Chapter 11 - Comfort Me

577 312 152
                                    

April, 2016

Park Yerin masih bisa mengingat dengan jelas kenangan di hari itu, saat pertama kali dia menginjakkan kaki di sekolah menengah atas. Jantungnya berdebar tidak sabar, bagaimana ya kehidupannya di sekolah ini. Akankah sama seperti di jenjang-jenjang sebelumnya? Akankah dia punya teman yang banyak di tempat ini?

Yerin masih belum mengenal kota ini dengan baik, baru sebulan yang lalu dia datang ke tempat ini bersama ibu tirinya. Mereka memutuskan untuk tinggal di kota ini karena Mama dipindah tugaskan, beliau mendapat posisi yang lebih tinggi di tempat kerjanya kali ini. Sosok wanita pekerja keras yang benar-benar Yerin kagumi.

Meskipun tidak satu darah, tapi beliaulah yang sudah merawat Yerin sendirian sedari kecil. Dulu Yerin hanya tinggal bersama ayahnya, lalu sosok itu datang menjadi ibu sambung, sosok malaikat yang membuat Yerin bersyukur setengah mati bisa bertemu dengan wanita sepertinya. Ayah memang sudah meninggal sejak usianya delapan tahun, tapi Mama selalu setia menjaga Yerin seperti anak kandung sendiri. Yerin adalah satu-satunya anak yang mereka miliki.

Yerin berangkat ke sekolah diantar Mama, wanita baik itu langsung pergi setelah berpamitan pada putrinya. "Bersenang-senanglah. Cari teman yang banyak. Teman laki-laki juga tidak apa-apa. Ngomong-ngomong Mama sudah mengizinkanmu untuk berkencan lho."

Yang diajak bicara malah tersipu sendiri mendengar hal itu. Lalu akhirnya dia mengangguk. "Hati-hati di jalan," pamitnya, kini menemukan mobil itu mulai melaju ke jalanan.

Seperti itulah Mama, beliau tidak memaksanya untuk belajar seperti orang tua lain. Gunakan masa mudamu untuk bersenang-senang, beliau pernah berkata. Meski begitu Yerin tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk belajar, malas-malasan sedikit pun tidak, dia bertekad untuk membuat Mama bangga.

Acara penerimaan siswa baru telah usai, seorang guru mengajak siswa yang baru masuk itu untuk memperkenalkan lingkungan sekolah. Salah satu siswa yang berada di kelas yang sama dengan Yerin menyapanya, "hei, senang bertemu denganmu, namaku Min Yeonji."

"Oh, hai, senang bertemu denganmu. Aku, Park Yerin."

"Ohh.. kau bukan berasal dari kota ini ya, logat bicaramu terdengar aneh sekali."

Yerin tertawa kaku, "iya, aku baru saja pindah."

"Begitu, ya? Pantas saja."

Setelah itu mereka tidak pernah berbicara satu sama lain lagi. Apakah logatnya memang seaneh itu? Yerin jadi ragu untuk berbicara kepada siapapun karena hal ini, takut kalau mereka tidak nyaman dengan logat yang Yerin pakai. Dia berakhir jadi seseorang yang terlihat pendiam.

Hari-hari di sekolah menengah atas pun kini mulai berjalan. Saat itu Pak Kim Seokjin—wali kelas mereka tengah mengajar, menjelaskan materi yang ia tulis di papan putih.

Kelas pun hening karena semua orang mulai menulis di catatan. Lalu tiba-tiba saja pintu kelas terbuka, memunculkan satu orang pemuda yang terengah-engah, menatap seisi kelas.

"Choi Soobin. Kau tidak tahu jadwal masuk sekolah atau bagaimana?" tanya guru di depan sana. Tentu saja pertanyaan itu hanya sebuah sindiran. Beliau terlihat sudah lelah mengingat anak lelaki tersebut selalu datang ke kelas saat pelajaran sudah dimulai.

Yerin tersenyum sendiri melihat pemuda yang kini berjalan menuju kursinya sambil menundukkan badan beberapa kali untuk meminta maaf. Pemuda itu tersenyum kaku membalas tatapan semua orang. Yerin segera berpaling saat tatapan mereka bertemu.

Oh astaga. Pipinya terasa panas. Apa dia baru saja terpergoki pemuda tersebut kalau dia sedang memandangnya sambil tersenyum? Ahhh.. Memalukan sekali jika itu benar. Semoga Soobin tidak menyadari hal itu.

Baiklah, mari kita berkenalan dengan pemuda bertubuh jangkung itu. Selain terkenal karena sering terlambat masuk kelas, anak itu juga terkenal dengan sikapnya yang tak acuh, membuatnya agak tidak disukai anak-anak di kelas. Soobin tidak pernah berbaur dengan siapapun, tidak berusaha mencari teman. Pemuda itu selalu menolak ajakan anak-anak lain untuk pergi ke kantin bersama, dan selalu mempunyai alasan saat mereka mengajaknya bermain sehabis pulang sekolah. Entah mengapa.

Di saat Yerin berharap ada satu orang saja yang mengajaknya berteman, pemuda tersebut malah menolak semua orang. Membuat Yerin iri saja.

Tapi tidak. Yerin tidak membenci pemuda itu. Malah sebaliknya. Dia menyukai Soobin, sangat menyukai malah, namun hanya bisa melakukannya secara diam-diam. Dia juga ingin mengajak Soobin untuk berteman dengannya seperti anak lain, mendekati pemuda itu, tapi karena pemuda tersebut selalu menolak orang lain, Yerin jadi mundur, dia berakhir hanya memperhatikan Soobin dari kejauhan.

Sebenarnya ini bukan kali pertama dia bertemu dengan Soobin. Percaya atau tidak, dulu sekali, saat usianya masih sembilan tahun, Yerin pernah bertemu Soobin di kota tempat tinggalnya dulu. Mereka bertemu di sebuah panti asuhan saat dirinya dititipkan di sana karena Mama ada pekerjaan mendadak ke luar kota, tidak ada siapapun yang menjaganya, jadi dia harus tinggal di panti itu selama satu hari penuh.

Yerin menangis sendirian, duduk di ayunan di sebuah taman dekat panti. Baru beberapa jam saja dia sudah merindukan Mama. Dia takut jika Mama tidak kembali. Terlebih dia baru saja kehilangan Ayah beberapa bulan yang lalu. Saat sedang menangis seperti itu datang seorang anak laki-laki, dia memberi Yerin sebatang cokelat untuk menghiburnya, mengajak ngobrol dan menemaninya bermain ayunan.

"Makanlah, mereka bilang makan cokelat bisa membuatmu bahagia," ujar anak itu saat menyodorkan cokelat pada Yerin.

Mereka bermain lama sekali, tertawa bersama, hingga hari sudah sore saja. Anak itu terkaget sendiri karena tidak menyadari waktu, "aku harus pergi," ucapnya, lalu berlari pergi meninggalkan Yerin, entah kemana. Padahal Yerin masih ingin mengobrol dengan anak itu. Yerin bahkan tidak sempat menanyakan namanya.

Keesokan harinya Mama menjemput Yerin di panti. Yerin senang karena bisa pulang, tapi dia agak ragu untuk pergi karena ingin bertemu lagi dengan anak yang kemarin. Yerin meminta ibunya menunggu sebentar karena dia ingin berpamitan dulu pada seseorang.

Lalu dia melihat anak lelaki itu di taman. Tapi anak tersebut hanya mengernyit heran saat melihat Yerin menghampiri dan mengucapkan terima kasih. Dia mengangguk meski masih terlihat kebingungan, kemudian beranjak pergi dengan terburu-buru, sepertinya ada hal yang harus dia lakukan.

"Tunggu. Siapa namamu?" Yerin berteriak pada anak itu.

Anak itu berhenti berlari, menatap Yerin dari kejauhan seakan sedang berpikir, setelah terdiam beberapa saat anak itu akhirnya berteriak membalas pertanyaan Yerin, "namaku, Choi Soobin."

Ah, Choi Soobin, ya?

"Namaku Park Yerin. Tolong diingat ya," pesannya, berteriak pada anak lelaki itu. Lalu dibalas dengan anggukan oleh anak tersebut yang kemudian kembali berlari.

Yerin selalu mengingat nama itu sampai sekarang. Nama anak yang telah membuat satu harinya di panti terasa menyenangkan.

Lalu seperti sebuah keajaiban, di hari pertamanya masuk SMA, Yerin mendengar nama itu disebutkan lagi oleh seorang pemuda tinggi yang sedang memperkenalkan diri di depan kelas.

"Hai. Namaku Choi Soobin. Mohon bantuannya."

Mendengar nama itu sekali lagi, ingatan tentang hari itu seakan langsung diputar kembali dalam otaknya.

Iya, benar. Tidak salah lagi. Pemuda itu adalah Choi Soobin, anak lelaki yang pernah dia temui saat masih kecil. Yerin dapat langsung mengenalinya setelah melihat mata berbinar dan senyum menawan pemuda tersebut, benar-benar terlihat mirip seperti saat dirinya masih kanak-kanak.

Yerin tidak menyangka sama sekali akan dipertemukan dengannya lagi di tempat ini, bahkan mereka ada di kelas yang sama. Dia tersenyum, merasa semua hal ini seperti takdir yang memang sudah diatur.

Sejak itulah Yerin selalu memperhatikan pemuda tersebut secara diam-diam. []

Hopeless Shadow || TXT SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang