🍁40. Menuruti atau menyesal?

126 23 1
                                    

Hai gaiss.

Di bab ini, kita bakal fokus ke Jayendra and Savian yaaa.

Sudah siap membaca?

Lets goo

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Terkadang, seseorang lebih memilih mengaku bodoh daripada harus dianggap bodoh oleh orang lain terlebih dahulu."—Jayendra.

Pukul 24:00, Savian baru saja keluar dari ruangan kerjanya. Angin malam yang menerpa tubuhnya semakin merasakan kantuk yang berat.

Ponselnya sedari tadi berdering. Mengetahui nada dering itu berasal dari anak yang dianggapnya pembawa sial, Jayendra, itu membuat dirinya acuh dan tidak memedulikan notifikasi tersebut.

Dirinya menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Sebelum itu, matanya tertuju pada sebuah warung kopi yang buka hingga saat ini. Berhubung dirinya sedang sangat mengantuk, dirinya memutuskan untuk menghampiri warung tersebut.

Sudah sejak dulu, warung itu dibuat untuk buka 24 jam. Setiap pekerja bergilir untuk menjaga warung. Ada yang mendapat bagian menjaga di waktu pagi, ada juga yang menjaga di waktu malam.

Setelah dirinya memesan satu cup kopi. Badannya terduduk pada sebuah bangku panjang berwarna hitam yang berada tepat di depan warung tersebut.

Tangannya tergerak untuk mengambil ponsel di saku celananya. Tangannya mengusap ponsel ke atas, membuat ia mengetahui notifikasi apa saja yang masuk. Dari situ, ia mengetahui bahwa sang anak telah menghubungi lebih dari 10 kali.

Banyaknya pesan yang terkirim dari anaknya, itu membuat dirinya semakin penasaran.

___________
                            |
●Jayendra.   |
___________|

Jayendra | hai ayah... Jayendra udah pulang dari rumah sakit lohh
¹⁴ ⁴⁵

Jayendra |  kalo ayah tahu, Jayendra baru aja mimisan lagi.
²⁰ ¹⁰

Jayendra | Jayendra kangen ayah...
²⁰ ¹⁰

Jayendra | Ayah cepet pulang yaa, udah malem
²⁰ ¹¹

7 Wounds  [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang