Chapter 3 - Lonely Girl

728 406 236
                                    

Soobin tidak begitu saja menyimpulkan Yerin sebagai gadis kesepian hanya karena dia menangis sendirian di kelas tempo hari. Kalau hanya dilihat dari sana mungkin Soobin akan terus menganggap Yerin sebagai gadis angkuh alih-alih gadis kesepian.

Dia punya bukti. Bahkan banyak sekali hingga membuat dia sungguh ingin melindungi seorang Park Yerin.

Orang lain bilang Park Yerin itu angkuh. Tapi kenapa hari itu Soobin melihat jemari kecil Yerin saling bertautan, terlihat gusar setelah menolak ajakan gadis lain untuk pergi ke kafetaria.

"Ck.. kau sepertinya sangat membenci kami. Kau selalu menolak saat kami ajak pergi. Baiklah, selamat menikmati kesendirianmu."

Soobin kesal sekali mendengar sindiran gadis-gadis itu, mereka bahkan tidak memberi Yerin kesempatan untuk mengatakan alasan kenapa tak ingin ikut pergi. Yerin tidak butuh ke kefetaria. Soobin tahu setelah melihat kotak bekal makan siang di bawah meja gadis tersebut.

Gadis angkuh mereka bilang? Sebenarnya mereka lebih pantas disebut gadis angkuh dibanding Yerin. Mana ada gadis angkuh yang merasa bersalah dan sedih setelah menolak permintaan seseorang lalu ditinggalkan sendirian?

Yerin hanya merasa sungkan dengan teman-teman barunya. Dia tidak berniat bersikap angkuh. Mereka saja yang tidak mengerti. Seseorang seperti Yerin butuh uluran tangan lebih sering. Mereka yang tidak tahu apa-apa hanya memberi uluran tangan sekali, lalu pergi setelah menerima penolakan. Padahal Yerin mungkin hanya merasa belum terlalu nyaman bersama mereka, tapi mereka dengan cepat menyimpulkan bahwa Yerin tidak ingin berteman dengan siapapun.

Alasan itulah yang mungkin membuat Yerin akhirnya memilih untuk sendiri, tidak peduli lagi jika dia dinilai angkuh. Toh mereka juga tidak mengetahui apapun tentang Yerin. Jadi dari pada ditinggalkan Yerin lebih memilih untuk meninggalkan. Lagipula manusia seperti mereka tidak pantas berteman dengan Yerin. Sendirian lebih menyenangkan. Tetap diam menjadi gayanya dari pada harus membicarakan keburukan orang lain bersama-sama. Walaupun, Soobin tidak dapat memungkiri, hal itu membuat Yerin terlihat sedikit menyedihkan.

Tapi manusia terkadang memang harus mencari teman. Teman untuk sekedar menyapa dan berbagi cerita. Soobin setuju dengan hal tersebut ketika pada suatu hari dia melihat Yerin menangis tanpa sebab di atap sekolah. Sendirian. Terisak begitu saja. Terlebih Soobin baru tahu kalau kedua orangtua Yerin sudah meninggal dan gadis itu tinggal sendirian di sebuah apartement kecil. Dia tidak memiliki siapapun untuk berbagi cerita dan mengeluarkan segala isi hatinya. Tidak ada keluarga, tak ada teman.

Kesepian itu memang mengerikan. Tak cukup sampai di sana, Soobin jelas tahu bahwa Yerin memiliki sesuatu yang benar-benar menyakitkan dan disembunyikan dalam dirinya, Soobin tak pernah tahu apa, tapi gadis itu membuat Soobin ingin memberikan pelindungan sebisa mungkin.

Mengikuti Yerin secara diam-diam adalah usaha terbaiknya. Jika saja Soobin tak sepengecut itu dia pasti sudah memeluk Yerin setiap hari, menepuk pundaknya setiap kali ia menangis, mendengar semua keluh-kesah dan membuatnya tertawa alih-alih hanya menatap Yerin dari kejauhan.

Ya, mau bagaimana lagi? Soobin sudah berupaya semampunya meskipun tak dapat mengubah apapun. Soobin sudah merasa cukup hanya dengan menemani Yerin dari kejauhan. Diam-diam menyentuh dahi berkerut Yerin secara perlahan saat gadis itu tertidur dan mendapat mimpi buruk. Seperti yang dia lakukan hari ini.

Tapi Soobin tidak menyangka sama sekali jika Yerin akan terbangun karena sentuhan lembut itu. Jantungnya berdebar semakin tak karuan menatap Yerin yang melotot dan mendongak cepat-cepat dari pembaringannya. Soobin tidak sanggup untuk sekedar mengangkat wajah. Saraf dalam otaknya tidak bekerja sama sekali, mereka lebih sibuk memilih dan menyusun kata-kata terbaik untuk dilontarkan pada Yerin nanti agar gadis itu tak salah paham.

"Tunggu, Park Yerin aku, tidak-"

Semuanya belum terjadi, namun gadis tersebut sudah beranjak dan berlari secepat kilat meninggalkan Soobin sendirian dengan segala ketidak-beraturan dalam otaknya. Kau memang selalu membuatku terkena serangan jantung kapan pun dan dimana pun.

***

Dari semua orang yang pernah ditemui Soobin di sekolah, hanya Ahjussi penjaga kebun yang selalu bersedia menemani dan senang sekali mendengarkan semua cerita Soobin.

Ahjussi segera menghentikan tangannya yang sibuk dengan daun-daun begitu melihat Soobin berdiri di hadapannya. Dia tersenyum, menyuruh Soobin untuk duduk di bangku taman. "Ada apa? Bagaimana gadismu itu hari ini?"

Jelas saja Ahjussi tahu Soobin akan membahas Yerin jika wajah pemuda itu sudah semurung ini. Tidak seperti saat pertama kali mengenal Yerin, akhir-akhir ini Soobin selalu membawa kabar buruk tentang gadis pujaannya. Terakhir kali dia mendengar kalau Yerin pernah mengurung diri selama dua jam di dalam toilet sekolah. Dan itu membuat Soobin gelisah setengah mati, takut jika sesuatu telah terjadi pada gadis itu sedangkan dirinya tidak bisa melakukan apa pun, hingga pada detik terakhir saat dia memutuskan untuk masuk saja ke dalam toilet wanita, tanpa diduga Yerin keluar dari sana, lengkap dengan mata sembab dan pandangan yang kosong.

Soobin menghela napas. Pandangan pemuda itu terarah pada tanah kering di bawah sana. "Dia mencoba menyakiti dirinya lagi," ujarnya lesu, mencoba menjawab pertanyaan tadi.

Ahjussi terbelalak mendengar penuturan Soobin. "Menyakiti diri?" ulangnya. Lalu kemudian ia terdiam. Merasa kasihan dan bingung juga. "bagaimana bisa?"

Soobin menggeleng pelan. Dia juga ingin tahu kenapa Yerin sampai berbuat sejauh itu. Bahkan di hari itu semuanya baik-baik saja, tak ada tangisan tiba-tiba atau wajah pucat setelah keluar dari toilet. Benar-benar indah. Soobin bahkan melihat Yerin tersenyum begitu manis dan tulus ketika seorang adik kelas tak sengaja menjatuhkan barang-barang Yerin lalu meminta maaf.

Sepanjang hari itu dia tak pernah berhenti merasa senang, senyuman Yerin bagai sebuah peluru yang tertanam langsung di kepalanya, tak bisa dihindari atau dilupakan begitu saja. Terlalu indah. Tapi sayang semua tak bisa berlangsung lama.

Matahari sudah hampir terbenam. Hujan mengguyur tepat sebelum seluruh siswa sempat melarikan diri dari area sekolah. Tak ada yang menduga hujan akan turun di saat hari terasa begitu panas. Membuat sebagian besar penghuni sekolah memilih menunggu karena tidak membawa payung—tak ingin berakhir basah kuyup.

Tapi Yerin tetap saja Yerin. Gadis itu sepertinya tidak pernah ingin melakukan hal sama dengan orang lain. Tanpa menyiapkan perlindungan apapun Yerin berlari menembus hujan, lalu terpaksa Soobin juga mengikuti perbuatan Yerin di belakang. Padahal hujannya lebat sekali, air yang berjatuhan terasa perih saat menyentuh kulit, dan dingin sekali rasanya.

Syukurlah Yerin langsung berhenti berlari saat hampir sampai di zebra cross, menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Namun belum juga Soobin sampai menyusulnya, gadis itu sudah bergerak lagi, padahal lampu merah belum muncul, dan jelas-jelas Yerin tahu dengan hal tersebut—ia melihat gadis itu manatap lampu jalan sebelum melangkahkan kakinya kembali.

Menyaksikan hal tersebut, Soobin mempercepat langkah. Dia panik luar biasa melihat Yerin dengan sengaja menerjang jalan yang masih dipenuhi kendaraan berlalu-lalang.

Gadis itu sepertinya sudah kehilangan akal sehat. []

Hopeless Shadow || TXT SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang