Perubahan Rencana

58 11 0
                                    

Hening. Kini kami sudah ada di Indonesia. Selepas turun dari pesawat, tidak ada satu pun orang yang menjemput. Itu karena acara pulang mendadak ini tidak diketahui siapa pun.

Atmosfer di mobil yang kami tempati begitu mencekam. Usai pulang kami membicarakan tentang salah satu korban yang berada di Thailand. Ini mengundang emosi Blaze. Solar tidak salah. Itu yang Blaze permasalahkan.

Padahal sebenarnya Hali hanya mengatakan bahwa korban terindikasi obat bius buatan Solar. Jelas sekali idenya itu menjadi hak cipta milik Solar. Namun siapa sangka jika ada yang memodifikasinya?

Lagi pula aku berpikir, memangnya obat bius yang mampu membuat beberapa bagian tubuh mati rasa ini bisa dimodifikasi?

Halilintar juga begitu. Dia tidak terima dituduh karena menuduh Solar.

Hak cipta? Bukan kah seharusnya mendapat izin dari Solar jika ingin menduplikasinya? Atau menggunakannya?

Semua pikiran ku hanya berakhir menjadi pertanyaan tanpa arti.

Seluruh keheningan ini berhenti saat kami sampai di rumah. Mobil milik Halilintar memasuki perkarangan rumah. Dapat terlihat sepeda motor milik Blaze dengan Ais di atasnya baru saja memarkir sepeda.

Ais yang baru saja akan masuk itu terkejut saat melihat ku dan yang lain datang. Aku terkekeh saat melihatnya terkejut. Tak lama mobil Halilintar parkir di bagasi, aku keluar dengan Blaze. Blaze berlari memeluk Ais dengan erat.

"Ololololo! Kangen berat sama beruang kutub satu ini. Aku bawain oleh-oleh lohh!" Ais melepas paksa pelukannya. Blaze itu sejatinya tumbuhan paku. Nempel terus di tumbuhan yang lain.

"Bisa tidak usah main peluk-peluk? Jijik! Bau, pasti belum mandi! Pergi sana!" oceh Ais pada Blaze yang masih tidak melepaskan pelukannya. Blaze memanyunkan bibirnya merajuk. "Ais gitu ish! Aku kan kangen! Huhu." lirih Blaze mencari perhatian.

"Lagian biasanya ketemu tiap hari dah! Mandi sana! Bau!" usir Ais saat sudah berhasil melepaskan pelukan Blaze di tubuhnya. Ais berlari saat Blaze mengejarnya. Aku terkekeh melihatnya.

Aku mengambil koper ku dan membawanya masuk. Tidak lupa aku membawa beberapa kardus di atas koper ku. Itu oleh-okeh untuk mereka.

"Loh Kak? Kok sudah pulang? Bukannya tiga hari ya?" tanya Gempa yang berdiri di dekat pintu. Sepertinya karena mendengar suara Ais yang berteriak menjauhi Blaze.

"Ganti rencana. Suruh Ayah pulang cepat. Rencana Ayah gagal total, ada perubahan alur," perintah Hali yang dihadiahi anggukan patuh oleh Gempa. "Huh! Gempa cuma nyambut Hali aja! Tidak seru." Aku pura-pura merajuk membuat Gempa tertawa dan merentangkan tangannya. "Selamat datang kembali, Kak Upan!"

"Taufan!"

"Upan lucu tau!"

"Cih!"

Gempa terkekeh lalu memeluk ku singkat. "Ayo masuk!" ajak Gempa. Aku masuk sembari bersenandung kecil. Malam ini, malam yang penuh dengan sorak sorai Duri dan Solar. Bukan karena apa, karena mereka kaget. Padahal tadi siang kami saling melakukan videocall.

"Mana oleh-olehnya? Masa tadi cuma pamer aja?" pinta Duri sembari mengulurkan kedua tangannya. "Buat Duri tidak ada! Masa tadi Duri bilang gitu ke Sopan? Aku ngambek, hmph!" Aku mengalihkan wajah ku dengan tangan yang menyilang di depan dada ku.

Duri kini mulai menangis. Aktingnya luar biasa mirip. "Udah kasih aja, Fan." Halilintar membela Duri yang sudah tantrum di atas lantai mirip ikan yang menggelepar akibat kekurangan air.

"Sopan teman onlinenya Sori itu kah?" Gempa yang sedari memperhatikan mulai bertanya. Aku mengangguk. "Iya! Tadi ketemu di salah satu universitas di sana! Tiba-tiba tau! Mukanya khas melayu. Jadi gampang ngenalinnya." Blaze mengangguk antusias.

"Terus anaknya ceria dan aktif. Aku awalnya kaget karena mukanya keliatan kalem gitu." Blaze bercerita panjang lebar tentang tadi siang. Aku sendiri ikut menimpali sesekali.

"Kalem. Suaranya lembut. Waktu bicara pake bahasa Thailand itu kaya orang asli sana waktu lagi ngomong. Terus peka juga. Padahal masih semester 3 anaknya. Tapi pemikirannya luar biasa luas." Aku menambahi sedikit.

"Waktu itu seluruh makanannya dibayarin sama Taufan. Sopan sampe mikir mau diganti tapi Taufan maksa tidak mau terima uang dari dia," sambung Blaze. Yang lain mengangguk mendengar ceritanya.

"Salahnya Taufan itu. Sudah ku bilang jangan tuker uang terlalu banyak, kita cuma 3 hari. Alhasil mau tidak mau dia habisin di sana. Itu pun masih lebih di tuker lagi ke uang rupiah." Halilintar menatap datar pada ku yang membuat ku tertawa sumbang. Itu memang benar. Aku menukar uang 5 juta tapi hanya terpakai untuk beli makanan tadi siang sekaligus beli oleh-oleh.

Duri menganga tidak percaya mendengar perkataan Hali. "Uang Thailandnya masih ada sampai sekarang, tidak?" Aku mengangguk. Mengambil uang koin dengan nominal 1 bath lalu memberikannya kepada mereka berempat.

"Aku cuma nyimpen ini." Aku terkekeh melihat wajah pias mereka. Mereka menatap nanar uang 1 bath di tangannya.

"1 bath ini buat beli apaan coba?"

"Permen 1 atau 2 biji."

"Sedikit banget!"

>\+v+/<

"Hasil dari autopsi mengatakan kalau korban terindikasi obat bius buatan Solar. Kalau berdasarkan dari potongan tubuh korban, perkiraan korban mutilasi menggunakan kapak." Halilintar menunjukkan hasil pemeriksaan autopsi dihadapan yang lain. Ayah Gempa menatapnya dengan kening berkerut.

"Di tubuh korban juga ada konsonan P pakai hangeul," lanjut Hali.

Solar yang mendengarnya terkejut. "Kenapa obat bius ku? Aku tidak pernah memperbanyak obat bius ku. Hanya waktu ada yang meminta izin untuk menggunakannya baru aku memberikannya dan itupun harus dengan izin yang jelas." Solar jelas membela dirinya sendiri. Ini berarti ada yang menduplikasi atau membuatnya secara ilegal.

Blaze berdecih menatap Hali dengan penuh permusuhan. Ia tidak suka saat saudaranya dituduh begitu. "Aku tidak menuduh mu, Solar. Aku memperhatikan setiap gerak gerik kalian. Hanya saja ini pasti orang yang menggunakan hasil penelitian mu. Siapa saja yang kau beri tahu tentang hasil penelitian mu?" tanya Hali membuat Solar mengedip berusaha mengingat-ingat.

"Hasil penelitian jelas di publikasi, Li. Tapi hasil penelitian resmi yang asli itu hanya ku beri kepada panitia lomba." Science Olympiad International dengan perbedaan tidak menggunakan soal yang membuat kepala pecah itu, melainkan dengan penelitian. Setiap anak yang masuk ke babak final di haruskan menunjukkan ide atau inovasi mereka masing-masing. Dan Solar salah satu yang berhasil memenangkan olimpiade itu.

Olimpiade itu dilaksanakan di Singapura. Di mana para peserta hanya diberi waktu 3 hari untuk memamerkan ide briliant mereka. Dan Solar salah satunya yang berhasil menciptakan kemenangannya dalam waktu 3 hari itu.

"Dengan korban yang tidak bisa bergerak itu membuat pembunuh itu lebih mudah menjalankan rencana mereka." Halilintar bertopang dagu melihatnya. Solar terdiam melihat Hali yang tatapannya menghunus dadanya.

"Hanya orang terdekat aja yang ku beri tau mengenai obat bius ku ini," ucap Solar yang mengundang perhatian mereka.

"Siapa?"

"Duri, Blaze sama Ais. Kak Taufan waktu diberi tau tidak fokus waktu itu karena sedang fokus dengan ekstra futsalnya." Solar diam saat melihat ku yang menatapnya bingung.

"Jadi bagaimana?"

"Sekarang kita jangan fokus mencari Bunda dulu. Tidak akan ketemu. Sekarang kita harus mencari siapa psikopatnya baru kita akan menemukan Bunda." Final. Rencana mutlak yang kini tidak akan berubah lagi.

...

Wahhhh perubahan rencana nihh. Mau jalan-jalan lagi ga? Kali ini mau kemana?

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang