Hilang

102 14 0
                                    

Gempa tersenyum lebar saat melihat jumlah uang yang aku transfer padanya. Senyumnya begitu lebar sampai terlihat gigi putih mengkilap miliknya. "Kau tidak salah Transfer, kan, Kak?" serunya. Aku mengetuk dagu menatap serius ke arah layar ponsel ku.

"Sepertinya aku memang salah kirim, Gem. Ini lebih dari nominal yang akan ku kirim," ucap ku membuat sudut bibir Gempa yang awalnya ada di atas, kini mulai turun.

"Oh, gitu, ya? Ya udah, aku transfer balik. Kakak mau kirim berapa awalnya?" Muka Gempa tampak sendu sembari bersiap mengetikkan sesuatu. Aku tertawa kencang sampai perut ku terasa sakit saat melihat Gempa yang tampak pasrah. Gempa melihat itu justru kesal.

"Kenapa?" katanya.

"Kau lucu sekali! Aku tidak salah kirim, itu memang untuk mu, haha! Ambil aja." Aku masih berusaha menghentikan tawa ku, tapi Gempa sudah kembali tersenyum.

"Terima kasih, Kak!" Aku mengangguk senang. Melihat orang lain bahagia itu membuat ku bahagia. Tapi mengganggu saudara ku sampai hampir menangis adalah kesenangan pribadi bagi ku.

Senyum ku tertahan saat tiba-tiba mendapatkan notifikasi pesan dari Halilintar, aku mencebikkan bibir ku saat membacanya.

Orang gila! : Kalau sertifikat mu mau ku terbitkan, siang nanti pergi jenguk Bunda. Sudah hampir 5 bulan lebih kau tidak datang melihatnya.

Seperti yang kalian tau, aku tidak suka saat ini. Melihat Bunda yang terbaring di rumah sakit membuat ku semakin sakit. Perasaan bersalah, penyesalan yang amat luar bisa selalu bersarang di dada ku saat melihat Bunda terbaring di rumah sakit.

"Kenapa, Kak?" Gempa menginterupsi pikiran ku. Aku menggeleng lemas. "Hali ngancam aku."

"Heh, ngancam gimana?" Gempa terlonjat kecil. Dirinya takut ketahuan Hali karena bolos kuliah 2 hari. Sebenarnya, ini adalah tindakan kenakalan remaja yang pertama kali, dia lakukan.

"Hanya disuruh jenguk Bunda. Tidak lebih. Tapi jaminannya adalah sertifikat toko. Gimana aku tidak kesal coba!" seru ku kesal saat mengadu pada Gempa. Gempa terdiam lantas terkekeh kecil.

"Kalau begitu, ayo jenguk Bunda. Aku temani deh!" ajaknya. Aku mendelik kepada Gempa saat mendengar ajakannya. "Bukannya apa, aku ...."

"Shut! Aku dengar ayah tumbang di kantornya. Hali jadi lebih sibuk akhir-akhir ini, sedangkan aku sedang KKN. Blaze dan Ais jadi lebih sibuk kerja karena ngurus biaya kuliahnya dua anak itu. Karena itu, kau sebaiknya menjenguk Bunda," jelas Gempa membuat ku terdiam.

"Terus siapa yang jaga Bunda?" seru ku tidak terima. Apa-apaan ini, kenapa aku baru tau sekarang?

"Aku juga tidak tau, Kak. Aku kemarin mau pergi ke rumah sakit, tapi kau tau sendiri, kan? Dari pagi sampai malam aku bersama mu. Sampai kau juga pulang larut malam," lanjutnya. Aku terdiam mendengarnya. Benar, semua orang tidak ada yang sempat untuk menjenguk Bunda.

"Ya sudah kalau gitu, nanti siang kita jenguk Bunda," final ku yang langsung dihadiahi anggukan kepala oleh Gempa.

>\+v+/<

Siang hari, aku pun bersiap. Menahan Gempa yang baru saja akan masuk ke dalam kursi kemudi mobil.

"Aku yang nyetir," kata ku membuat Gempa ragu. "Tapi, kan ...." Aku lebih dulu bergegas memasuki mobil sebelum Gempa sadar dengan pergerakan ku. "Tidak ada tapi, tapi. Masuk cepat!" titah ku.

"Kakak!"

Aku merenggangkan otot-otot tubuh ku. Sudah berapa lama aku tidak mengemudikan mobil, ya?

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang