Winter, 2016
Suara getaran ponsel di sisi ranjang membuat Soobin terperanjat. Dengan sikap malas, dia mematikan suara itu. Beranjak mendudukkan diri dengan mata yang masih terpejam. Rasanya baru sebentar dia menutup mata, dan dia sudah harus bangun lagi.
Meskipun enggan, Soobin menyeret tubuhnya ke kamar mandi. Mengguyur kepala supaya kesadaran yang belum terkumpul seluruhnya itu datang menghampiri.
Setelah bersentuhan dengan air dingin, Soobin bisa mendapatkan akal sehatnya kembali. Tangannya mengambil sisa makanan yang diberikan oleh atasannya kemarin, melahapnya sambil duduk di meja belajar. Satu tangan yang bebas dari makanan ia gunakan untuk membuka buku, membaca materi yang hari ini akan dites oleh gurunya di kelas.
Soobin biasanya akan bangun dua jam lebih siang, tapi karena tes yang akan dilaksanakan pagi ini dan juga tugas-tugas yang menumpuk harus segera dikumpulkan, Soobin terpaksa bangun lebih pagi.
Belajar di pagi hari memang ampuh, apalagi untuk menghapal. Isi kepala masih belum diisi apa-apa, jadi pelajaran apapun bisa masuk dengan mudah.
Namun sialnya, hari ini dia tidak bisa fokus sama sekali. Pertengkarannya kemarin dengan sang adik-Choi Yongbin, membuat kepala Soobin mengelana kesana-kemari. Mendapati luka sayatan di pergelangan Yongbin, membuat Soobin khawatir dengan kondisi mental saudara kembarnya. Tapi Soobin akan lebih cemas bila mana adiknya itu terusir dari rumah keluarga angkatnya dan harus hidup kerja keras banting tulang seperti dirinya.
Setidaknya, salah satu dari mereka harus hidup dengan nyaman.
Choi Soobin dan Choi Yongbin, dua anak kembar itu sudah hidup seadanya sejak kecil di sebuah panti asuhan. Tidak ada orangtua, tidak ada anggota keluarga lain. Terkadang merasa kesepian. Tapi mereka bersyukur karena masih memiliki satu sama lain.
Di suatu hari, ketika umur keduanya menginjak sepuluh tahun, kedua bersaudara itu harus terpisah.
Putra dari seorang konglomerat kaya tiba-tiba datang untuk mengadopsi salah satu anak di panti asuhan. Mencari anak terbaik untuk diasuhnya. Choi Yongbin, anak lelaki cerdas yang tidak pernah mendapat peringkat lain selain peringkat pertama di sekolah pun terpilih untuk menjadi anak angkat.
Yongbin awalnya tidak mau jika harus dipisahkan dengan saudaranya-mereka hanya ingin mengadopsi satu anak saja. Tapi setelah Soobin berkata kalau itu demi kebaikan mereka berdua, Yongbin jadi sedikit melunak, meskipun masih tidak ingin pergi karena takut tak akan pernah bertemu dengan sang kakak lagi. Orangtua asuh itu berniat membawa Yongbin tinggal di luar kota.
Lantas Soobin menenangkan, dengan berkata, "kalau sudah lebih besar nanti, aku akan pergi menemuimu. Kita akan bersama lagi saat itu." Dia berusaha meyakinkan Yongbin untuk pergi. "Jadi hiduplah dengan baik di sana, dan tunggu aku."
"Kau janji akan menyusulku?" Yongbin bertanya memastikan.
Soobin mengangguk, "aku janji."
"Kau akan sering menghubungiku, 'kan?"
"Iya. Tak usah khawatir."
Mereka melakukan salam perpisahan dengan memeluk satu sama lain erat-erat. Sejak terlahir ke dunia ini, mereka tidak pernah dipisahkan satu kali pun, tapi hari ini mereka harus mengucapkan sampai jumpa pada satu sama lain. Rasanya hampa sekali.
Meskipun sedih, Soobin menahan diri agar tidak menangis. Jangan sampai menunjukkan kesedihan, atau nanti Yongbin akan berubah pikiran lagi. Jadi Soobin berusaha tersenyum lebar saat orang-orang itu membawa Yongbin pergi.
Soobin ingin Yongbin menjalani kehidupan yang lebih baik, tidak perlu kesusahan lagi seperti saat mereka tinggal di panti asuhan. Maka dari itu, Soobin harus rela membiarkan adiknya hidup dengan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Shadow || TXT Soobin
Fanfiction[romance, angst, brothership] Park Yerin itu kesepian. Sebab itulah Choi Soobin akan selalu mengikutinya ke mana pun seperti sebuah bayangan. Namun Soobin juga agaknya tidak menyadari, bahwa selama ini dialah yang paling kesepian. ** "Apa kau tahu k...