Chapter 51 - Shouldn't Be Here

160 40 32
                                    

September, 2016

Tungkai Yongbin melangkah lemah menaiki tanjakan bukit berwarna hijau. Napasnya terengah, bukan hanya karena lelah yang dirasa, namun juga sebab rasa lara yang menyesakkan dadanya.

Begitu menginjakkan kaki di puncak, dia berhenti sejenak, menatap gundukan-gundukan tanah yang menyembul di sana sini, berjajar rapi. Semuanya sudah diselimuti rumput liar, yang entah siapa telah memangkasnya hingga memiliki ukuran yang serupa.

Kecuali satu gundukan di ujung sana, belum ada satu rumput liar pun yang tumbuh, masih segar, seolah baru digali kemarin sore. Satu buket bunga berwarna putih tersimpan di sampingnya, mulai mengering.

Yongbin berjalan mendekat, matanya berair tatkala membaca tulisan pada batu yang tertancap di atas gundukan tanah tersebut.

'Beristirahat dengan tenang di tempat ini, Lee Aeri.'

Tenaga di kakinya melemah, secara spontan membuat dirinya ambruk ke bawah, tak kuasa menahan pilu.

Kenapa? Padahal dua bulan lalu mereka masih tergelak bersama. Kenapa tiba-tiba sekarang dia sudah terkubur begitu saja di bawah tumpukan tanah yang dingin ini?

"Aeri sudah meninggal sebulan yang lalu, Yongbin. Kau dari mana saja? Sampai hari terakhirnya, Aeri masih bertahan menunggumu."

Awalnya Yongbin tak percaya, tapi melihat Hayoung menangis sampai tersedu-sedu, dia akhirnya tahu semua itu bukan kebohongan.

"Seminggu setelah liburan musim panas dimulai, orangtua Aeri datang mengunjunginya. Mereka mengetahui kehamilan Aeri dan marah besar. Ayahnya mengamuk sampai membuat keributan dan disaksikan semua orang di flat. Aeri digusur keluar, dipaksa untuk menggugurkan kandungannya."

Kepala Yongbin pening membayangkan kemelut yang terjadi di hari itu, sementara dirinya tak mampu hadir mendampingi Aeri, hanya dapat terkungkung sendirian di dalam kamar.

"Aeri bersikukuh menolak keinginan orangtuanya, sampai akhirnya dia mengalami pendarahan hebat." Hayoung memegangi dadanya, isakan gadis itu membuat dia kesulitan bernapas. Dia menenangkan diri sebentar, kemudian melanjutkan, "semua orang panik, aku ikut bersama mereka saat Aeri dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang, karena Aeri masih terlalu muda, kehamilannya itu sangat beresiko, kemungkinan ibu dan bayinya selamat itu sangat sedikit. Kedua orangtua Aeri memohon agar menyelamatkan Aeri saja dan merelakan bayi yang dikandung. Tapi saat tenaga medis itu keluar dari ruang operasi, mereka membawa kabar kalau yang selamat ternyata adalah bayinya." Hayoung tak henti tersedu-sedan. "Aeri meninggal setelah dia melahirkan bayinya."

Yongbin terisak di tempat peristirahatan terakhir gadis itu. Menyesal tidak bisa terus menemaninya seperti yang sudah dia janjikan. Merasa bersalah telah membuat gadis itu menunggunya resah mengharapkan kabar. Hingga akhirnya gadis itu harus pergi sendirian tanpa sempat menanti dirinya mengantarkan.

Kalau sudah begini, apa yang bisa dia lakukan? Membongkar tumpukan tanah dan menggambil kembali Aeri untuknya, mustahil dilaksanakan. Dia hanya mampu merunduk mengalirkan air mata. Mengucapkan kata-kata ampunan dan penyesalan.

"Maafkan aku, Aeri. Padahal aku bilang akan terus menemanimu. Tapi saat kau betul-betul memerlukan seseorang, aku malah tidak ada. Aku memang tak berguna."

Dadanya terlalu sesak untuk mengucapkan apa-apa lagi. Tangannya mengepal kuat. Kalau saja dia bisa menjaga gadis ini lebih baik, pasti dia tidak perlu kehilangan satu orang lagi di hidupnya. Andai dia bisa bebas melakukan segala hal yang dia mau tanpa harus terkekang oleh apa pun.

Namun, mau menyalahkan orang lain pun untuk apa? Yang paling bersalah di sini adalah dirinya. Dia sendiri yang tak mampu berbuat sesuatu dan hanya terdiam seperti manusia tanpa guna.

Hopeless Shadow || TXT SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang