Episode 39 - Inside The Darkness

65 13 0
                                    

Jangan berdua-duaan di kegelapan, nanti ditemeni setan. Dan Ave gak mau temenan sama setan. (Ave) ~

Ketika Zaid tiba di rumah, ia mengira akan disambut oleh suara riang Ave yang tengah memasak di dapur.

Tapi kamar tamu terlihat sepi. Bahkan gelap. Dapur yang ia datangi juga dalam keadaan berantakan. Bahan makanan masih berserakan di atas meja dan belum selesai dimasak. Perasaan Zaid berubah tak enak. Walaupun gadis itu punya kamar bak kapal pecah, ia tak pernah membiarkan dapur seperti sekarang. Zaid bergegas melepas jaket, meletakkan ransel dan melangkah cepat menuju paviliun.

Pintu kamar Ave dengan mudah bisa ia buka. Gadis itu pasti lupa menguncinya lagi. Begitu Zaid masuk, terlihat Ave terbaring menyamping di tempat tidur. Masih berpakaian kerja, dan celemek dapur sudah menjadi gulungan tak karuan di sebelahnya.

Segera, Zaid mendekatinya.

"Ve? Kamu kenapa? Sakit apa?" tanya Zaid kuatir sambil menyentuh pundak Ave.

Mata Ave tertutup, tapi kedua tangan gadis itu sama-sama menekan perutnya. Juga terlihat ada kerut kecil di dahinya. Ave sedang kesakitan.

Perlahan mata Ave terbuka. Tampak memerah. "Pak, maaf! Ave lagi sakit perut."

Mendengar suara pelan itu mengaku, Zaid segera berjongkok di depan Ave. "Sakit perut? Kita ke rumah sakit ya, sekarang?"

Ave menggeleng, berusaha tersenyum tapi yang muncul malah ringisan. "Gak usah, Pak. Ini cuma... nyeri haid."

Zaid terdiam. Apa itu nyeri haid? Walaupun punya kakak perempuan, Zaid tak tahu apapun soal nyeri yang satu itu. Hanya perempuan yang mengalaminya, dan seingat Zaid, kakaknya tak pernah seperti Ave. Ia sering mendengar, tapi baru kali ini melihat langsung. Ave tak mungkin bercanda, wajah gadis itu begitu pucat.

Ah iya, Kak Zahra pasti tahu obatnya.

Dengan cepat ia keluar dari paviliun dan menelpon. Untungnya, segera terjawab.

"Kak, kalo nyeri haid biasanya harus apa?" tanya Zaid to the point.

Di ujung telepon, Zahra terperangah. Butuh beberapa detik baginya untuk bisa menjawab, "Biasanya pake ubat anti sakit, Bang. Tapi coba kamu kasih kompres air hangat ke perut yang sakit, lalu kasih minuman halia yang hangat. Pakai gula perang. Sikit saje ya. Jangan terlalu banyak!"

"Halia? Gula perang? Oh... Jahe ya Kak? Dengan gula merah?"

Tawa renyah terdengar. "Ah iya, iya itulah... Betul sudah itu."

"Itu saja, Kak?"

"Biarkan dia berehat sebentar, cuba angkat sikit kakinya. Kasih bantal. Terus biar dia tidur. Jika benar menyakitkan, bawa saja jumpa doktor atau kau belilah ubat anti sakit, Bang!" saran Zahra sebelum menyebutkan salah satu merek obat anti nyeri yang ia tahu.

"Dia gak mau, Kak. Katanya cuma nyeri haid."

"Cubalah dulu cara itu. Jika tak berkurang, better kau bawa dia ke hospital saja," ujar Zahra sabar.

"Oke, Kak! Makasih ya Kak!"

"Abang! Bang, tunggu!" cegah Zahra buru-buru. Ingin tahunya tak lagi tertahankan.

"Ya Kak?"

"Dia itu siapa, Bang? Pacarmu?" tanya Zahra. Ada nada jenaka terdengar dari suaranya.

Zaid terdiam sebentar. "Bukan, Kak. Dia... calon istriku."

"Hah?"

"Assalamualaikum, Kak!" Zaid bisa membayangkan wajah kaget kakaknya yang pasti bertanya-tanya. Sudahlah itu bisa nanti dijelaskan, saat ini ia ingin mengurus Ave dulu.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang