Janji

83 12 18
                                    

Duri tidak pernah tau berapa banyak beban yang Kakaknya emban. Yang dia tau Kakaknya hanya menanggung beban untuk membesarkan Adik-adiknya.

Seperti sekarang. Tidak ada senyuman. Tidak ada Kakaknya yang cerewet. Hanya ada Kakaknya yang menangis dalam diam di dekat pagar balkon dengan tubuhnya yang terbungkus selimut.

Harusnya, malam ini mereka semua tidur untuk melakukan aksi mencari Taufan besok. Tapi Duri justru bermimpi buruk malam ini. Dan saat terbangun, dia melihat Kakaknya itu dalam keadaan nelangsa.

Ponsel Blaze terus bergetar di atas nakas. Suaranya disenyapkan. Entah siapa yang mengiriminya pesan di setiap detiknya.

Duri bergerak pelan untuk melihat notifikasi ponsel Blaze yang berada di dekatnya.

Mak Lampir! : ฉันบอกคุณไปกี่ครั้งแล้ว? อย่าบอกพวกเขา!

Duri mengerutkan keningnya bingung melihat pesan itu. Siapa itu Mak Lampir? Apa hubungannya dengan Kakaknya?

Bohong kalau Duri bilang dia tidak bisa bahasa Thailand. Sedari kecil dia selalu diajarkan bahasa Thailand oleh Blaze. Blaze? Tentu saja. Blaze, anak itu sudah mahir membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan orang yang menggunakan bahasa Thailand sedari kecil.

Bahasa Thailand. Itu bahasa pertama yang dia pelajari semenjak lahir. Semenjak dari umur 0 tahun hingga berumur 7 tahun kurang, dia selalu diajari menggunakan bahasa Thailand. Kendati bahasa Indonesia bahasa pertama sejak dia lahir, maka bahasa ini juga merupakan bahasa Ibunya.

Saat Duri berumur 3 tahun, anak itu sudah mengerti apa yang orang dewasa katakan. Termasuk apa yang Blaze ucapkan. Duri akhirnya ikut belajar dan Blaze yang mengajarkan.

"Jangan bilang siapa-siapa, ya? Kalau kau belajar bahasa Thailand. Termasuk Kak Taufan dan Kak Gempa. Maupun Kak Hali! Janji?" Blaze mengacungkan jari kelingkingnya yang masih begitu kecil kepada Duri. Dan itu adalah janji pertama yang ia buat sejak lahir.

"Uri janji!"

Sedari kecil Ais juga diajari bahasa Thailand. Tapi sayang, dia tidak semahir Blaze. Anak itu hampir tidak bisa menuliskan aksara Thailand dengan benar. Tapi dia bisa semahir Blaze saat berbicara menggunakan bahasa Thailand.

Berbeda dengan Solar, anak genius itu tidak pernah mau belajar bahasa asing yang menggunakan banyak macam huruf unik. Selalu setiap akan diajarkan, dia selalu berteriak menolak. "Arkh! Solar tidak mau! Pusing!"

"Solar!"

"Ndak!"

Oleh karena itu, si anak genius itu lebih memilih menghafal ribuan rumus rumit dibandingkan menghafal puluhan macam aksara yang benar-benar aneh di kepalanya.

Dan setiap Blaze dan Ais bertengkar, terkadang mereka lebih memilih menggunakan bahasa Thailand agar Solar tidak mengerti apa yang mereka perdebatkan.

"Mereka tengkar apa adu logat dah?" cibir Solar setiap mendengar kedua Kakak bertengkar. "Ish, Solar! Mereka debat karena Kak Blaze nakal terus di sekolah! Bukan adu logat!" Duri yang menguping itu segera menyikut Solar. Lagi pula siapa suruh tidak pernah mau belajar atau diajari bahasa Thailand?

"Ya deh, ya deh!"

Dan kini, Duri kembali menggunakan kemampuannya dalam membaca bahasa Thailand yang berada di pesan itu. Ia selalu berpikir, jika Ayah mereka tidak bisa menggunakan bahasa Thailand, maka siapa yang mengajari Blaze dan Ais menggunakan bahasa Thailand?

Duri membacanya ulang. Takut-takut ia salah mengartikan. Tapi tetap saja, dari pesan-pesan itu, si pengirim pesan memarahi Blaze. "Sudah berapa kali aku bilang? Jangan pernah beri tahu mereka." Duri berguman kecil membacanya. Arti itu seperti sudah otomatis berputar di kepalanya.

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang