Balik

71 13 13
                                    

"Gempa, Bunda. Aku balik dulu, ya? Mau beli bahan-bahannya roti yang menipis," pamit ku pada mereka. Bunda dan Gempa mengangguk. Bunda sudah selesai melakukan terapi, dan kini masih menunggu persetujuan Dokter untuk pulang.

Aku keluar dari ruang terapi. Yang melakukan terapi di sini ada banyak. Membuat ku sedikit merasa malu. Setelah keluar, tiba-tiba saja tangan ku ditarik oleh seseorang menuju lorong yang lebih sepi. Itu bergerak begitu cepat bahkan untuk mengedip saja aku kalah cepat.

Setelahnya mulut ku dibekap untuk tidak mengeluarkan suara oleh orang itu. Mata biru padu putihnya membuat ku mengernyitkan dahi. Orang itu menatap ku dengan wajah datarnya. Itu Glacier. Orang yang membekap ku saat ini. Telunjuk bertengger manis di depan bibirnya menyuruh ku diam.

Setelah tenang dia akhirnya melepaskan bekapannya. "Apa yang kau lakukan?" tanya ku tidak santai. "Aku membawa mu ke sini untuk memberi tahu mu sesuatu," jawabnya. Tidak ada lagi saya-kau, sekarang dia berucap menggunakan aku-kau.

"Apa?" tanya ku. Orang itu menatap ku datar. Tidak ada ekspresi yang kentara di wajahnya. Matanya menyiratkan banyak hal membuat ku bingung. "Aku tau kau sudah tau kalau aku yang menculik mu malam itu, kan?" tanyanya santai.

Aku mengedipkan mata ku beberapa kali. Benar. Yang Glacier katakan benar. Dia yang menculik ku. Malam itu. Aku melihat jelas setiap inci wajahnya. Yang aku lakukan sekarang hanya berpura-pura tidak tau agar tidak mengundang perhatian orang itu lagi.

"Kalau aku bilang 'iya' bagaimana?" jawab ku bertanya balik. Lantas senyuman miring terbit dari bibirnya. "Good! Jadi, jujur aja, aku yang melakukan teror malam itu saat kau akan masuk ke hutan. Bersama Papa ku." Dia berucap seakan aku tidak tau.

Memang, aku tidak tau siapa orang yang menggunakan sepatu sneaker malam itu saat aku mendapatkan teror. Lantas aku menunduk melihat alas kaki yang Glacier pakai. Sama. Sepatu orang berpakaian full hitam malam itu dengan sepatu yang dipakai Glacier persis sama.

"Jadi?" tanya ku untuk memastikan diri. Lantas senyuman miring tadi berubah menjadi senyuman tipis. Lantas Glacier memegang kedua pundak ku lalu menepuknya. "Aku cuma mau meminta mu untuk pergi ke Korea malam ini."

Ke Korea? Yang benar saja? Aku uang dari mana? Semua persiapan ku selama akan pergi ke Korea selama ini Halilintar yang siapkan. Aku hanya perlu bawa badan.

Aku mendelik lantas menggeleng menolak. Seenaknya saja menyuruh ku pergi ke Korea. Malam ini lagi!

Glacier terkekeh kecil melihat ku. Dia menunjukkan satu tiket pesawat di tangannya. "Kau tidak usah khawatir, aku sudah menyiapkan segalanya untuk mu pergi ke Korea malam ini. Juga biaya di sana, kau tidak perlu mengeluarkan uang sepersen pun. Aku akan mengirimkannya langsung ke rekening mu." Glacier menatap ku tajam penuh penekanan bahwa aku harus mengikuti perkataannya.

"Kalau aku tidak mau?" tanya ku santai. Glacier terdiam sejenak. Tatapan tajamnya menghilang seketika. "Kalau kau tidak mau, aku tidak yakin kau bisa mencegah kematian seseorang. Dengan kau pergi ke sana, kau bisa menyelamatkan kematian seseorang. Kecuali, jika kau kalah lebih dulu," jawabnya santai. Menurutku, itu lebih ke mengancam.

"Kau mengancam ku?" tanya ku. Mendengar itu Glacier tertawa kecil. Ia menutup bibirnya tidak dapat menahan gelak. "Kau tau, jika kau mengancam ku, aku bisa saja memberi kesaksian di pengadilan dunia bahwa kau yang menculik ku malam itu," lanjut ku tidak terima.

"Kau memang bisa memberi kesaksian ke pengadilan. Tapi kau tidak akan tau siapa pembunuh seluruh keluarga Verniante itu. Dan sekarang kau bisa memilih, menyelamatkan Verniante, atau dengan suka rela merelakan kerabat mu itu tiada semua? Hanya kau yang bisa menyelamatkan mereka, karena hanya kau yang tau siapa pembunuhnya. Saat malam itu, kau melihatnya," jawab Glacier dengan lugas membuat ku mengangkat alis tidak percaya.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang