Winter. End of February, 2017
Katanya, rasa lelah yang berlebihan mampu membuat seseorang tertidur lebih lama dari waktu normal.
Semenjak dirinya pindah demi menemui dan agar lebih dekat dengan Yongbin, Soobin memang tak pernah mendapat waktu tidur normal seperti orang-orang biasanya. Dalam sehari, paling lama Soobin hanya akan tidur sebanyak lima jam, itupun bisa diperoleh saat dia sedang libur bekerja. Kalau beruntung, dia akan mendapat satu jam tambahan kala jam istirahat di sekolah, yang tentu saja kualitasnya tak sebagus seperti ketika tidur di rumah. Selebihnya, tak ada waktu tidur tambahan lagi.
Sebab itulah Soobin tak pernah mendapatkan mimpi apa pun saat sedang terlelap—saking lelahnya. Entah itu mimpi indah, buruk, atau bahkan mimpi yang dibuat-buat sendiri sekali pun, Soobin tak pernah mengalami semua itu lagi. Atau, memang dia tidak ingat saja? Entahlah. Tidak tahu yang mana yang betul, yang pasti, Soobin sudah lupa bagaimana rasanya menjelajahi dunia mimpi.
Namun akhir-akhir ini malah sebaliknya. Soobin jadi sering sekali bermimpi.
Sejujurnya Soobin sendiri masih ragu untuk menyebut semua yang dialaminya sebagai mimpi. Sebab terkadang rasanya nyata sekali, seperti betulan terjadi. Di sisi lain, mau dikata rill pun nyatanya tidak serill itu juga, ada kalanya dia hanya mendapatkan potongan-potongan pendek, kejadianya terlalu acak, dan sekuensinya juga tidak jelas. Makanya dia lebih condong kepada asumsi bahwa yang dia alami itu hanya mimpi saja.
Walaupun begitu, Soobin masih penasaran, kenapa mimpinya terasa sangat panjang? Soobin tidak ingat dia pernah bangun. Atau memang sudah bangun tapi kemudian mimpinya berlanjut saat dia terlelap lagi? Lalu kenapa rasanya bisa senyata itu? Soobin bisa merasakan semua emosi yang terjadi. Kesedihan, kebahagiaan, terasa begitu jelas. Anehnya, kejadian tepatnya bagaimana, semua itu malah terlihat kabur.
Kali ini pun Soobin kesusahan menaksir apa yang sedang dicecap. Sebelum ini, kalau dia tidak keliru, dia tengah bertanya sesuatu pada seseorang yang berada beberapa meter jauhnya, berteriak dengan isi kepala yang dipenuhi pertanyaan. Jangan tanya apa yang dia tanyakan, dan siapa orang yang ditanya itu, Soobin tidak ingat.
Kenapa bisa begitu, ya? Padahal sebelumnya terasa sangat nyata. Kenapa dia tiba-tiba lupa?
Belum menemukan jawaban dari rasa penasaran, Soobin malah dialihkan ke mimpi lain. Betul. Dia beranggapan kalau yang satu ini juga mimpi. Bukan hanya karena dia yang mendadak tidak ingat, juga karena segalanya terlihat hitam, Soobin tak dapat melihat apa-apa. Kendati demikian, dirinya masih mampu dengan jelas mendengar suara dari dua orang pria yang tengah berbincang sambil bisik-bisik.
"Sudah berapa lama dia tidak sadar seperti itu?"
"Kalau tidak salah sudah dua minggu."
"Oh, iya betul, aku ingat sekarang. Dua minggu lalu kau minta seseorang menggantikanmu sebab kau izin cuti, 'kan? Baru beberapa hari, kau tiba-tiba sudah muncul lagi dan membawa anak ini."
"Betul. Aku pergi ke sana untuk mengunjungi keluarga dan kawanku. Tahu-tahu aku malah bertemu anak ini dan harus balik berkerja."
"Sayang sekali. Padahal kapan lagi kau dapat cuti? Kenapa tak kau biarkan saja dia di sana."
"Maunya begitu, tapi aku kasihan. Ditambah, kawanku yang menemukannya bakal kewalahan kalau anak ini tetap di sana. Jadi aku terpaksa kemari untuk mengembalikan anak ini dan berniat pulang lagi melanjutkan liburanku. Sekarang aku malah harus menjaganya seperti ini sampai dia bangun."
"Sudah nasibmu itu," balas satu di antara pria itu, agak menertawakan. "Tapi kebetulan sekali. Soalnya, sehabis pulang dari Jepang, Pak Namjoon sebenarnya langsung mencari anak ini lagi. Ternyata dia ada di kotamu, lalu kawanmu menemukannya tenggelam, untung saja kau mengenalinya dan langsung dibawa kemari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Shadow || TXT Soobin
Fanfic[romance, angst, brothership] Park Yerin itu kesepian. Sebab itulah Choi Soobin akan selalu mengikutinya ke mana pun seperti sebuah bayangan. Namun Soobin juga agaknya tidak menyadari, bahwa selama ini dialah yang paling kesepian. ** "Apa kau tahu k...