S-80

318 34 0
                                    

Dikamarnya Alva sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus ia sudah mengenakan kaos putih polos, jeans denim serta kemeja navy sebagai luarannya dan sepatu putih sedikit bercorak .

"Baju udah Oke, celana Oke sepatu" Ucapnya sambil berdiri didepan kaca memandangi penampilannya hari ini. "Eh iya parfum , gue belom pake parfum" Lalu ia menyemprotkan ke seluruh pakaian yang ia kenakan tak lupa juga menyemprotkan di belakang lehernya.

"Beh ganteng banget yaa gue. Mantap inimah yakali aruni ga kecantol sama gue" Ocehannya terdengar sangat PD sekali yaa.

"Duhh tumben nih anak bunda udah ganteng dan rapih banget biasanya mesti dibangunin dulu" Bunda menggoda Alva dan masuk kedalam kamarnya melihat anaknya yang semangat sekali hari ini.

"Yee bunda, ya bagus dong aku ada peningkatan nih bisa bangun mandiri tanpa dibangunin bunda" Alva menoleh kearah bundanya.

"Iyadeh yang mandiri. Semangat banget hari ini sampe full senyum gini mana parfumnya wangi banget lagi hmm" Bunda mengendus baju alva sambil tersenyum.

"Harus! Kan anak bunda emang selalu wangi biar gantengnya maksimal" Alva terkekeh.

"Emm pakaian sih udah Oke dari atas sampai bawah, parfum juga udah wangi banget tapi ada yang kurang nih".

" Loh apaan lagi bun? Perasaan udah Oke semua" Alva sembari merapihkan pakaiannya.

"Sini, nih liat tuh apa yang belum rapih?" Bunda menarik tangan Alva berdiri didepan cermin dan menunjuk bagian yang belum rapih. "Tuh rambut kamu masih berantakan, masa udah ganteng rambutnya berantakan gini sih kan mau berangkat bareng cewe" Bunda kembali meledeknya lalu mengambil sisir dan membantu menyisir rambut Alva.

"Oia bun, perasaan tadi aku udah nyisir deh".

" Perasaan doang kali, kalo pun udah ya gamungkin dong ini masih berantakan" Ucap bunda sambil terus menyisir rambut Alva lalu tak lama bunda terdiam tangan yang sedaritadi lihai menyisir tiba-tiba saja terhenti.

"Nah udah rapih nih bun" Alva melihatnya dicermin lalu sedikit merapihkannya lagi.

"Bun"

"Bunda".

" Bunda ko diem aja sih, aku lagi ngomong loh ini" Alva membalikkan badannya lalu melihat kearah bundanya yang sedang menatap sisir itu.

"Bunda ngapain liatin sisir sih gaada kerjaan banget" Alva menepuk pelan bahu bunda membuyarkan lamunannya.

"E-em e-eh kenapa sayang maaf..maaf" Bunda menatap wajah Alva.

"Bun, kenapa? Ko mata bunda berkaca-kaca gitu sih?" Alva memegang kedua bahu bunda lalu fokusnya teralih kearah sisir yang masih berada ditangan bunda. Alva melihat jelas rambutnya yang rontok terlihat disana.

"Hmm bun.. Gara-gara liat ini bunda begini? Alva mengambil sisir dari tangan bundanya. " Cuma rambut masa mau ditangisin sih bun ada-ada aja". Alva tau ini juga karna efek kemo yang ia jalani membuat rambutnya rontok padahal ini baru kemo kedua namun efeknya sangat terlihat. Sebetulnya ia tidak mau menjalani kemoterapi namun atas semua bujukan bunda papa dan laras akhirnya ia menurutinya meski sesudahnya ia harus merasakan efek yang luar biasa untuk tubuhnya.

"Pasti ini efek kemo, rambut kamu jadi rontok yaa. Kalo gitu kamu gausah sisiran aja biar rambut kamu ga kebuang kayak gini" Bunda mengambil helaian rambut Alva .

"Gpp bun, kan nanti bisa tumbuh lagi" Alva tersenyum manis.

"Maafin bunda sama papa yaa bikin kamu kesakitan kayak gini, tapi itu juga kan buat kebaikan kamu".

" Iya bun, aku kan bilang gpp.. Bunda sama papa kan selalu ngasih yang terbaik buat aku jadi aku juga gak ngerasa gimana² kok. Bunda tenang aja superhero bunda papa inikan anak kuat masa kalah sama kemo" Alva meyakinkan bundanya agar tak khawatir atas dirinya.

SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang