Episode 53 - Waiting In Fear

38 8 0
                                    

~ Di dalam penantian yang menakutkan, ada keajaiban sedang terjadi ~

Suara isakan akhirnya tak lagi terdengar, membuat Zaid bisa sedikit bernapas lega. Dadanya masih terasa berat, seperti ada batu yang menghimpitnya. Tapi kini terasa lebih ringan setelah ia tak mendengar isakan Ave lagi.

Zaid masih bisa mendengar semuanya. Tapi ia tak bisa membuka mata, jika ia memaksa pandangannya mengabur dan kepalanya terasa sakit.

Sementara ia kuatir Ave akan makin sedih jika gadis itu melihat ia kesakitan. Zaid ingin menjaga gadis itu agar tak bersedih, ingin melindunginya dari semua hal yang membuat Ave merasa tak bahagia walaupun Zaid tahu kondisinya benar-benar tidak memungkinkan untuk itu saat ini.

Zaid berpikir untuk menutup matanya sebentar saja, menikmati aroma manis dan dingin yang masuk melalui respirator untuk mengurangi rasa pusing dan sakit di sekujur tubuhnya sampai ia bisa bicara lagi dengan Ave.

Perlahan peristiwa tadi terulang dalam ingatan Zaid.

Sejak kapan ia sebodoh itu, Zaid juga tak mengerti. Ia tak pernah memikirkan orang lain sepenting ini sebelumnya, hingga tak peduli pada tubuhnya sendiri.

"... Jadi tadi masih bisa jalan?"

Terdengar suara seseorang yang asing. Mungkin petugas kesehatan yang bersama mereka dalam ambulan. Seseorang yang duduk mendampingi Ave dan memasangkan peralatan di tubuh Zaid tadi. Zaid ingin menjawab, tapi ia bisa mendengar Ave mengiyakan. Gadis pintar. Paling tadi Ave tahu harus melakukan apa.

"Untunglah, berarti tidak patah," gumam orang itu lagi. Tidak keras, tapi Zaid bisa mendengarnya dengan sangat baik.

Untunglah?

Yang benar saja! Bagaimana orang ini bisa menggunakan kata 'untunglah' untuk menggambarkan keadaannya? Zaid bahkan tak bisa mengangkat kakinya yang terus berdenyut sakit terutama kaki kirinya.

"Tapi darahnya banyak banget, hiks... " Kali ini suara Ave yang terdengar dengan isakan yang masih tersisa.

Katakan sesuatu yang membuatnya tenang!

"Tidak apa, ini luka luar! Secepatnya kita sampai nanti, dokter akan menanganinya. Kami sudah menghentikan pendarahannya."

Baiklah, itu penjelasan yang lebih baik. Itu akan menenangkan kekasih hatinya.

"Tapi boss Ave gak akan mati kan, Pak?"

TIDAK!!!

Zaid ingin sekali bangun dan memberitahu Ave kalau ia tidak apa-apa, tidak akan mati. Saat ini Zaid hanya ingin tidur sebentar, beristirahat sebentar dan mengembalikan kejernihan otaknya yang mulai ia ragukan.

"Insya Allah, beliau tidak apa-apa, Mbak. Tenanglah!" Sang petugas diam sejenak, lalu terdengar lagi ia bertanya, "Ini bossnya Mbak? Bukan suami? Atau pacar?"

Apa maksudnya orang ini bertanya seperti itu?

"Bukan... "

"Oooh, maaf, maaf. Soalnya lihat Mbak pegangan tangan... "

"Saya calon istrinya," lanjut Ave pelan tapi tegas yang membuat Zaid tak bisa menahan senyum saat mendengarnya. Tapi seketika terhenti, ketika ia merasa kesakitan saat menarik napas.

Sang petugas kesehatan terbatuk-batuk. Lalu keheningan kembali memenuhi suasana dalam ambulan sebelum Zaid merasakan kendaraan yang membawanya itu berbelok dan berhenti.

Zaid mengencangkan genggamannya, saat ia merasakan tempat ia berbaring ditarik keluar. Seperti tak ingin mengganggu pasangan yang seakan tak terpisahkan itu, para petugas kesehatan membiarkannya.

Putri Matahari dan Pangeran Salju (2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang