~★31★~

132 4 0
                                    


...

Hari-hari yang membuat Jeno menguras energi dan emosinya terhadap Jaemin yang masih terus gencar mendekatinya, sekarang Jaemin dan Jeno disibukkan oleh deadline.

Meski ada saja modus Jaemin pada Jeno ke rumahnya, Jeno sudah malas melihat akal-akalan Jaemin dengan modus murahannya itu.

Namun Jeno selalu tak pernah melihat Renjun disekitaran kampus atau saat berkumpul bersama dengan yang lain.

Jeno yang mencari udara setelah kelasnya selesai, ia pun pergi ke taman kampus belakang untuk sekedar mengistirahatkan energinya.

Tapi ia malah melihat Mark dengan Renjun di ujung taman kampus, agak begitu jauh namun ia tersenyum senang.

Meski tak tahu mereka sedang berbicara apa, namun terlihat dari keduanya begitu canggung dan kaku.

Jeno memutuskan untuk mengendap-endap mendekati mereka berdua, ia tak bisa lebih dekat lagi nanti akan ketahui oleh mereka.

"Oh, aku kira Haechan itu.." dipotong oleh Mark.

"Pacarku?" Renjun masih menatap arah lain.

"I-iya, tapi aku hanya mengira kalian pacaran saja tahunya saudara." Ucap Renjun kikuk.

"Tapi kenapa kamu tiba-tiba saja tanya soal Haechan?" Sebelah alis camarnya menyungging bingung.

"Bu-bukan apa-apa." Renjun sedikit panik.

"Lalu kenapa? Apa yang harus dibicarakan?" Wajah Mark kembali datar.

"Lah, bukannya seneng malah ditekuk aja itu muka." Gumam Jeno mengintip mereka dari balik pohon.

"Siapa yang ditekuk?"

Spontan Jeno memekik pelan karena kaget, lalu melihat ke sampingnya. "Hai calon ayang." Sapa Jaemin dengan tersenyum tanpa dosa.

Jeno pun langsung membungkam mulut Jaemin dan segera menarik Jaemin untuk bersembunyi. "Lu ngapain dimari sih?" Kesal Jeno.

"Mau nemenin calon ayang." Balasnya dengan terus sumringah pada Jeno.

Jeno mengidik ngeri melihat senyuman Jaemin. "Ga usah ganggu, sana!" Usirnya halus.

Jaemin yang menoleh ke Mark dan Renjun yang masih berbicara. "Oh, okey. Ma—" Jeno pun terkejut melihat Jaemin ingin memanggil Mark, langsung saja membungkam mulut menyebalkan Jaemin.

"Manusia menyebalkan." Jeno harus membawa pergi Jaemin yang telah menggagalkan niat ingin menguping percakapan Mark dan Renjun disana.

Jaemin hanya bisa menyengir meski mulutnya dibekap oleh Jeno. "Lu ga ada kerjaan ya?" Jaemin menggeleng kecil dengan terus menatap Jeno.

Langsung saja Jeno melepaskan tangannya untuk membekap mulut Jaemin. "Tapi Jen, kamu ga ada niatan buat jawab perasaanku dua hari lalu?" Tanya Jaemin langsung pada inti pembicaraan.

Jeno hanya bisa diam. "Aku tahu saat itu kamu belum ada jawaban, jadi aku tunggu dua hari tapi jawabanmu apa? Maaf, jika terkesan tergesa-gesa Jen, tapi aku tak mau menunggu lebih lama lagi."  Jaemin masih setia menatap wajah Jeno yang masih diam saja.

Jaemin pun menghela nafas beberapa kali, lalu ia memegang tangan Jeno. "Jika jawabanmu adalah tolakan tapi aku mau dari mulutmu langsung Jen, resiko ditolak olehmu aku sudah siap Jen." Manik hitam kelam itu pun menatap balik manik bambi, baru menatap sebentar saja ia sudah salah tingkah.

"Hum, a-aku butuh waktu lagi." Jaemin tersenyum lega meski harus menunggu lagi namun itu betul jawaban dari Jeno sendiri.

"Baiklah, aku tunggu jawaban dari hatimu Jen." Ucap Jaemin tersenyum riang dengan mengusak gemas rambut Jeno.

"Mau ke kelas bareng?" Serunya dengan terus memperhatikan Jeno.

Jaemin memang benar-benar membuat Jeno kikuk parah. "Humm." Balasnya berdehem pelan.

Dengan senang Jaemin menggandeng tangan Jeno tanpa malu, tapi Jeno yang malu menjadi pusat perhatian para mahasiswa.

Renjun pun melihatnya setelah dari taman belakang, ia hanya bisa menatap datar melihat Jaemin menggandeng tangan Jeno.

Ia hanya bisa berdecak kesal lalu membelokkan langkahnya yang semula ingin ke kelas namun berubah melihat pemandangan di pagi harinya, ia pergi ke perpustakaan untuk menghindari Jeno.

"Mark Hyung, kamu benaran tidak ada kelas pagi ini?" Wajah khawatir pada Mark.

Mark terkekeh lalu mengusak gemas rambut Haechan. "Tidak ada, Channie. Kamu bisa lihat chat room grup di ponselku jika tak percaya." Ucapnya memberikan handphonenya pada Haechan.

"Baik-baik, aku percaya. Kalo gitu bantu aku mencari referensi untuk mengerjakan tugas deadline-ku, Mark Hyung kan hebat hehehe, aku traktir makan jika aku dapat nilai yang memuaskan." Tawaran Haechan membuat Mark tergiur.

Mark pun tersenyum. "Baik, deal. Sekalian temani aku jalan besok, bagaimana?" Timpalnya dengan ajakan jalan.

Renjun yang berada di rak buku yang tak begitu jauh dari jarak mereka berdua, alisnya menyungging sebelah bingung. "Bukannya mereka saudara, kenapa Mark minta jalan sama Haechan." Bingung Renjun.

"Tapi Hyung, apa kamu tidak mengatakan sesuatu tentangku kan pada orang lain?" Ujar Haechan cemas akan sesuatu hal.

"Belum ada, tak usah begitu. Aku ada untukmu Channie, ayo kita kerjakan deadline milikmu." Balas Mark dengan mengusap lembut rambut Haechan.

Mata Renjun membelalak dengan menutup mulutnya. "A-apa! Jangan-jangan mereka mempunyai hubungan sesuatu yang belum aku tahu." Gumam Renjun dengan opininya.

"Gua harus pergi dari sini juga. Kenapa hati gua sesek sih, ga Ren lu harus suka sama Jaemin. Tujuan hati lu kan cuma Jaemin Renjun!" Monolognya dengan mengepalkan tangannya erat dengan menahan rasa sesak di dadanya.


***


Yangyang yang bersebelahan dengan Jeno pun berbisik padanya.

"Psstt, Jen. Tadi pagi lu sama Jaemin pegangan tangan, kalian udah jadian?" Matanya pun ikut berbinar menatap Jeno.

"Kenapa yang seneng jadi lu?" Heran Jeno dengan orang di sebelahnya.

"Ish, Jen. Gua ikut seneng kalo lu beneran jadian, nanti gua bilang ke Chenle sam Jisung." Serunya sembari sumringah akan memberitahu pada kedua temannya lagi.

"Hehh!" Jeno menoleh ke depan lalu menatap Yangyang lagi. "Jangan sok tahu dulu jadi manusia ya domba, tadi pagi itu gua beneran ga bisa ngapa-ngapain lagi selain diam dan pasrah aja di geret sama manusia aneh ono." Ucap Jeno dengan menunjuk Jaemin.

"Ciela, bilang aja lu juga suka balik kan. Ga usah gengsi, bukan gaya lu banget itu. Acieee~" Yangyang semakin semangat menggodai Jeno perkara bergandengan tangan tadi pagi.

Jeno hanya bisa mendelik tajam karena tak bisa berteriak mengumpat pada teman sebelahnya itu apalagi kelasnya sudah mulai dan sudah ada dosen Na di depan kelas.

Jeno hanya berharap beberapa hari ia bisa menemukan jawaban untuk pengakuan perasaan Jaemin padanya di tempo hari lalu, mungkin saja ia harus melupakan seseorang yang pernah Jeno sukai dan ditunggu-tunggu kehadirannya tapi tak pernah lagi bertemu.

Mungkin Tuhan mengirimkan Jaemin untuk penganti seseorang tersebut, agar Jeno tak lagi menunggu harapan dari seseorang tersebut Jeno pun punya rasa lelah menunggu.

"Semoga saja, yang ini benar-benar untukku. Tapi.. masalahnya ada Renjun yang menyukai Jaemin juga."  Batin Jeno terus bergelut dengan masalah pertemanannya dengan Renjun yang sudah renggang.

--oo0O0oo--





To be continued...

My Rainbow | JaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang