Episode 57 - Crazy Jealousy

27 7 0
                                    

Siapa yang cemburu? Saya hanya ingin tahu dia siapa? (Zaid) ~

Ave membaca pesan masuk di ponselnya. Bahunya merosot lesu. Matanya memandangi layar monitor komputer tanpa ekspresi. Sudah hampir sebulan ia tak menengok keluarga dan teman-temannya. Bahkan mengirimkan laporan keuangan yang menjadi kewajibannya melalui email, tanpa menemui Papa.

[Kapan kamu pulang, Ve?]

Pertanyaan itu dikirim oleh Papa, juga Lily dan Ajie, serta Tiar bahkan Emak dan Ayah Lily. Mereka merindukan Ave dan masakan enaknya. Rumah besar Ajie yang kini menjadi tempat pertemuan keluarga setiap akhir pekan terasa sepi tanpa kehadiran Ave.

Ave juga ingin pulang, tapi belakangan ia kesulitan melepaskan diri dari Zaid. Pria itu bersikap aneh dan Ave tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keinginan Zaid. Sejak Zaid kecelakaan karena dirinya, Ave juga tak ingin meninggalkannya terlalu lama.

Sebuah notifikasi masuk, dan Ave melirik layar ponselnya. Ada pesan dari Lily. Ia membuka dan membaca pesannya.

[Lily: Gue kangen elo, Ve. Kalo lo gak bisa dateng, biar gue aja deh ke kost-an lo!]

"Kalau Lily mau datang, datang saja ke rumah!"

Ave hampir melompat mendengar suara yang begitu dekat di telinganya. Ia melotot pada Zaid yang tersenyum jahil padanya.

"Untung Ave gak lagi pegang palu, Pak!" kata Ave sambil mendengus kesal. Di kantor, Ave tetap menggunakan panggilan 'Pak' untuk Zaid. Ia tak ingin hubungannya dengan Zaid mempengaruhi suasana di kantor.

Alina di sebelahnya tersenyum. Ia terlalu senang melihat wajah Zaid yang bahagia walaupun bukan karena dirinya. Melihat idolanya bahagia, Alina juga merasa bahagia.

Zaid terkekeh, lalu santai ia berdiri setengah bersandar di meja kerja Ave. Sambil melepas kancing lengan baju di pergelangan tangannya, ia berkata, "Aku tahu itu, Sayang! Begini-begini juga kepalaku udah ngerasaain dipentung sama talenanmu."

"Paak!" teriak Ave buru-buru berdiri menutup mulut Zaid.

Terlambat! Alina sudah mendengarnya. Senyumannya lenyap dan ia menyipitkan mata ke arah Ave seakan-akan sedang melempar anak panah pada gadis itu.

Zaid tertawa saat melirik Alina. Tanpa peduli ia menepuk pipi Ave dan melepaskan tangannya. "Justru itu yang bikin aku sadar kalau perempuan itu luar biasa. Talenan aja bisa dijadikan senjata, ha ha ha ha!"

"Bapaaak!"

"Sudah, sudah. Jangan marah lagi! Kalau teman atau kakakmu mau datang, undang saja mereka datang. Hari ini aku ada pertemuan sampai malam dengan klien. Kamu bebas memakai rumah," kata Zaid sambil berlalu, bergerak menuju ruang kerja Pak Bambang.

Ini yang membuat Ave semakin bingung dengan sikap Zaid. Lelaki itu sepertinya tak peduli dengan anggapan para karyawan. Walaupun tak pernah menyentuh di luar kewajaran, Zaid tak mengubah caranya berbicara. Di rumah maupun di kantor, Zaid selalu menggunakan bahasa dan gaya bicara yang sama. Padahal Ave berusaha membedakannya agar teman-teman di kantornya tak bersikap canggung padanya.

Tapi siapa yang belum tahu kalau mereka pacaran di kantor ini? Semua orang sudah tahu dan Ave merasakan beragam respon. Sebagian besar karyawan, terutama di Manajemen dan Creative, menerimanya dengan biasa saja. Tapi di departemen lain, Ave merasakan hal yang lain. Tak semua orang menyukai hubungannya dengan Zaid. Ia bisa membedakannya setelah beberapa kali harus berurusan di luar dua departemen itu. Ave berusaha untuk tidak peduli, tapi ia tak lagi bisa terus menerus seperti itu.

Sekarang, saat Ave berusaha menjaga jarak, Zaid malah sebaliknya. Ruang direktur utama seakan-akan pindah karena Zaid. Nyaris setiap hari Zaid berada di departemen Creative, kadang menggunakan ruang meeting, kadang berjam-jam berada di ruangan Pak Bambang. Hal ini membuat staf Manajemen terpaksa bolak-balik dari lantai 8 ke lantai 7.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang