Episode 31 - Painting on His Face

46 10 0
                                    

~ Mengubah wajah tanpa ekspresi itu gampang, gambar saja! (Ave) ~

"Semua sudah beres."

Hanya itu yang dikatakan Zaid saat Ave menemukannya duduk di ruang kerjanya memeriksa laptop. Hazmi dan Jenny juga tak terlihat lagi.

"Mereka sudah pulang," jawab Zaid pendek, tanpa mengangkat kepalanya.

Bibir Ave mengerucut. "Kok disuruh pulang sih, Pak? Kan hari ini juga bukan hari kerja."

Kali ini kepala Zaid berpaling menatap Ave. "Mereka yang pengen buru-buru pulang. Justru karena hari ini bukan hari kerja." Lalu ia kembali menatap laptopnya. Ekspresi masih datar.

Masih banyak pertanyaan yang ada di benak Ave. Misalnya... Kenapa Zaid kembali begitu cepat dan bukannya tidur di kamarnya sendiri, malah muncul dari dalam mimpi Ave? Ups, salah! Malah tidur di tempat tidur Ave. Benar kalau seluruh rumah ini dan paviliun juga termasuk properti pribadinya. Tapi selama Ave bekerja di sini, paviliun itu jadi wilayah pribadi Ave.

Tapi melihat Zaid tampak sibuk dan sepertinya tak menganggap peristiwa tadi pagi sebagai sesuatu yang luar biasa, Ave mulai ragu. Hanya saja, kakinya terasa berat untuk keluar.

Insting Zaid yang mengatakan kalau Ave ingin bicara, membuat pria itu mengangkat kepalanya lagi. Terngiang kembali kata-kata Natasha semalam. Perlahan ia tersenyum pada Ave. "Ada apa lagi?"

Senyum senang muncul di wajah Ave dan ia mendekati meja Zaid. "Bapak... marah ya sama Ave? Kok mendadak pergi menghilang begitu saja?"

Masih dengan senyuman, Zaid menggeleng. "Saya memang ada urusan di sana," dusta Zaid.

Dengan tatapan tulus Ave mengangguk percaya, ia menghela napas lega. "Syukurlah. Ave kira Bapak marah gara-gara Ave bilang gak cinta sama Bapak."

Senyuman Zaid mulai menghilang.

"Eh... tapi Ave suka kok sama Bapak. Suka... Suka... "

"Suka?"

"Iya suka sebagai cowok. Suka sebagai teman. Pokoknya Ave suka Bapak." Lalu Ave menunduk. "Cuma Ave belum tau apa Ave cinta sama Bapak apa enggak."

Zaid hanya diam menatap Ave. Ia mulai mengerti. Tentu saja. Ave benar. Hubungan mereka hanyalah hubungan atasan dan bawahan, juga persahabatan. Meski tak bisa juga dibilang terlalu bersahabat.

Ave mendekat ke meja. Tangannya mengibas-ngibas. Mendadak wajahnya terasa panas. Tapi Ave memberanikan diri. "Kita kan baru saling kenal. Bapak gak tau Ave. Ave juga belum kenal Bapak dengan baik. Ave ini di sini hanya tukang masak, di kantor pun cuma karyawan magang. Siapa tau juga Bapak sebenarnya cuma iba dan mungkin juga karena capek ngadepin Ave. Bisa apa aja. Tapi bukan karena... cinta."

Ingin sekali Zaid menjelaskan, sebagai seorang pria dewasa, ia tahu betul membedakan perasaannya. Tapi teringat kata-kata Natasha lagi, Zaid tak lagi berani membantah Ave. Melihat Ave menangis, hatinya benar-benar tidak enak. Apalagi karena dirinya yang menyebabkan. Sekarang ia hanya bisa mengikuti pemikiran gadis ini untuk bisa membuatnya mengerti dirinya sendiri.

"Dulu kan Bapak juga yang melarang Ave untuk jatuh cinta sama Bapak. Bapak sendiri yang bilang kalau pacaran di kantor itu artinya gak profesional," ujar Ave mengingatkan.

Zaid mengangkat tangan. Seketika Ave menutup mulutnya. Apalagi nih yang salah?

"Saya tidak pernah berniat pacaran sama kamu, Ve."

Tubuh Ave serasa membeku. Ia menatap lurus Zaid. *Lalu apa arti ciuman itu? *

Melihat raut wajah Ave berubah, Zaid menatapnya lekat-lekat. "Saya... ingin menikahimu."

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang