskan sesuatu di kertas tempatnya menilai.

Lama menilai, seluruh tim penilai kini mengangguk-angguk sembari berdiskusi. Aku berusaha berpikir positif di setiap situasi seperti yang dikatakan Encik Amato saat aku kecil dulu. Sayangnya pikiran itu hanya sementara hinggap di kepala ku sampai Halilintar kini berbalik menatap ku.

"Kebersihan tempat makan, baik. Kualitas produk, sangat baik. Kebersihan alat dapur, baik. Terakhir saya melihat ada adonan atau sebuah kue gosong di alat panggang, tapi tidak masalah. Mungkin ada sedikit kesalahan kecil dalam pembikinan kue. Sayangnya, keramahan manager, masih kurang ...." Halilintar menatap kertas penilaiannya dengan tampang tegas tapi justru tampak menyebalkan di mata ku.

"Baik, kami akan memperbaiki kekurangan yang ada untuk ke depannya. Apakah ada lagi, Tuan?" Aku berusaha seramah mungkin. Senyum tidak pernah lepas dari wajah ku barang sedetik walaupun senyuman ku tampak tertahan.

Jika saja bukan Halilintar yang jadi tim penilai, senyuman ini tidak akan tampak terpaksa.

"Sepertinya tidak ada. Untuk sertifikat penghargaan mengenai kebersihan dan kelayakan produk, akan kami usahakan terbit secepatnya." Aku mengangguk mengerti. Tidak lama para tim penilai akhirnya pamit undur diri.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang