Episode 29 - Panic Attack! The Cold War End

55 11 0
                                    

~ Kuatir, bingung dan panik. Perang selesai. Saatnya menyerah ~

Ave ingin langsung menekan tanda hati merah di sisi komentar Zaid. Tapi Ave tak ingin terkesan terlalu berharap. Jadi ia menunggu.

Baiklah. Menunggu.

Ave meletakkan ponsel di atas meja, memandanginya sebentar. Lalu berdiri untuk ke kamar mandi. Tapi saat sedang menyikat gigi, ia seolah-olah mendengar suara dering ponsel. Dengan sikat gigi masih terselip di mulut, Ave mendekati meja. Layar ponsel tampak hitam. Tak ada telepon masuk. Baru saja hendak berbalik, terpikir hal lain.

Bagaimana kalau Zaid menelponnya? Bagaimana kalau ada notifikasi komentar lain dari Zaid masuk saat ia di kamar mandi?

Baiklah. Bawa saja ponselnya ke kamar mandi!

Sampai di kamar mandi, Ave kebingungan. Taruh di mana? 

Matanya berkeliling mencari posisi yang tepat. Lalu senyumnya mengembang saat melihat rak tempat handuk bertumpuk. Di situ kering dan sudah pasti aman dari air.

Dengan sedikit berjinjit, Ave meletakkan ponsel di atas handuk-handuk yang bertumpuk. Lalu ia melanjutkan sikat gigi.

Sambil bersenandung kecil, Ave menyelesaikan perawatan kebersihan sebelum tidurnya. Setelah sikat gigi, ia mencuci mukanya dan karena terlalu bersemangat, matanya terkena sabun. Buru-buru Ave mencuci matanya yang terasa perih. Lalu dengan mata masih terpejam sebelah karena perih, Ave meraih handuk.

Dia lupa kalau ada ponsel bertengger di situ. Maka ketika tangannya menarik handuk...

Duk! Drak!

Tangan Ave yang sedang mengusap handuk ke wajahnya berhenti. Tubuhnya membeku sebelum perlahan melirik ke belakang. Ke arah lantai kamar mandi.

Telepon jatuh terbanting dalam posisi terbalik. Belum lagi ia sempat memungutnya, ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk.

Bergegas Ave berjongkok memungutnya. Tapi kaca layar justru berserakan jatuh. Pecah tak karuan. Namun masih sempat menampilkan nama Natasha sebelum lenyap dan mati.

Bagaimana ini? Bagaimana sekarang? Aduh! Tolong Ave!  jerit Ave dalam hati, kebingungan sambil bolak balik di kamar mandi.

Buru-buru Ave keluar dan berlari menuju rumah utama. Ia ingat ada telepon biasa di rumah itu. Ia bisa memakainya untuk menghubungi Natasha dan setidaknya ia bisa memberitahu kalau ponselnya rusak.

Benar saja. Ave menemukan telepon di ruang keluarga. Ia duduk di sofa dan meraih gagang telepon. Namun sekali lagi ia terdiam.

Tak ada nomor ponsel siapapun yang bisa ia ingat. Teknologi penyimpan data kontak di ponsel menyimpan semua ingatan itu tanpa perlu repot-repot ia lakukan. Sekarang baru Ave sadar pentingnya menyimpan sesuatu secara manual. Ia bahkan tak bisa menampilkan data kontak apapun di ponsel yang hanya bisa bekerja dengan disentuh.

Bahu Ave merosot turun. Bingung. Masak ia harus menunggu sampai besok?

Oh tidak! Di antara semua penderitaan, kehilangan ponsel adalah puncak dari stress. Dan Ave berteriak kesal, "Aaakh!! Dasar sial!"

Merasa sia-sia, Ave meletakkan kembali gagang telepon. Namun matanya tak sengaja melihat notes kecil. Ia meraihnya dan mulai melihat-lihat isinya.

Buku telepon! Alhamdulillah. Alhamdulillah, jerit Ave kesenangan.

Namun, satu-satunya nomor ponsel yang ia kenal orangnya hanyalah Zaid. Sisanya nama-nama dan nomor yang tak ia ketahui. Sepertinya daftar ini hanya berisi  nomor ponsel keluarga atau teman Zaid.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang