Jerman

72 13 10
                                    

Aku mengetuk pintu villa pelan. Aku sudah bisa berdiri. Tidak ada infus atau selang pernapasan yang tadi menempel di tubuh ku. Kepala ku sudah tidak terasa nyeri. Perut ku sudah terisi full tangki. Siapa lagi kalau bukan Om Kristal yang menjejalkan ku berbagai macam makanan karena merasa tubuh ku yang terlihat kering kerontang.

Sebenarnya Om Kristal terlalu berlebihan, sungguh! Walaupun tidak makan seharian, bukan berarti aku akan menjadi sekurus tulang.

Oh, jangan lupakan petuahnya sebelum aku kembali ke villa. Dia menceritakan banyak hal tentang pertemanannya dengan Om Gamma, Ayah ku, Om Nova juga Om Rimba. Nanti ku ceritakan, oke?

Om Gamma benar-benar mengantarkan ku. Tidak lupa memberi salinan hasil visum. Aku sudah menawarkannya untuk mampir, tapi katanya ia sudah meninggalkan pasiennya selama mengoperasi ku. Aku jadi merasa tidak enak setelahnya.

Dan di sini aku sekarang. Di depan pintu villa. Menunggu seseorang membukakan pintu untuk ku.

Clek!

Pintu villa akhirnya dibuka oleh seseorang. Itu Gempa. Raut wajahnya kentara panik sekali. Ia memeluk ku erat membuat ku meringis sedikit karena sakit di perut dan pundak ku. "Kau ke mana saja, Kak? Kami semua sudah mencari mu ke mana-mana." Suaranya begitu lirih di telinga ku. Ku dengar ia terisak kecil seperti menangis. Aku mengusap punggungnya iba.

Satu pelukan berubah menjadi ricuh. Blaze dan adik-adiknya lantas berlari ikut memeluk ku dengan panik. Benar-benar khawatir. "Kau ke mana saja, hah? Kami benar-benar khawatir! Ini di negara orang! Bukan di Indonesia!"

Aku tersenyum tulus mendengarnya. Mereka mengkhawatirkan ku saja sudah cukup bagi ku. "I'm okay! Aku cuma tersesat di daerah sungai Han gara-gara dikejar anjing liar," jawab ku lirih. Benar, hanya dikejar anjing liar.

Pukulan kecil aku rasakan di dahi ku. Itu dari Halilintar. Wajahnya begitu tertekuk kesal. "Untung kau kembali sebelum 2 x 24 jam. Kalau tidak, aku akan mencari mu hingga ke seluruh dunia sampai ketemu." Aku kembali tersenyum. Kali ini tersenyum geli. Membayangkan Halilintar yang khawatir pada ku itu membuat ku bahagia.

"Hehe, ayo masuk. Badan ku pegal semua abis jalan-jalan cari arah pulang,"

>\+v+/<

"Fan."

"Hm?" Aku merasakan pundak ku ditepuk oleh seseorang. Itu Blaze. Ia memilih duduk di sebelah ku. Menatap langit yang menjelang malam. "Bagaimana rasanya bebas?" tanyanya. Matanya menatap sendu pada matahari yang mulai tenggelam.

Aku baru saja pulang dan duduk di balkon tiba-tiba diberi pertanyaan seperti itu. Aku hanya tersenyum enggan untuk menjawabnya. "Aku selalu bertanya pada diri ku. Kapan aku bisa merasa bebas?" Aku tetap diam. Udara Korea begitu dingin. Banyak daun-daun berguguran membuat ku merasakan perasaan yang, entah tidak bisa kujabarkan.

"Aku ingin merasakan seperti burung-burung yang terbang bebas di udara. Seperti ikan yang berenang ke mana pun mereka ingin," lanjutnya. Aku melihat awan yang berubah menjadi putih kekuningan.

"Bagaimana caranya agar aku bisa merasa sebebas itu?" Aku menutup mata ku merasakan angin dingin yang menerpa kulit tubuh ku begitu menusuk. Pertanyaan yang Blaze lontarkan adalah sebuah hal yang mustahil untuk ia dapatkan.

"Blaze, bebas adalah saat di mana kau merasa merdeka." Aku diam sejenak melihat matahari yang terus turun. Burung-burung yang mulai mencari tempat untuk mereka tinggal. "Bebas adalah di saat kau bisa merasakan ketenangan hati," lanjut ku. Aku tersenyum sejenak. Blaze tidak bersuara sedikit pun karena mendengarkan ku.

"Orang yang tidak pernah merasakan ketenangan hati dan jiwa, mereka tidak akan pernah merasakan yang namanya kebebasan. Kendati itu juga diri mu." Aku menatapnya dengan sirat penuh arti. "Jika kau masih belum bisa mengontrol emosi mu, kau belum bisa merasakan yang namanya bebas."

TAUFAN?! : New Adventure [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang