•>•>•>•
Gibson memalingkan wajahnya yang sudah tidak terkontrol lagi ekspresinya saat ini, mencoba berusaha keras untuk tetap pada setelan awalnya.
"Philip, ambilkan kursi dan meja." Titah nya pada Pria berkulit tan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri, Philip Augusto.
Keluarga Philip memang sudah bertahun-tahun menjadi orang-orang kepercayaan Keluarga Apollo. Dari generasi ke generasi, Philip akan mengabdikan diri pada Apollo.
Augusto menunduk hormat. "Baik, Tuan."
Mendengar kode kalau Ia di izinkan, Marie tersenyum lebar. "Terima kasih, Tuan. Aku janji tidak akan mengganggumu selama pelatihan."
"Ya," Sahut Gibson dengan cuping telinganya yang memerah. Justru hanya dengan kehadiranmu, bisa memecah fokus ku. Lanjutnya dalam hati.
Pria itu beralih pada Gina. "Georgina, buatkan teh dan kudapan manis."
"Baik, Tuan." Sahut Gina, menundukkan tubuhnya, undur diri untuk melaksanakan perintah dari Tuannya.
Setelah ke duanya benar-benar pergi, diam-diam Marie menatap Pria yang masih tidak mau melihat wajahnya itu.
Dia memang selalu memperhatikannya, di kehidupan sebelumnya Marie benar-benar gelap mata sampai-sampai tidak melihat ketulusan Pria itu yang diberikan padanya secara cuma-cuma.
Gibson lantas berdeham pelan. "Mundur beberapa langkah, kau bisa terkena salah sasaran."
Marie mengulas senyuman manis hingga matanya menyipit, rona tipis menghiasi ke dua pipinya. "Baik!"
Gibson terpaku melihatnya, selama ini senyuman itu belum pernah ditunjukkan untuknya. Ia hanya pernah melihat nya saat Marie tengah berbincang dengan Duke Cedric.
Meski begitu, dampaknya begitu fatal. Tubuhnya seperti tersengat listrik bertegangan tinggi. Ia lagi-lagi merasa iri hati dengan Duke Cedric yang pernah mendapatkan pemandangan di depannya ini.
Gibson mengepalkan ke dua tangannya erat, seharusnya itu hanya ditunjukkan untuknya saja, bukan Duke Cedric atau Pria manapun. Marie hanya miliknya.
Tapi kenyataan pahit seolah menamparnya keras. Marie memang miliknya, tapi hatinya tidak.
Memalingkan wajah, Gibson mengusap wajahnya, gusar. Pria itu kembali melanjutkan Pelatihannya, bersamaan dengan itu Augusto kembali dengan kursi santai dan meja bundar yang diminta oleh Tuannya.
Pria itu meletakkan nya di bawah pohon Oak yang rindang, letaknya berada tidak jauh dari pelatihan Ksatria.
"Silahkan, Nona." Menarik kursi, Augusto persilahkan Marie untuk duduk.
"Terima kasih, Augusto."
Augusto meletakkan tangan kirinya di dada bagian kanan dengan tangan lainnya yang disembunyikan di belakang tubuh, menunduk hormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A VILLAIN'S SECRET
FantasyMarie Lucianne mati di tangan Suaminya sendiri, namun bukannya pergi ke alam baka Ia justru kembali terbangun di beberapa bulan setelah Pernikahan mereka. ~~~ Atas semua kejahatan yang telah Ia lakukan, Marie di vonis hukuman mati dengan Gibson yan...