Episode 25 - A Sudden First Kiss

58 11 0
                                    

~ Ciuman pertama yang tiba-tiba membuat Sang Putri terbangun dari mimpi ~

Tak seperti saat berangkat kerja, ketika motor besar itu membawa keduanya kembali ke rumah, mereka sama-sama diam. Sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Ave tahu kebisuan Zaid karena dirinya. Ia melakukan kesalahan lagi. Memeluk bossnya tanpa izin. Saat sadar soal itu, Ave sudah berada di luar ruangan. Ia yang tadinya melompat kegirangan karena permintaannya dipenuhi, berdiri membeku cukup lama di depan pintu. Saat Ave kembali mengintip ke dalam ruang meeting, Zaid sudah berdiri menghadap jendela. Layar laptop sudah terlipat kembali. Melihatnya seperti itu, Ave tak berani mendekat.

Sementara Zaid ragu mengambil keputusan antara dua pilihan. Menghindari Ave atau mencintai gadis itu apapun kondisinya.

Hati dan pikirannya saling bertentangan. Di satu sisi, ia sadar hatinya sudah dimenangkan Ave. Ia mungkin bisa menghindar dengan memberhentikan atau memindahkan gadis ini ke departemen lain. Hanya untuk bisa melupakan Ave, Zaid benar-benar tak yakin.

Tapi di sisi lain, ia sendiri yang pernah mengancam akan memecat Ave jika berani jatuh cinta padanya. Plus Ave juga bukan gadis biasa, ada sesuatu dalam dirinya yang selalu membuat Zaid tak bisa mempercayai gadis itu sepenuhnya. Padahal mencintai seseorang perlu saling percaya. Tanpa itu, bukan hanya dua orang yang akan saling menyakiti, mungkin saja mereka akan menyakiti semua yang di sekelilingnya. Zaid tahu benar soal itu.

Lampu merah di depan mereka, membuat Zaid otomatis menekan pedal rem. Motor berhenti sejenak. Zaid merasakan sesuatu di perutnya bergerak mundur. Kedua tangan Ave yang tadi melingkari pinggangnya diiringi pelukan di belakang Zaid mulai melonggar. Tak lagi peduli dengan perang batin yang masih berkecamuk dalam hatinya, salah satu tangan Zaid menangkap dan menarik tangan Ave kembali, membuat tubuh gadis terdorong maju. Kembali jatuh di punggung Zaid.

Ave ingin menarik tangannya, tapi tangan Zaid tetap menggenggamnya erat-erat hingga lampu merah berganti warna hijau. Pria itu bersiap-siap, namun sambil memindahkan tangan Ave ke perutnya lagi. Seperti saat awal, Ave terpaksa memeluk Zaid lagi sebelum motor melaju cepat.

Ave tak suka naik motor. Kalau bukan karena terpaksa karena situasi keuangannya yang memburuk sebulan belakangan ini, ia takkan mau menumpang motor Zaid. Dari dulu Ave tahu betul motor itu hanyalah satu dari alat para pemuda agar bisa menikmati sentuhan dan pelukan para gadis. Sampai ia menempel di punggung Zaid...

Menempel seperti ini mengingatkannya pada Ajie, saat dulu mengantarnya sekolah. Sebelum Papa dan Mama berpisah, sebelum mereka berdua membagi tempat tinggal. Saat-saat paling membahagiakan di masa remaja Ave. Kasih sayang dan perhatian menjadi bagian dari hari-harinya saat itu.

Ingatan itu datang lagi, tapi dengan rasa berbeda. Ave tak bisa menjelaskannya. Ia hanya merasa... pulang. Seperti merasakan kehangatan yang dulu pernah hilang. Kehangatan yang kini mulai kembali memenuhi hatinya.

Tahu kalau Zaid juga ingin ia tetap memeluk punggung pria itu, Ave pun membaringkan kepalanya ke atas punggung Zaid, menikmati kehangatan itu sepenuhnya. Tiba-tiba Ave kangen Papa, juga kangen Mas Ajie dan rumah. Ia juga merindukan almarhumah Mama.

Ave mengerjapkan matanya. Dua bulir airmata mengalir, napasnya yang menghangat karena emosi membuat kaca helm berembun. Ia ingin menghapusnya, tapi takut melepas pelukan. Bagaimana kalau Zaid melepas tangan dan menariknya lagi? Mereka bisa celaka kalau itu terjadi. Jadi ia membuka kaca helm dengan menumpu ujung kaca pada punggung Zaid, menggeser perlahan sampai terbuka dan membiarkan angin mengeringkan wajahnya yang basah. Ave tak sadar, jejak airmata yang mengalir di pipinya membasahi jas yang dikenakan Zaid. Diam-diam Ave mengeluarkan seluruh kerinduan pada Mama dengan tangis tanpa suara.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang