June, 2024
"Samchon!"
Yerin memanggil penuh kerinduan. Satu tangannya dia lambaikan, tangan lainnya menarik koper besar sambil cepat-cepat melangkah menghampiri Jimin yang masih celingukan mencarinya di antara keramaian bandara.
Senyuman lantas merekah di bibir Jimin saat tatapan mereka bertemu. Dia berjalan mendekat, segera memeluk erat keponakan tersayangnya yang telah lama tak dia jumpai.
"Ya ampun. Yerin!" Jimin melepas pelukan kemudian merengkuh wajah Yerin menggunakan kedua telapak tangan. "Kau lama sekali tak pulang sampai jadi tirus begini. Sudah kubilang jangan jauh dariku, 'kan? Padahal kau lebih lucu kalau pipimu tembam." Dia bilang begitu sambil mencubit pipi Yerin gemas.
"Sakit!" Yerin mencebik marah sembari melepaskan tangan Jimin di pipinya. "Samchon ini! Sudah tahu wajahku hanya tersisa tulang dan kulit saja, kenapa masih suka dicubit seperti ini?" protesnya, mengusap-usap pipi yang terasa panas.
Jimin terkekeh. "Makanya cepat pulang. Kenapa kau betah sekali tinggal di sana, huh?"
"Bukannya betah, aku terjebak dengan pekerjaanku. Aku sudah ingin pulang dari dulu, aku rindu abalon bakar dan kepiting kecap asin buatanmu."
"Kau ini! Pulang hanya untuk makan itu semua? Bukan karena rindu padaku?"
"Tentu saja. Masakan Samchon kan yang paling enak di tempat ini. Aku perlu makan masakanmu banyak-banyak supaya bisa memperbaiki gizi."
Tertawa pelan sekali lagi, Jimin kemudian menarik koper Yerin dan menggandeng gadis itu menunju parkiran, mempersilahkan Yerin masuk ke mobil sedan miliknya.
"Lho? Samchon sendiri saja? Kukira istri dan putrimu ikut juga?"
"Kalau semuanya ikut, siapa yang akan menjaga restoran? Aku sengaja tak membawa Hyemi walaupun dia memaksa ingin ikut. Bakal pening kepalaku yang ada, anak itu pasti terus mengoceh dan merengek minta ini itu di sepanjang jalan. Kau tahu kan dia senang membangkang akhir-akhir ini?"
Yerin terkekeh gemas membayangkan adik sepupunya yang kini berusia lima tahun itu. Park Hyemi sebenarnya anak yang baik dan lucu, Yerin sering mengobrol dengannya di telepon. Akhir-akhir ini anak itu jadi manja dan suka bertingkah sebab ingin mendapat perhatian lebih dari kedua orangtuanya. Bukan hal aneh, anak-anak memang seperti itu.
Sambil mulai melaju di jalanan untuk pulang ke rumah, mereka lanjut mengobrol, menyalurkan rasa rindu setelah hampir dua tahun tak pernah bertemu.
Setelah lulus dari SMA, tepatnya lima tahun lalu sehabis menyaksikan Hyemi lahir ke dunia, Yerin memutuskan untuk merantau dari kampung halaman. Dia mendapat kesempatan untuk tinggal dan melanjutkan pendidikan di Australia. Sengaja datang ke negara nan jauh di sana untuk mendapatkan suasana serta pengalaman hidup baru.
Yerin biasanya akan pulang setiap musim liburan. Hanya saja, sejak dua tahun terakhir, apalagi ketika dia sudah lulus kuliah lalu mulai bekerja sepenuhnya, dia jadi kesusahan mendapatkan waktu libur. Pada akhirnya, sebab sudah tak tahan menahan rindu pada tempat kelahiran, sebulan yang lalu Yerin memilih keluar dari pekerjaan lama dan berniat mencari yang baru di negeri asalnya.
"Kau pernah tinggal di lingkungan ini bersama Jiha kan dulu?" Jimin bertanya begitu saat mobil mereka melewati lingkungan sekolah dan tempat tinggal Yerin bersama Bibi tujuh tahun yang lalu.
Ah, benar. Dulu dia sempat tinggal di tempat ini bersama Bibi, walaupun kebanyakan dia tidak ingat. Waktu berjalan cepat sekali. Tiba-tiba sudah tujuh tahun saja sejak kejadian waktu itu, sejak Yerin mendapat kecelakaan dan mengalami amnesia.
"Kau masih tak ingat bagaimana Mamamu meninggal waktu itu?"
Yerin menggeleng. "Aku melupakannya karena mungkin hal itu terlalu menyakitkan untukku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Shadow || TXT Soobin
Fanfiction[romance, angst, brothership] Park Yerin itu kesepian. Sebab itulah Choi Soobin akan selalu mengikutinya ke mana pun seperti sebuah bayangan. Namun Soobin juga agaknya tidak menyadari, bahwa selama ini dialah yang paling kesepian. ** "Apa kau tahu k...