Thailand

80 13 5
                                    

Thailand. Sekarang aku di sini, di sebuah hotel yang berada di Thailand. "Kita di sini berapa hari?" tanya Blaze pada Hali. "Tiga hari. Hari ini kita cari di Thailand selatan. Besok kita cari di Thailand utara. Besok lusa kita pulang," jawab Hali membuat Blaze mendelik kesal. "Thailand ini besar asal kau tau itu!" protes Blaze membuat Hali menatapnya tajam.

"Seharusnya kau tidak usah ikut jika banyak bicara! Kita di sini untuk mencari Bunda! Bukan untuk jalan-jalan!" Hali menjawab dengan kesal. Itulah alasannya ia menolak ku dan Blaze untuk ikut.

Blaze duduk di sofa kamar. Marah dengan Halilintar. "Kalau aku punya uang lebih, aku akan mengajak mu jalan-jalan sepuasnya, Fan! Tidak usah ajak Hali! Dia, hish!" Blaze dan Hali seperti minyak dengan Air. Tidak akan pernah bisa bersatu sama sekali.

"Aku tidak masalah ... Aku akan menerimanya selama kau mengajak ku, hahah." Aku tidak dapat menahan tawa ku lagi, wajah Blaze sudah merah padam sekarang. "Kau juga menyebalkan, Fan!"

Setelah beristirahat sejenak, kami akhirnya pergi setelah check out dari hotel. Bukan untuk mencari makan atau jalan-jalan, tapi untuk mencari Bunda. Segala tempat kita datangi.

Tidak hanya aku, Halilintar dengan Blaze yang mencari, anak buah Halilintar juga ikut serta. Sampai malam datang, tidak ada hasil sama sekali.

"Uh, lapar." Aku memegang perut saat perut ku berbunyi minta diisi. "Hali, aku lelah. Tidak bisa kah kita makan dulu?" Hali diam berhenti berjalan. Ia melihat ku dan Blaze yang sudah terengah-engah berjalan. Bukan apa, ini rekor baru ku berjalan mengarungi separuh negara dalam waktu sehari.

"Kita sudah makan 3 jam lalu," katanya. "Ya, kita sudah makan 3 jam lalu, tapi kita sudah berjalan 5 kilometer karena busnya mogok! Kau pikir perut ku kuli apa yang disuruh bekerja terus menerus lalu kau tidak memberi kami makan?" Bibir ku melengkung ke bawah hampir manangis. Aku tidak tahan lagi.

"Sebentar lagi ada bus," gumamnya, "tahan lah sebentar lagi." Aku menatap galak pada Hali. "Kau sudah mengatakan itu berkali-kali dari saat kita baru turun dari bus, ya! Tapi sampai sekarang kita tidak menemukannya!" protes ku.

"Kalau pun kita makan sekarang, memangnya kau bisa bicara dengan penjaga kasirnya? Pakai bahasa Inggris? Kau tadi sudah mencobanya, tapi mereka tidak mengerti kalau kau tidak memakai aksen yang lebih mereka mengerti." Hali terus berjalan meninggalkan ku dengan Blaze sembari mengoceh. Aku menghentakkan kaki ku kesal. Orang itu keras kepala!

"Silahkan aja kalau kau tidak mau nurut pada ku!" teriak Hali yang sudah jauh. Blaze memegang pundak ku menunjuk sebuah toko penjual roti.

"Beli roti dulu buat mengganjal perut. Kalau kita jauh dari orang itu, kita bisa ketinggalan kereta menuju Bangkok." Aku mengangguk. Berlari sedikit untuk membeli roti. Aku terdiam bingung akan memakai bahasa apa sampai aku kepikiran pakai bahasa melayu. Hal tergila yang terlintas di pikiran ku.

"Bu, saya nak beli roti ni dua boleh?" Aku menunjuk 3 roti yang berada di etalase. Ibu itu mengangguk. "Boleh. Ambik je," kata Ibu itu. Aku mendelik kaget. "Boleh ke? Saya ingat Ibu ni orang asli Thailand," ucap ku seraya mengambil 3 roti yang berada di etalase. Ibu itu terkekeh.

"Saya asli Malaysia, Nok. Suami saya ada kerja sini, jadi saya ikut saja." Ibu itu terkekeh kecil membuat ku ikut terkekeh. "Macam tu eh. Oke lah. Ni duitnya. Thank you, Bu!" Aku menunjukkan beberapa lembar uang Thailand yang ku yakini bernominal besar.

"Wei, Nok! Uang kamu terlebih ni!" Ibu itu berseru menunjukkan uang kembalian yang seharusnya aku ambil. "Ambik ja, Bu!" Aku tersenyum senang kala melihat Ibu itu berbinar. Berlari ke arah Blaze yang terus berjalan mengikuti Hali. Memberikannya kepada anak itu satu, satunya ku makan sendiri.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang