S-75

305 27 11
                                    

"DORRR.. hayo lagi ngapain lo sendirian disini" Tiba-tiba laras datang mengagetkan alva yang sedang duduk sendirian dihalaman belakang kampus.

"AAAA.." Alva menoleh kearah kiri "ck ngagetin aja sih lo kak galucu tau ga" Alva mencebik.

Laras tertawa melihat wajah Alva yang memberengut sebal akibat ulahnya.

"Sorry.. Sorry" Ucap laras dengan sisa kekehannya. "Lagian ngapain lo dibelakang kampus gini sendirian lagi.

" Ya lo ngapain juga kesini" Ketus Alva.

"Tadi sebelum ke toilet gue liat lo jalan kearah sini makanya abis itu gue samperin lo deh kesini. Ganggu yaa gue?" Tanya laras. Alva meliriknya sebentar lalu ia menunduk dan menggeleng kepalanya pelan.

"Ada apa Al? Kenapa? Ada yang ganggu dipikiran lo?".

Alva terdiam sejenak.

" Gue bingung kak".

"Bingung kenapa?".

" Gue gatau harus mulai darimana arah pembicaraan gue".

"Coba pelan-pelan . Pertama apa yang lo rasain selain bingung?".

" Kepala gue berisik kak. Hati gue lagi ngerasa gabaik. Emang sih setiap hari gue rasain itu tapi gatau kenapa sekarang lebih berisik ".

" Lo tau penyebabnya apa?".

Alva mengangguk pelan " Karna gue gabisa nyampein suatu hal yang harusnya orang yang gua sayang itu tau , tapi kalo gue sampein ke mereka gua takut mereka makin benci gua dan anggap gua orang paling jahat , tapi gua juga gabisa kak terus²an diem gua gamau mereka sakit lebih dalem lagi. Gua bingung kak" Jelas Alva. Sedari tadi ia menunduk Matanya sudah berembun namun masih ia tahan , tangannya tak bisa diam memilin ujung bajunya.

"Lo tau suatu hal apalagi selain soal diman yang selingkuh dibelakang aruni?".

Alva diam suaranya tercekat. Ia masih bimbang apa harus orang lain tau masalah ini selain sahabatnya? Tapi ia juga tak mau lebih lama memendam semuanya, laras pasti akan marah mengetahui perbuatan Adit dan tania yang semakin hari semakin keterlaluan.

"Kenapa diem? Pasti ada yang lo sembunyiin dari gue kan? Jujur aja Al gue ga marah kok.. Justru gue akan marah kalo lo makin banyak bohong" Tania mengelus pelan bahu Alva.

"Lo diapain lagi sama mereka? Belom cukup udah cekik leher lo?" Sarkas laras.

"Maksud lo?" Alva mengernyitkan dahinya.

"Gue denger dari anak-anak yang lagi pada ngumpul dan gue tanya kebenarannya ke mereka takutnya mereka salah liat atau salah info sebelum gue tanya sama lo dan bertindak  gegabah".

" Kak, jangan bilang soal ini ke bunda yaa? Gue gamau nanti kak tania kena marah bunda papa" Alva mendongakkan kepalanya lalu menatap laras disampingnya.

"Ini udah keterlaluan Al, ini udah ngancem nyawa lo. Gue gabisa! Gue takut mereka malah lebih dari ini buat nyingkirin lo". Nada bicara laras sedikit meninggi.

" Kak... Sssst.. Jangan yaa" Alva memohon.

"Kemarin aja perut lo dipukul 2kali kan sama Adit? Gue tau lo gausah ngeles, zega yang bilang ke gue".

" Kak, mungkin dengan cara kayak gini mereka nemuin kepuasan dalam diri mereka, gue gpp kak.. Telinga gue udah cukup kebal buat denger makian mereka, hati gue udah terlalu sering mereka sakitin dan itu jadi biasa aja buat gua rasanya".

"Kalo lo terus biarin diri lo nerima perlakuan mereka, malah mereka makin seenaknya sama lo".

" Cukup buat gue nikmatin sisa hidup gue kak, gua cuma pengen satu semuanya bahagia mau apapun dan gimana pun caranya. Papa, bunda, kak tania, aruni, zega nayla, lo dan kakak² yang lain. Gue disini mau mengukir kenangan aja mau itu baik atau buruk".

SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang