S-87

389 41 0
                                    

Prraang

Suara benda jatuh begitu nyaring terdengar sontak membuat tania yang sedang berada dikamarnya langsung bangkit turun dari kasurnya.

"Apa itu yang jatoh ya" Ucapnya pelan. "Jangan-jangan.. Alva iya alva" Tania bergegas keluar kamar dan masuk begitu saja ke kamar alva karna posisi pintu kamar alva yang sedikit terbuka.

Saat tania masuk, pecahan kaca dari gelas yang terjatuh dan posisi alva yang terduduk dilantai dengan tangan yang bergetar serta pandangannya matanya yang terlihat sedih. Ia terus saja memandangi tangannya.

"Alva, kamu gapapa dek?" Tanya tania yang sudah berjongkok di hadapan alva memegang pundaknya memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat wajah alva lalu ia menggenggam kedua tangan alva.

"Tangan kamu? Kenapa tangannya bisa sampe kayak gini al? Kamu mau ngapain?" Tanyanya bertubi-tubi namun tak mendapat jawaban dari alva.

"Ada yang sakit? Obatnya udah diminum? Dek jangan diem aja kakak khawatir. Ayo kakak bantu kamu bangun kita duduk dikasur yaa". Tania bergerak membantunya bangun, namun alva malah menolaknya. Ia menepis tangan tania.

" Gue bisa sendiri" Ucapnya dingin.

"Tapi kamu lagi kayak gini al"

"Gue bisa" Ucapnya lagi sambil berusaha bangun namun ia kesulitan, kakinya lemas seperti tak ada tulang ia mencoba beberapa kali dan hasilnya tetap sama, ia terjatuh lagi.

"Al, jangan maksain diri. Dibantu orang lain itu gaakan buat kamu terlihat lemah. Stop berpikir kalo kamu bisa semuanya sendiri". Tania sedikit tegas berbicara pada alva.

" Tapi gue gak selemah itu" Jawabnya dengan suara yang bergetar .

"Kamu emang gak selemah itu, gaada yang nganggep kamu lemah. Kita semua tau kamu seberat dan sejauh apa untuk tetep survive selama ini , kita semua tau kamu sehebat apa berjuang sendirian. Sekali lagi kakak bilang sama kamu. Kamu itu hebat, kuat, selalu ingin keliatan baik-baik aja. Tapi kamu juga harus ingat kamu itu bukan orang yang lemah. Jangan selalu beranggapan kalo kamu itu gak berguna saat kondisi kamu kayak gini. Harusnya kamu bangga sama diri kamu sendiri. Ternyata seorang alva bisa bertahan sejauh ini meski banyak ujian yang harus dilewatin dengan rasa sakitnya, kekecewaannya, kesedihannya tanpa peduli dirinya sendiri. Selalu pengen liat orang-orang disekitarnya bahagia dan selalu mastiin kalo orang-orang yang dia sayang harus selalu happy dan gaboleh sedih apalagi nangis. Hidup kamu seberguna itu alva. Kamu iri melihat kita yang hidup normal tapi kita jauh lebih iri saat tau kebaikan-kebaikan yang kamu kasih ke kita dan nunjukin kepeduliannya sama kita. Yang kadang kita sendiri aja gasadar kalo ternyata hidup kita yang gatau kapan waktunya tiba itu harus digunain dengan baik dan bermanfaat buat oranglain. Dan kamu udah lakuin itu!" Jelas tania yang sudah tak bisa lagi menahan amarahnya. Tania bukan marah , ia hanya ingin adiknya tak berlarut-larut dalam kekecewaanya terhadap dirinya sendiri.

Tania meyakinkan alva bahwa apa yang sudah ia tanam itu yang akan ia tuai. Kesalahan tania kemarin-kemarin telah mendapatkan jawabannya begitupun dengan alva . Hanya saja kepercayaan dirinya yang sedang tertutup jadi alva tak bisa berpikir jernih.

Alva terdiam, airmatanya mengalir begitu saja di pipinya. Tania pun langsung memeluknya erat.

"Maaf.. Maaf kalo omongan kakak tadi nyakitin kamu. Maaf kalo kakak terlalu keras sama kamu. Kakak cuma mau kepercayaan diri kamu balik lagi". Ucap Tania sambil mengelus rambut sampai punggung alva dengan lembut.

Alva menyembunyikan wajahnya diceruk leher tania. Suara senggukannya masih terdengar dan tania membiarkannya.

Merasa sudah lebih tenang, ia melepaskan pelukannya pada tania.

SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang