S-84

303 31 2
                                    

Terlihat bunda dan papa yang datang dengan tergopoh-gopoh raut khawatir diwajah mereka tak bisa disembunyikan.

"Tania, mana Alva kak?" Suara bunda bergetar menahan tangis.

Tania yang sedang duduk pun langsung berdiri dan memeluk erat bundanya.

"Bunda" Lirihnya.

"Bun, maafin aku bun. Alva masih diperiksa dokter bun" Tangis tania kembali pecah dipelukan bundanya.

"Ada apa kak? Kenapa Alva bisa kayak gini?" Tanya bunda sambil mengelus punggung tania lembut.

"Bun.. Maaf".

" Maaf untuk apa? Daritadi kamu hanya bilang maaf tanpa menjelaskan apapun sama bunda dan papa".

"Ini semua gara-gara aku bun, Alva yang nolongin aku bun pas aku lagi berantem sama Adit. Adit dorong aku sampai mau jatuh dan saat itu Alva datang, dia marah sama Adit. Mereka sempat adu mulut dan.."

"Dan apa tania?" Bunda mulai melepaskan pelukannya tatapan dan intonasi bicara bunda sudah berubah tak sehangat tadi.

"Dan Adit pukul perut Alva berkali-kali bun" Ucap tania terbata-bata karna dadanya yang sesak saat menceritakan ini. Membuat semua teman-temannya yang sedaritadi diam langsung kaget beralih menatap tania dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Adit? Pacar kamu itu? Iya kak?. Ya allah kak, bunda sudah ingatkan ini sama kamu. Tapi kamu sama sekali gak gubris. Asal kamu tau kak, bunda pernah liat dia sengaja dorong adik kamu saat bertemu di mall tanpa sengaja saat Alva keluar dari dalam toilet, bunda pernah liat pacarmu itu jalan dengan perempuan lain. Tapi bunda berusaha untuk memperingati kamu dengan pelan kak, kamu tega jauhin adik kamu karna dia, kamu tega liat adik kamu dijahatin sama dia, kamu tega tampar adik kamu karna Alva pukul dia padahal bunda juga tau Alva gaakan berbuat seperti itu kalau gak dimulai duluan, kamu tega berulangkali mengatakan benci atas kehadiran Alva. Kamu tega TANIA!.

"Lihat adik kamu! Dia berkali-kali meminta sama bunda dan papa untuk nyerah biar kamu kembali dapetin kasih sayang kami seutuhnya, dia berkali-kali bilang kangen kamu, dia selalu membanggakan kamu, dia gamau kamu jatuh sama orang yang salah, dia selalu menutupi kelakuan- kelakuan kamu yang sengaja bikin dia celaka ketika bunda dan papa gak dirumah. Dia selalu ingin kamu terlihat kaka yang baik didepan kami kak. Tapi apa? TAPI APA TANIA? SEKARANG DIA SEPERTI INI KARNA MENOLONG KAMU!" Luapan marah bunda yang selama ini disimpan sekarang tak bisa ia tahan. Tak ada seorang pun disana yang mengeluarkan suara. Mereka begitu kaget mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut bunda. Banyak fakta yang telah Alva tutupi selama ini yang tak pernah ia ceritakan pada siapapun.

Papa merangkul bunda yang tengah dilanda marah dengan derai airmata yang membasahi wajahnya.

"Bun udah yaa, tahan emosinya. Nanti kita bicarakan lagi. Gaenak ini lagi dirumah sakit". Ucap papa.

Tania kembali dirangkul dan ditenangkan oleh Hellen. Tak lama dokter keluar dari ruangan.

" Dok, gimana keadaan Alva dok? Dia baik-baik aja kan dok?" Bunda langsung melempar pertanyaan bertubi-tubi pada dokter Adrian.

"Keadaan Alva saat ini kritis bu, selain karna adanya benturan diperut dan pelipisnya. Ini juga karna penyakitnya yang sudah menjalar seperti yang sudah sampaikan waktu itu. lambat laun dia akan kehilangan keseimbangannya untuk berjalan ataupun memegang suatu barang apapun. Kemungkinan nya juga karna Alva melewati kemo nya belakangan ini dan bukan hanya itu saja, sepertinya Alva juga sudah jarang meminum obatnya". Jelas dokter Adrian.

"Melewati kemo dok?" Papa mengernyitkan dahi nya. "Bukannya selama kita skip 2 kali pertemuan Alva ditemani oleh laras untuk kemo?".

" Maaf Pak, tapi kenyataannya Alva memang melewati kemonya dan mungkin bisa bapak ibu tanyakan pada laras. Kita usahakan ya sama-sama untuk kesembuhan Alva. Bapak ibu tenang jangan panik, karna kita tau sehebat apa anak kalian berjuang. Saya permisi". Dokter Adrian pun meninggalkan mereka yang masih bertanya-tanya.

SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang