Episode 35 - Love Territorial

117 21 0
                                    

~ Penting! Klaim daerah teritorial cinta sebelum diklaim orang lain. (Zaid) ~

Tapi Zaid tak pernah menyangka kalau mengejar cinta Ave tak semudah dugaannya. Setelah mengambil keputusan tergesa-gesa untuk memindahkan Ave ke departemen Creative, sekarang ia mulai menyesali keputusan itu.

Ave bahkan sempat marah dan mereka sempat perang dingin lagi.

"Salah Ave apa sih, Pak? Karena Ave gak nyerahin proposal on time?" tanya Ave di hari ia menerima email pemberitahuan penugasan barunya.

Zaid sendiri sempat melupakan keputusannya itu. Sepanjang akhir pekan, ia terlalu menikmati hari-hari menyenangkan bersama Ave. Padahal tak banyak yang mereka lakukan. Hanya makan bersama, jalan-jalan, nonton televisi dan sisanya mengobrol santai. Lebih tepatnya membiarkan Ave mengoceh dan ia mendengarkan.

"Bukan itu, Ve," tukas Zaid.

Ave meletakkan sebuah USB di atas meja Zaid. "Itu proposal yang Bapak minta. Ave minta waktu karena ingin menyelesaikannya dengan baik. Gak asal-asalan."

Zaid menatap USB itu lalu kembali menatap Ave. "Ve... Bukan itu. Di Creative, kamu bisa mengembangkan potensimu. Kamu bisa lebih fokus melakukan sesuatu yang bisa jadi skill-mu," kata Zaid menjelaskan.

"Bukan karena Bapak gak mau liat Ave lagi? Karena Ave nolak Bapak?" cecar Ave. Bibirnya mulai cemberut.

Zaid tertawa masam. "Apa menurutmu saya sepicik itu, Ve?"

Ave tahu, ia sudah menyinggung harga diri Zaid. Gadis itu memilih diam.

"Kamu boleh bilang apapun. Tapi di kantor, kamu hanya Avelia. Staf saya. Sama seperti Jenny, Hazmi, Denny, Akbar, Pak Wiryo... Tidak lebih dari itu. Saya minta kamu juga profesional sedikit, Ve. Kamu kira setelah saya mengakui perasaan saya sama kamu terus kamu bisa seenaknya? Saya tidak akan duduk di kursi ini, kalau saya tidak bisa membedakan perasaan pribadi dengan pekerjaan. Atau kamu mau mencoba rasanya dipecat hanya karena tak bisa membedakan kedua hal itu?" tanya Zaid dengan suara pelan mengancam.

Hanya mata Ave yang seperti ingin merajam, melawan tatapan tajam Zaid, melawannya tanpa kata. Lalu gadis itu berbalik, meninggalkan ruang kerja Zaid.

Tanpa pamit, hari itu juga Ave pindah ke kantor departemen Creative. Perang dingin mereka pun terulang lagi. Sepanjang minggu itu, Ave melayani Zaid sebagai koki tanpa interaksi sama sekali. Berulangkali Zaid memancing obrolan, tapi Ave selalu menghindar. Uniknya, mereka tetap pergi dan pulang kantor bersama. Hanya bedanya tak ada obrolan sehangat biasanya.

Siapa sangka, di kantor barunya, Ave dengan mudah diterima. Para staf pria langsung jatuh hati pada gadis periang dan humoris itu.

Tak sampai seminggu, suara tawa selalu memenuhi ruang kerja departemen Creative, yang berbanding terbalik dengan departemen Manajemen yang kini terasa sunyi sepi.

"Gak ada orang di luar, Jen?" tanya Zaid saat tengah menandatangani beberapa dokumen.

Jenny hanya tersenyum masam. "Ada, Pak. Lengkap."

Zaid mengangkat kepalanya. "Tapi kok sepi?"

"Gak ada Ave, Pak. Makanya sepi," sahut Jenny sambil menarik kembali semua dokumen yang sudah ditandatangani.

Wajah Jenny kembali seperti dulu sejak Ave pindah. Suram dan tak banyak senyum, lalu ia berlalu dari hadapan Zaid. Meninggalkan pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi sambil menghela napas.

Makanya Zaid beralasan ingin meninjau cara kerja tim Creative. Ia sengaja meminta Hazmi untuk bersiap mengikuti rapat rutin tim Creative. Ia ingin menemukan alasan yang tepat agar bisa membawa gadis pujaan hatinya kembali ke Manajemen, tanpa menyinggung perasaan Ave. Ia mulai merindukan candaan dan rayuan gadis itu. Mungkin juga Ave tak betah di kantor barunya hingga ia mengibarkan bendera perang. Itu artinya kalau ia ingin membawa gadis itu kembali, pasti takkan ada masalah.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang