Episode 4 - The Golden Tricks

57 10 0
                                    

~ Tipuan adalah cara damai meraih hati Pangeran... atau sebaliknya?  ~

Pekerjaan.

Alasan yang menyebabkan Avelia sekarang berdiri di sini, di antara puluhan pelamar kerja. Tadinya sih duduk... tapi kemudian ia dipaksa berdiri setelah dipelototi dan diusir oleh dua orang gadis yang sedari tadi menyindirnya. Hanya karena sepatu yang dikenakan Ave bukan berjenis high heels seperti yang mereka pakai, kedua nenek sihir bertampang gadis cantik itu berhasil mengusir Ave dan seorang pria muda yang duduk di sebelahnya. Berulangkali mereka mengeluh di depan Ave dan pria muda itu. Awalnya nada bicara mereka cukup pelan dan santun, tapi lama-lama mereka bicara nyaris seperti berteriak marah 'Mbok ya lo-lo pada berdiri, gantian kenapa?'

Iiih, siapa suruh memakai sepatu setinggi itu untuk melamar kerja? Apakah tiap calon karyawan di bagian administrasi biasa harus pakai high heels tiap hari? Mereka itu melamar kerja atau mencari suami? High heels setinggi itu tentu sangat menyakitkan saat dipakai. Bisakah mereka menyelesaikan wawancaranya dengan baik kalau kaki terasa sakit? Entahlah, Ave tak peduli dan tak mau tahu. Mungkin itulah standar mereka. Pakai high heels supaya kelihatan canggih, supaya terpilih dan bisa diterima. Sementara menurut Ave, sepatu tinggi itu bukan high heels tapi high hell!!

Ave mengangkat bahu. Untuk apa sibuk memikirkan orang lain? Dia sedang menjalankan misi. Pakaiannya dipilih sesederhana mungkin. Hanya satu kemeja putih biasa yang dilapisi blazer warna pastel dengan rok hitam sampai lutut. Saat keluar dari rumah, Ave tak membawa banyak pakaian. Hanya beberapa yang berjenis kasual. Lebih pantas untuk dikenakan sehari-hari atau sekadar jalan-jalan. Untuk pulang, Ave segan. Masak belum seminggu dia sudah pulang lagi? Papa akan menertawainya nanti. Untungnya, Tiar bersedia meminjamkan satu stel pakaian yang memang biasa digunakannya saat melamar pekerjaan dulu.

"Udah berapa kali lo pake ini, Yar?" tanya Ave saat menyetrika pakaian. Saat itu Tiar berkunjung ke apartemen, membuka kamarnya dan Jaya yang terkunci agar Ave bisa memakai pakaiannya.

Kepala Tiar miring sedikit. Mengingat. "Entahlah. Sekitar 10 atau 15 kali."

"Untuk melamar kerja?" tanya Ave. Tiar mengangguk.

"Dari semua wawancara itu berapa kali diterima?" tanya Ave lagi. Tangannya meraih gantungan baju, memasukkan pakaian untuk digantung.

"Satu kali! Waktu gue diterima kerja di studio. Itu juga cuma gue pake sebentar. Habis itu pemilik studio olahraga itu mau liat cara gue ngelatih. Pake baju training. Jadi ya nyaris gak pernah sih." Tiar menggeleng-geleng sejenak, sebelum kembali asyik menekuri ponselnya.

What??

Ave memandangi pakaian yang baru disetrikanya itu. 15 kali melamar dan tak ada satupun diterima? Dan besok ia memakainya...

Tapi akhirnya Ave tetap memakainya. Ia tak punya pilihan. Ia harus bisa berbaur menjadi orang biasa dan tidak boleh mencolok, seperti pesan Natty. Ia berhasil. Malah mungkin terlalu berhasil. Saat tadi membanding-bandingkan, Ave merasa penampilannya paling sederhana di antara semua pelamar. Begitu melihat mereka, Ave langsung kehilangan kepercayaan diri. Ia tak lagi yakin bisa diterima bekerja.

Setiap sudut lobby yang ada kursinya sudah diduduki orang. Hampir semuanya memegang map dan isinya pasti CV. Satu demi satu mereka dipanggil, hingga tiba saat makan siang. Seorang perempuan cantik keluar dari ruangan yang tadi dimasuki para pelamar kerja yang dipanggil secara bergantian. Ia menyebarkan senyuman manis sebelum akhirnya memberitahu pengumuman.

"Mohon perhatian sebentar, semuanya. Karena hampir pukul dua belas, para penguji akan istirahat dan makan siang dulu. Bagi para calon pelamar yang belum dipanggil bisa istirahat dan makan siang di ruang cafetaria karyawan di lantai dasar. Interview akan dilanjutkan tepat pukul satu. Siapa yang tidak hadir tepat waktu akan didiskualifikasi. Terima kasih."

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang