Episode 16 - The Stolen Heart

65 11 0
                                    

~ Sebelum kau sadari, hatimu sudah bukan milikmu ~

Avelia tak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Ia puas melihat reaksi terkejut dari boss angkuhnya yang dingin.

"Bapak kenapa?" tanyanya pura-pura polos.

Zaid menoleh, menatap tajam padanya. "Kamu jatuh cinta sama siapa?" tanya Zaid.

Avelia mengangkat bahu. "Dengan siapa itu memang apa hubungannya dengan Bapak?" tanyanya balik.

Zaid tak lagi bertanya. Ia tak ingin tahu jawaban Avelia saat ini. Ave benar- Itu urusan pribadinya. Ia tak berhak memaksa gadis itu menjawab pertanyaannya. Maka Zaid memilih menstarter mobil kembali dan mengemudi tanpa sepatah katapun.

Sementara di sampingnya, Avelia tampak tenang.

Tak perlu kuatir, Ave. Kamu punya Natty dan Elang, bisik hati Ave.

Ave mulai merasakan kebenaran kata-kata Natty. Ia cukup menjadi diri sendiri saja. Tak ada yang perlu disembunyikan. Andai Zaid memaksa, ia akan menjawabnya dengan 'seseorang yang bukan suami orang'. Tapi karena Zaid memilih diam dan malah sibuk sendiri, Ave pun tetap diam.

Begitu tiba, Zaid juga tampak terburu-buru meraih tas berisi dokumen saat turun dari mobil, sebelum berjalan dengan langkah lebar yang juga sulit dijajari oleh Avelia.

Tapi Ave tak peduli. Ia berhasil membuktikan kalau menjadi dirinya sendiri tidaklah buruk. Ia bebas mengekspresikan perasaan dan gayanya selama ini. Itulah Ave. Ceplas ceplos seenak perutnya, urusan lain belakangan.

Ave tak sedang jatuh cinta, juga tak ingin jatuh cinta pada siapapun. Ia hanya mencintai mimpinya saat ini dan itu yang ingin ia raih. Tapi Zaid terus menerus mencurigainya dan ia harus melakukan sesuatu. Jika saat ini bersandiwara tentang pria yang ia cintai bisa mengakhiri segalanya, maka itu yang akan ia lakukan pada Zaid.

Nanti setelah ini ia akan meminta tolong Elang untuk berpura-pura menjadi kekasihnya dan ia akan mengenalkan pada Zaid. Dengan begitu, hubungannya dengan Ajie takkan lagi dicurigai dan ia bisa bekerja dengan tenang.

Tapi Zaid seperti menghindari Ave begitu masuk studio. Pria itu sibuk berbicara dengan staf-staf yang sedang bertugas, kadang ia sibuk memperhatikan layar kecil yang menampilkan foto-foto yang diambil, lalu mendengarkan sang kameramen yang sepertinya mengeluhkan sesuatu.

Baru saja Ave ingin menanyakan tugasnya, Zaid sudah berbalik meninggalkannya lagi dan kali ini ia bicara dengan seorang model, yang juga artis televisi. Ave tak mengenali artis muda yang cantik itu karena ia memang jarang nonton tv, jadi ia memilih duduk di salah satu kursi panjang dekat pintu, bersama beberapa gadis asisten dan staf. Entah asistennya siapa.

Ave baru saja memeriksa notifikasi ponselnya ketika artis muda yang tadi dilihatnya berbicara dengan Zaid mendekatinya.

"Halo!"

Ave mengangkat wajahnya. "Eh... Halo! Pa... pagi Mbak!" sapa Ave gugup. Dari dekat, ia bisa melihat make-up tebal yang memoles wajah artis itu. Begitu sempurna seperti boneka Barbie.

"Kata Zaid, saya boleh nyuruh kamu beliin minum di kafe depan. Kamu bisa kan?" tanya artis itu lagi sambil mengibaskan rambutnya yang ikal berkilauan itu.

Buru-buru Ave mengangguk. Terserahlah, yang penting ia tak terlihat menganggur. Apa saja boleh.

"Kalo begitu, beliin saya espresso tanpa gula ya! Satu strawberry cake dan... Fifi! Lo mau apa?" tanya si artis pada gadis muda di sebelahnya yang memegangi kipas kecil untuk si artis.

"Cappucinno aja, Teh," sahut si gadis muda yang Ave rasa adalah asisten si artis.

Ave mengangguk, dan ia menerima selembar uang 100 ribu dari artis itu. Ave sempat memanjangkan leher mencari Zaid untuk pamit tapi karena pria itu tak terlihat, ia pun pergi untuk membelikan pesanan.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang