China

68 13 20
                                    

2 hari lamanya Taufan menghilang membuat mereka murung. Tidak ada yang berniat pulang ke rumah. Termasuk Gempa, Solar dan Duri. Untungnya Gempa dan anak kembar itu mengambil cuti kuliah selama seminggu.

Hari ini memasuki hari Minggu. Gedung yang menjadi tempat konser di Jepang tengah dipersiapkan. Solar dan Duri berdiri di depan gedung melihat persiapan itu. Yah, mungkin hanya Solar yang melihat persiapan itu. Duri sendiri menonton kartun di ponselnya.

"Lihat anime? Tidak bosan apa? Sudah dari pagi sampai siang tidak berhenti," cibir Solar yang kesal karena Duri tidak fokus. "Tidak! Malah ini seru." Solar berdecak sebal. Anak itu benar-benar tidak fokus sama sekitar.

"Sudah kuliah kedokteran masih nonton anime atau kartun, cih." Duri mengendikkan bahunya tidak peduli. "Yang penting nontonnya tidak pakai subtitle Indo," sarkas Duri yang membuat Solar berdecih kesal. Lagi pula juga hanya melihat persiapan konser. Tidak ada yang lain. Itu yang Duri pikirkan. "Sudahlah, ayo kita pulang, Duri! Hali pasti nungguin."

"E-eh, pelan-pelan, Solar! Hp Duri mau jatuh!" seru Duri. Solar tidak peduli. Dia tidak mau mendengarkan. "Cepatlah!"

Tidak ada kabar lebih lanjut mengenai Taufan. Halilintar sendiri sudah meluaskan pencariannya ke seluruh negara. "Dari mana kalian? Kenapa baru pulang sekarang?" Halilintar menunjuk langit yang mulai menggelap membuat mereka semua menyengir kikuk.

Halilintar hanya bisa memijat pelipisnya lelah. Pencaharian kali ini lebih susah. Menerka-nerka siapa korban berikutnya seperti menunggu kematian orang lain. Siapa yang tega menunggu kematian seseorang?

"Tidak ada pergerakan apa pun, Kak. Orang berinisial Y yang kami tau di sana aman-aman aja. Kayanya kita harus nunggu kabar korban berikutnya," cerocos Solar membuat Halilintar pusing sendiri. "Kau begitu pasrah, Solar?"

"Mau bagaimana lagi, Li? Kita tidak dapat petunjuk lebih lanjut. Caranya cuma nunggu ada kabar korban lagi baru kita bisa bertindak!" jawab Solar. Halilintar berdecak kesal. Ia akan menjawab lagi tapi Solar sudah memasang airphone yang tersambung ke laptop di telinganya tidak ingin mendengarkan.

"Sudahlah." Halilintar menunggu malam.

Jam setengah 8 malam. Setelah semua orang sudah makan dan melaksanakan kewajiban sebagai orang beragama, mereka duduk bersama di ruang tamu. Mereka memesan apartemen. Karena mereka tinggal sedikit lebih lama di Jepang.

Halilintar yang fokus dengan pekerjaannya. Gempa dan Duri yang tengah belajar untuk kuliahnya. Blaze yang menonton TV dengan Ais. Solar yang fokus dengan laptopnya. Entah apa yang anak itu lakukan. Wajahnya tertekuk fokus.

"Hali," panggil Solar. Halilintar hanya berdehem menanggapi. Solar diam sejenak. Dia ragu. "Apa anak dari anak perempuan Verniante masih dianggap keluarga Verniante?" tanya Hali. Halilintar diam mendengar pertanyaan Solar. Jelas ia tau apa maksud Solar. Solar bertanya seakan menanyakan dirinya sendiri apakah masih termasuk keluarga Verniante.

"Masih kalau Ibu anak itu menikah dengan sesama Verniante. Putus kalau Ibu anak itu menikah dengan orang yang bukan sesama Verniante." Jawaban Halilintar tentu saja membuat Solar merengut. Tentu saja dia sudah putus hubungan dengan keluarga Verniante. Karena dia mendapatkan nasab Ayahnya yang bermarga Corcaraet. Bukan mendapatkan nasab Ibunya yang bermarga Verniante.

"Kenapa?" tanya Halilintar. Solar menggeleng. Ia tidak ingin melanjutkan percakapan ini lebih lanjut. "Cuma mau tau aja." Halilintar mengangguk setelahnya hening lagi.

Solar tersenyum kecut menatap laptopnya. Terlebih lagi saat ini ia akan meretas situs keluarga Verniante. "Hali." Solar memanggil Halilintar kembali membuat fokus Halilintar pecah.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang