Chapter 34 - Agreement

388 104 86
                                    

Winter. February 12, 2017

Soobin jelas tidak sempat berpikir jernih. Setidaknya itu yang dia pikirkan saat dirinya sudah mendudukkan diri di kursi kereta. Menyadari bahwa keputusan yang dia buat beberapa jam lalu benar-benar jauh dari kata logis.

Suara peluit panjang terdengar, roda kereta mulai berputar, membawa gerbong-gerbong panjang melaju ke tempat tujuan.

Kepalanya menoleh ke luar, melalui jendela kereta Soobin menatap lurus pada seorang pemuda yang dengan bersemangat melambaikan tangan padanya sambil tersenyum lebar-lebar. Pemuda yang baru saja dia temui hari ini dan yang akan menjadi sumber masalah terbesarnya dalam satu bulan ke depan.

Menghembuskan napas lelah, Soobin menyenderkan punggung pada sandaran kursi. Belum mulai saja, Soobin sudah menyesali keputusan tak masuk akal yang dia buat. Namun di sisi lain, dia tidak punya pilihan. Soobin hanya ingin menyelamatkan orang-orang yang dia sayang. Jadi saat pemuda aneh bernama Choi Beomgyu itu menghampiri dan menawarkan hal gila padanya, Soobin terpaksa menyetujui.

Masalahnya, Beomgyu bisa mengirimnya ke masa lalu.

Sampai saat ini sebenarnya Soobin masih belum sepenuhnya percaya kalau Beomgyu benar-benar dapat mengembalikan waktu. Soobin bahkan sempat mengumpati pemuda itu saat dia bersikeras ingin membantunya tadi sore.

"Aku tahu kau menginginkannya. Dan aku bisa membantumu, percayalah," yakin pemuda itu.

Tentu saja Soobin tidak mau percaya. Pemuda itu sudah hilang akal dan jelas-jelas hanya melantur saja, begitu pikir Soobin sebelumnya. Berakhir hanya mengabaikan orang aneh itu.

Tidak ingin menyerah, Beomgyu kemudian mendekatkan wajahnya pada Soobin, berjinjit sedikit untuk memeriksa sesuatu di pelipisnya. Soobin otomatis menjauhkan diri karena merasa tak nyaman, apalagi pemuda itu dengan seenak jidat menyentuh luka yang Soobin dapatkan sebelum datang ke pantai ini tadi.

"Bagaimana kau mendapatkan luka itu?"

Soobin menepis tangan Beomgyu kasar. "Bukan urusanmu," sahutnya. Dia mengusap pelipisnya yang sekarang terasa perih. Setetes darah segar mengalir dari sana, turun hingga sampai ke pipi. Soobin tidak melakukan pengobatan apa pun pada luka itu, dan hanya membiarkannya begitu saja.

Tadi siang, setelah berpamitan pada Pak Jimin —pria yang merawat Soobin di rumahnya— Soobin berjalan sambil menatap ponsel. Dirinya hendak membeli tiket kereta agar bisa pulang, berlomba dengan waktu supaya tak kehabisan. Namun meski tiketnya sudah didapat pun Soobin tidak bisa pergi sebab keretanya akan berangkat dalam waktu dua puluh menit lagi, sementara dia butuh tiga puluh menit menaiki bus untuk bisa sampai ke stasiun. Jelas saja dia tidak akan sempat. Soobin menyerah dan memutuskan untuk pulang di pemberangkatan kereta di malam hari.

Mata Soobin yang terlalu fokus menatap ponsel membuat dia tak memerhatikan sekitar. Kakinya melangkah cepat, masih menunduk membaca tulisan di telepon genggam miliknya hingga tak melihat apa yang ada di hadapannya, tanpa bisa direm kepala Soobin akhirnya menabrak keras pada sebuah jendela rumah yang terbuka dan mengarah ke luar.

Dia baru sadar jendela itu ada di sana setelah bertabrakan langsung dengan ujung kusennya yang tajam. "Aww!!" Soobin meringis memegangi pelipisnya. Rasanya pening sekali. Dia terduduk, berdiam diri sesaat menghilangkan rasa perih sambil terus merintih.

Saat rasa nyerinya sudah sedikit hilang, Soobin berdiri untuk memeriksa keadaan rumah tersebut, yang ternyata bangunan itu hanyalah sebuah rumah kosong terbengkalai. Soobin lantas melupakan kejadian itu dan langsung pergi ke pantai demi menghabiskan waktu.

"Pasti sakit sekali, ya?" tanya Beomgyu, matanya menatap Soobin kasihan.

Tentu saja, sakit. Tapi dibandingkan dengan rasa sakit akibat kehilangan, luka ini tidak ada apa-apanya.

Hopeless Shadow || TXT SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang