Hallo sayanggg
Kalian bantu vote yaa, biar cepet sampai bab akhir. Jangan lupa juga komentar di setiap paragraf. Makasii.
*
*
*
HAPPY READING DEAR
*
*
*Sudah hampir 20 menit lamanya Syakila menunggu kehadiran Naren di kamar Harsa. Walau keduanya antara Syakila dan Harsa tak ada komunikasi sama sekali, alias saling diam tak bersuara. Syakila tetap setia menunggu Naren di dalam sana.
Ketika di tengah fokusnya Syakila melamun, memikirkan di manakah keberadaan Naren saat ini, tiba-tiba dirinya sekaligus Harsa mendengar dengan begitu jelas suara gelas pecah dari arah lantai bawah. Spontan pandangan kosong Syakila pecah, dan menatap wajah Harsa sejenak memberikan isyarat dirinya tengah menanyakan apa yang terjadi di lantai bawah.
Keduanya lantas tak berpikir panjang. Syakila dan Harsa buru-buru keluar dari kamar Harsa dan berlari menuju arah di mana terdengar suara pecahan gelas.
Dan ... benar saja, di bawah tengah ada cek-cok antara Savian, Elvi, dan Naren. Bagaimana bisa mereka tidak tahu adanya permasalahan yang sampai membuat satu benda pecah di rumah ini? Sedang mereka sedari tadi diam di dalam rumah.
Terdengar begitu jelas, di tengah berisiknya suara sahut-sahutan antara Savian dengan Naren. Savian sempat menyebut nama ‘Syakila’, membuat anak perempuan itu semakin takut jika permasalahan ini timbul karena dirinya.
“NAREN!! Bisa gak kamu itu nurut perkataan orang tua sekali saja!! Ayah muak terus-terusan ajar anak gak pernah nurut kayak kamu, Ren!!” Marah Savian menggebu-gebu.
Tak bisa dipungkiri, kemarahan Savian kini telah sampai di ujung tanduk. Sudah tidak ada lagi yang dapat menahan amarahnya jika sudah seperti ini.
Dari kejauhan, Syakila dan Harsa berusaha mengambil langkah yang tepat kapan mereka berdua harus muncul di hadapan Savian dan Elvi. Tak disangka, Syakila telah mengeluarkan setetes air mata dari pelupuk matanya. Yang pada kenyataannya, dia sama sekali tak bersalah.
“AYAH!! Kapan kami gak pernah nurut ke Ayah? Tolong jangan egois, Yah. Kami juga perlu kebebasan!!” Ujar Naren sembari menatap nanar wajah Savian yang telah terlihat urat-uratnya.
“STOP!! Ini semua salah Syakila!!” Teriak Syakila. Tak disangka anak itu muncul tanpa aba-aba dari Harsa. Membuat suasana rumah semakin keruh.
“Asal kamu tahu!! Saya paling tidak suka jika ada orang yang masuk rumah saya tanpa sepengetahuan dari saya!! Camkan itu!!” Gertak Savian seraya mendekatkan dirinya tepat di depan Syakila.
PLAKK!!
Benar saja, satu tamparan kembali mendarat tepat pada pipi mulus Syakila. Harsa yang melihat sebuah kejadian kejam pada anak yang tak bersalah itu, seketika menampakkan dirinya dan menahan lengan Ayahnya yang hendak menampar pipi Syakila kembali.
Naren yang biasanya bersikap layaknya anak kecil, kini anak itu telah menunjukkan bagaimana sifat asli dalam dirinya. Wajahnya memerah tanda marah. Naren mendekati sang Ayah.
“Ayah!! JANGAN EGOIS!!” Ujarnya sembari mendorong kasar pundak Ayahnya.
~◇~
Dari dalam kamar Sagara, di situ terkumpul 5 saudara yang tengah asyik bermain PS ( Play Station ), Sagara yang tengah asyik bermain tiba-tiba terdiam sejenak kala mendengar samar bahwa di bawah sepertinya tengah ada masalah.
Jika kalian bertanya mengapa Sagara mendengar samar-samar, itu karena kamar Sagara berjarak jauh dengan kamar Harsa yang berada tepat di depan tangga menuju lantai bawah.
Sagara memerintahkan Jendra, Jayendra, Sakhy, dan Jefry untuk berhenti sebentar dikarenakan perasaannya yang semakin tidak enak. Seluruhnya mendengarkan dan mematikan game yang tengah mereka mainkan.
Sagara dan yang lainnya segera turun ke bawah secepat mungkin. Langkah kakinya semakin cepat kala mereka mendengarkan suara pecahan barang dan teriakan dari mulut Syakila.
Mereka semua seketika membulatkan matanya sempurna kala sebuah vas bunga mendarat sempurna di wajah Naren. Awalnya, vas bunga itu dilemparkan dan ditujukan untuk Syakila. Namun karena Naren melihat dan mempunyai rasa cinta yang tinggi terhadap Syakila, dirinya memilih untuk berkorban dari pada Syakila yang terluka.
“Arkhhhhh.” Lirih Naren dengan dahi yang sudah bercucuran darah.
“NAREN!!” Teriak Sagara yang baru saja sampai di bawah dan disuguhi suasana tidak mengenakkan diri.
Savian selaku pelaku yang melakukan hal kejam itu, seketika mengubah raut wajahnya kala melihat anaknya telah tergulai lemas disertai wajah yang pucat. Savian meluruhkan badannya ke bawah, dirinya mengaku bahwa dirinya telah bersalah.
Savian memegang dahi Naren yang berdarah akibat lemparan vas bunga dari Ayahnya. Savian segera berteriak memanggil Bi Asri untuk mengambilkan kotak P3K di dalam kamar Naren segera.
Bi Asri yang awalnya tengah memasak di dapur, seketika berlari menuju kamar Naren untuk mengambil kotak P3K. Sebenarnya, sedari tadi Bi Asri tahu bahwa majikannya tengah cek-cok hebat. Namun dirinya lebih memilih untuk tidak menampakkan diri. Dirinya pernah mendapat larangan dari Savian.
“Jika kamu ingin dianggap sebagai pembantu yang baik, maka harus penuhi satu syarat. Kamu tidak perlu menampakkan diri jika ada masalah di keluarga ini. Baik itu masalah kecil atau masalah besar, atau bahkan merenggut nyawa sekalipun. Camkan itu!!”
Itulah larangan yang di dapat Bi Asri kala dirinya pertama kali mengajukan diri untuk menjadi pembantu dalam keluarga Savian. Sampai sekarang pun, Bi Asri kadang pernah berpikir menyesal telah terjerumus dalam keluarga Savian.
Tidak disangka, orang yang dulunya bersikap baik bak malaikat yang tak pernah melakukan dosa, rupanya Savian adalah pria yang sehari-hari pasti mencari kelakuan yang menimbulkan dosa.
_☆◇BERSAMBUNG◇☆_
Segini dulu ya sayangg.
Gapapa kan dikit??
Kalian bantu tebak aja apa kejutan yang aku siapin di akhir bab.
sebutin di kolom komentar ya!!
Jangan lupa ikuti akunku biar tahu spoiler dari kejutannya yaa. Makasii.
See you next time and babayyyy 👋🏻👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Wounds [ On Going ]
Teen FictionApa yang kamu rasakan ketika dirimu dituduh tanpa adanya bukti yang kuat? Bahkan kamu sama sekali tidak tahu perihal masalah yang dituduhkan kepadamu. Dia adalah Jayendra dan Sagara, dua anak yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan neneknya. ...