Mawar Hitam

100 19 44
                                    

"Keadaan pasien kini sudah membaik. Sekarang pasien sudah diperbolehkan untuk pulang dan melakukan rawat jalan." Itu yang ku tangkap saat aku baru saja membuka mata. Ini sudah dua hari semenjak aku mendapatkan bunga tulip putih itu. Dan kini aku sudah diperbolehkan pulang.

"Taufan, ini, ganti baju dulu." Bunda menyerahkan satu setelan baju yang sepertinya ia dapat dari koper ku. Aku menerimanya lantas duduk. Aku masih separuh sadar. Infus dan segala macam selang dan kabel sudah terlepas dari tubuh ku. "Cepatlah! Tiga jam lagi kita lepas landas ke Indonesia." Bunda memperingati ku setelahnya keluar.

Aku mulai berdiri. Awalnya kaki ku terasa seperti kapas sangking tidak pernahnya aku berjalan. Setelah menyeimbangkan diri dengan berpegangan, aku mulai kembali mendapatkan keseimbangan ku. Aku akhirnya mulai berjalan. Kaki ku terasa kebas karena hampir seminggu tidak digerakkan.

Setelah berganti baju, akhirnya aku keluar dari kamar mandi. Perban di kepala ku sudah tidak berwarna merah lagi setelah diganti. "Kantung darah di rumah sakit ini sudah hampir habis karena mengisi pasokan darah di kepala mu itu," ujar Blaze membuat ku mendelik tidak suka. "Mau darah mu ku sedot biar aku bisa tambah darah?" sahut ku membuat Blaze terkikik senang.

Blaze menyodorkan tangannya ke hadapan ku menyuruhku untuk menyedotnya. "Nih, sedot, nih! Darah ku banyak! Kasihan kau yang akan menikah tapi kekurangan darah!"

"CANGKEM MU, BLAZE!" seru ku mengejar Blaze yang berlari mengejek ku. Mengingat-ingat bunga tulip itu membuat pipi ku memanas lagi. Dasar Halilintar!

Omong-omong soal Halilintar, anak itu sudah tidak terlihat dari dua hari yang lalu. Agaknya anak itu mulai serius untuk membawakan ku mawar hitam.

"Taufan! Jangan lari, Nak!"  seru Bunda yang aku hadiahkan ibu jari ku.

Ais melihatnya menggeleng malas. Blaze sepertinya tidak ada bahan lagi untuk dijadikan bahan jahil, jadi dia mulai menjahili ku. "Blaze, berhenti! Lantai di sana licin!" seru ku saat melihat palang peringatan lantai sedang dipel. Sesuai perkiraan, akhirnya Blaze terjungkal dengan kepala terhantuk lantai. Aku memeletkan lidah ku mengejeknya. Walaupun begitu tangan ku meraih tangan Blaze untuk berdiri.

"Lihat! Bagaimana kau bisa mendahului ku punya pasangan kalau kau sering terjungkal begitu," ejek ku gemas membuat Blaze memanyunkan bibirnya kesal. "Kau menyombongkan diri mu yang sudah ada yang melamar mu, hish!" ujarnya membuat ku mendelik. "Aku sudah bilang ini yang ke-457 kalinya, Blaze! Tidak ada yang melamar ku!" Blaze menggerlingkan mata tidak percaya. Anak itu memang, ya!

Setelah acara ejek mengejek. Semuanya sudah bersiap untuk pergi. Sebelumnya mereka memilih makan terlebih dahulu. Bunda menyodorkan makan siang ku yang terdiri dari makanan rumah sakit. Aku menjauhkannya enggan untuk makan. Rasanya lidah ku terasa tidak enak.

"Fan, dimakan! Tubuh mu sudah begitu kurus sampai tulang mu hampir kelihatan! Kalau tidak nanti kau akan disuntik sepanjang kau tidak mau makan." Aku akhirnya menurut mendengar petuah dari Ais. Bukan aku takut dengan jarum infus atau apalah itu, tapi coba bayangkan memakai selang infus di perjalanan, itu pasti benar-benar akan terlihat seperti orang penyakitan.

"Ayah, aku pinjam ponselnya, ya?" pinta ku pada Ayah yang langsung diberikan begitu saja oleh Ayah ku. Aku melihat-lihat isinya sembari makan untuk menghilangkan rasa tidak enak di lidah ku. Sejenak aku melihat-lihat aplikasi mengirim pesan di ponselnya. Aku begitu penasaran. Untung saja Ayah mengizinkannya. Aku melihat-lihatnya sampai terpaku dengan nama kontak bernama Halilintar.

Aku melihat nomor kontak itu yang sama dengan nomor Halilintar. Aku mengetik sesuatu di sana.

Me : Oy! Aku pulang!

Halilintar : Ayah?

Aku mendelik. Cepat sekali dia menjawab pesan ku? Aku tersenyum miring saat mendapatkan ide jahil.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang