"Aku ingin bertemu denganmu, Choi Soobin."
Seolah baru saja disentak oleh ribuan volt listrik, Soobin seketika mendongakkan wajah. Iris pemuda itu melebar. Telinganya tidak salah dengar, gadis dalam pelukannya itu memang menyebut namanya.
Merasa kebingungan, dia mundur, melepaskan pelukan, "kau, bisa melihatku?" tanyanya, menunjukkan wajah penuh pertanyaan.
Tidak ada jawaban apapun untuk menanggapi pertanyaan tersebut. Keningnya berkerut. "Hei?" Soobin menyentuh pundak gadis itu, dan tentu saja tangan itu hanya menembusnya. "Tolong jawab aku, kau bisa melihatku?"
Masih tidak ada jawaban. Yerin sepertinya memang benar-benar tidak bisa melihat Soobin.
Beribu pertanyaan menyerang kepalanya saat ini. Soobin yakin sekali Yerin memanggil namanya tadi. Jadi gadis itu mengenalnya saat masih hidup? Kapan? Dan apa hubungan mereka? Kenapa dia terlihat begitu sedih dan mengatakan ingin bertemu dengannya. Apa gadis itu orang yang selama ini belum menerima kepergiannya?
Soobin merasa frustasi karena tidak bisa mengingat apapun.
Kini dia melihat gadis itu mengangkat wajah, mengusap air mata dengan kedua tangan. Setelah melakukan itu dirinya segera berdiri, melangkahkan kaki keluar dari tempat tersebut dan menuruni tangga.
Soobin yang pikirannya masih belum bisa mencerna apapun otomatis hanya mengikuti di belakang, membuntuti gadis tersebut memasuki kamarnya. Soobin ingin menggunakan kesempatan tersebut untuk mengenal Yerin lebih dalam.
Dia pikir dia sudah mengenal gadis itu dengan baik, tapi ternyata, sama seperti ingatannya yang menghilang, dan sama seperti dia yang tidak mengenal diri sendiri, Soobin tidak tahu apa pun soal gadis itu. Dia bahkan tidak tahu kalau Yerin sudah mengenalnya saat masih hidup. Bodoh sekali memang.
Yerin tengah membersihkan diri di kamar mandi, sementara Soobin termenung di tempat tidur gadis itu, kembali mempertanyakan eksistensi.
Siapa dirinya? Siapa gadis itu sebenarnya? Kenapa dia tidak ingat sama sekali.
Kepala sialan. Kenapa tidak ada satu ingatan pun yang datang, mau seberapa keras dia berpikir, kenangan selama ia hidup tidak juga muncul dalam memorinya. Dia juga tidak punya seseorang untuk ditanyai soal hal ini.
Saat sedang meruntuki diri, ekor mata Soobin tidak sengaja melihat satu hal menarik di atas meja belajar Yerin. Secarik foto yang terselip dalam sebuah buku. Soobin mendekat agar bisa melihat lebih jelas.
Foto itu hanya menunjukkan setengah potongannya. Dia bisa melihat sebagian wajah yang dia kenal dalam foto tersebut, mereka adalah murid-murid di kelasnya, tapi beberapa dari mereka terlihat sedikit lebih muda. Soobin ingin melihat bagian lain dari foto tersebut, namun terhalang oleh buku yang tertutup.
Soobin menggerakkan tangannya, mencoba membuka. Percobaan pertama, gagal. Kedua, gagal lagi. Ketiga, keempat, kelima, dan keenam, semuanya gagal. Hingga belasan kali pun tetap gagal. Soobin mengumpat marah, ingin menyerah tapi rasa penasarannya lebih tinggi dari itu. Dia meyakinkan diri sendiri kalau dia bisa membuka buku tersebut. Jadi sekali lagi, sambil menutup mata, dia mengerahkan seluruh harapan dan tenaga demi membuka buku tebal tersebut.
Dan berhasil.
Soobin menjerit kesenangan. Tidak menyangka usaha itu akhirnya membuahkan hasil.
Matanya segera dia tujukan pada foto yang ternyata sudah ditempel dalam buku tersebut, namun sebagian sudah terkelupas karena lemnya tidak terlalu kuat. Dalam buku tersebut terdapat tulisan tangan besar, tepat di atas frame foto, "Tahun pertamaku di SMA," tulisan yang dicetak tebal, sepertinya gadis itu yang menulis ini.
Di bawah frame foto tersebut tertulis catatan kecil.
"Aku tidak menyangka kalau kita akan dipertemukan di kelas yang sama. Ini adalah foto pertama kita—Aku dan kamu, bersama dalam satu frame."
Soobin menatap foto yang hampir terlepas itu. Tidak salah lagi, mereka adalah teman sekelasnya. Sesuai dengan informasi yang diberikan Yerin di buku tersebut, sepertinya foto ini diambil ketika mereka berada di tahun pertama.
Dia menatap lebih dalam bagian foto yang terhalangi buku tadi, ada wajah gadis itu yang tersenyum kaku—rambutnya diikat kepang menjadi dua, dilampirkan di kedua bahu, terlihat manis sekali.
Tepat di atas gadis tersebut Soobin melihat wajah yang sangat ia kenali, wajah dirinya sendiri, tengah tersenyum lebar menunjukkan kedua lesung pipi, menatap ke arah kamera.
Tunggu! Dia pikir Yerin hanya murid baru, namun mereka sudah satu kelas sejak tahun pertama? Ingatan yang salah atau bagaimana?
Soobin menyampingkan pikiran itu sejenak, dan menatap anak-anak lain di foto tersebut. Jadi mereka benar-benar satu kelas dengannya saat dia masih hidup? Itulah kenapa dia tidak merasa asing saat berada di kelas, karena dia sudah terbiasa ada di kelas tersebut bersama orang-orang yang sama. Jadi itu juga alasan kenapa Yerin bisa mengenalnya, karena mereka teman satu kelas.
Tahun pertama.
Kalau tidak salah, mereka sekarang ada di tahun ke dua. Berarti foto tersebut diambil satu tahun lalu, dan itu berarti dirinya masih hidup saat itu, dirinya belum mati terlalu lama. Soobin merasa sedikit lega setelah mengetahui secuil fakta tentang kematiannya.
Lalu apa yang membuatnya mati? Dan kenapa semua orang di kelas tidak pernah mengungkit tentang itu—dia tidak pernah mendengar gosip apapun tentang dirinya yang sudah mati di kelas. Apa mereka sudah melupakannya begitu saja, dan hanya Yerin yang masih mengingat dia sampai saat ini?
Kenapa hanya Yerin? Hubungan macam apa yang ia miliki dengan gadis tersebut, hingga membuat Yerin terpuruk seperti ini setelah ia pergi. Hal-hal itu masih belum ia temukan jawabannya.
Soobin terkesiap saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. Gadis itu keluar dari sana mengenakan piyama lucu berwarna pink, berjalan ke arahnya. Menemukan buku yang terbuka dan menunjukkan foto bersama teman-teman sekelas, Yerin duduk di kursi, menatap foto tersebut. Dia menyentuhnya pelan, mengelus-elus bagian yang menunjukkan wajah Soobin yang tengah tersenyum manis, sementara dirinya terlihat seperti ingin menangis.
Gadis itu lalu menutup buku tersebut dalam sekali gerakan, membawanya ke tempat tidur. Berbaring di sana sambil memeluk benda kotak itu dan bergumam sedih, "aku ingin bertemu denganmu lagi."
Ekspresi Soobin kembali murung melihat gadisnya yang seperti itu, dia mendekat, mengelus kepala Yerin pelan, "hei, jangan sedih. Aku ada di sini."
***
Setelah menemani Yerin menangis dalam tidurnya, dan menemukan gadis itu akhirnya bisa terlelap juga, Soobin memutuskan untuk pergi dari tempat gadis itu. Mencari potongan ingatan tentang dirinya sebelum meninggal dunia.
Target pertama Soobin adalah sekolah, tempat di mana selama ini dia berkeliaran. Dia tidak bisa menemukan apapun lagi di tempat Yerin selain foto mereka di tahun pertama. Mungkin dia bisa menemukan ingatan lain di sekolah. Ah benar, dia juga ingin menanyakan sesuatu kepada Ahjussi, berharap beliau ada di sana saat ini.
Belum saja dia sampai di tempat tujuan, langkah Soobin terhenti saat ingatan tadi sore menyeruak di kepala. Teringat akan perkataan nenek tua yang berkata bahwa Soobin akan menghancurkan hidup Yerin. Tadinya dia merasa kesal akan hal itu sebab tentu saja dia tidak akan pernah melakukan hal seperti itu pada gadisnya.
Sekarang, setelah mengetahui gadis itu menangis karenanya, Soobin jadi penasaran dengan maksud dari perkataan nenek tua itu.
Secara kebetulan Soobin kembali bertemu dengannya—sedang meringkuk di sisi toko kelontong yang sudah tutup. Nenek langsung bangkit saat merasakan keberadaan Soobin di hadapannya. "Apa yang kau inginkan?" sentaknya, terlihat ketakutan.
Soobin menghela napas dan memutar bola mata, tanpa basa-basi dia langsung menyahut, "aku hanya penasaran dengan apa maksudmu aku akan menghancurkan hidup gadis itu?"
Nenek itu kini sudah terlihat tenang, namun tetap menjaga jarak, "kau penasaran?" tanyanya. Lalu tertawa miris, "tidakkah kau lihat sendiri gadis itu berusaha menghentikan hidupnya? Itu semua salahmu, kau sudah merenggut semua aura positif dari gadis itu." Dia menunjuk-nunjuk wajah Soobin dengan marah, lalu melanjutkan, "sebab itulah, menjauh darinya!" []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Shadow || TXT Soobin
Fanfiction[romance, angst, brothership] Park Yerin itu kesepian. Sebab itulah Choi Soobin akan selalu mengikutinya ke mana pun seperti sebuah bayangan. Namun Soobin juga agaknya tidak menyadari, bahwa selama ini dialah yang paling kesepian. ** "Apa kau tahu k...