•>•>•>•
Situasi di wilayah bagian Barat wilayah Amarta begitu kacau. Banyak Anak-anak yang kehilangan Orang Tuanya, kebakaran terjadi dimana-mana, tanah yang seharusnya subur menjadi gersang dan tandus, banyak hewan ternak warga yang mati, kelaparan dan kesedihan dapat terlihat jelas oleh indera penglihatannya.
Gibson tidak bisa menahan diri untuk tidak meluapkan emosi nya melihat kekacauan yang terjadi di sekitarnya itu.
Sudah empat hari Ia di sini, berjibaku memimpin pasukan yang dikirimkan oleh Labert, melawan setiap pembelot yang tidak pernah ada habisnya.
Bahkan hampir separuh pasukan yang Ia bawa gugur dalam pertempuran. Gibson menghela nafas, wajahnya tidak lagi mulus, banyak luka gores dan debu yang menempel di wajahnya.
Pakaian yang Ia kenakan benar-benar lusuh, tidak seperti hari pertama Ia datang kemari. Tangannya dengan setia mencengkeram erat pedang tajam nya yang kini dipenuhi banyak darah dari musuh-musuh nya.
Meski begitu Gibson tidak gentar menghadapi setiap pemberontak yang terus-menerus muncul entah dari mana.
Augusto mendekat. "Tuan, menurut penyidik Istana, pemberontakan yang terjadi di Barat merupakan orang-orang sekutu dari Virlaines."
Gibson berhenti sejenak mengayunkan pedangnya. "Sial! Philip, bagaimana dengan sisa dari pasukan kita?"
Augusto menggeleng pelan. "Tuan, kita benar-benar dalam kondisi terdesak saat ini. Kita butuh lebih banyak Ksatria."
Mendengar nya, Gibson mendadak teringat perkataan Marie sebelum keberangkatan mereka ke Barat. Perhitungannya benar-benar salah, Gibson tidak menduga kalau Virlaines berani sekali menyusupkan orang-orangnya untuk mengacaukan Wilayah bagian Barat.
Gibson menghela nafas, menepuk sekilas pundak Augusto. "Jangan menyerah! Sebagai Pelindung rakyat Amarta, kita harus berjuang keras."
Perkataan Tuannya itu membangkitkan semangat Augusto kembali. "Baik, Tuan."
Mereka kembali berusaha keras melawan setiap musuh yang ada, melawannya dengan membabi-buta. Meski dalam kondisi terdesak dengan pasukan mereka yang benar-benar kalah jumlah.
Tring!
Crash!
Gibson mengayunkan pedangnya dengan lihai, ekspresi dinginnya saat menerima hujaman serangan dari segala arah.
Darah dimana-mana menjadi pemandangan biasa dalam pertempuran yang benar-benar tidak imbang ini.
Sesekali Gibson menembakkan anak panahnya secara beruntun pada musuh-musuhnya yang sulit dijangkau, ketepatannya dalam menembakkan target setidaknya berhasil menumbangkan lebih banyak para pemberontak.
Pasukan mereka benar-benar dibuat porak-poranda, sebagian besar Ksatria dan Prajurit itu gugur dalam pertempuran.
Namun para pemberontak itu terus-menerus datang dari segala arah, membuat mereka benar-benar dalam posisi yang tidak menguntungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A VILLAIN'S SECRET
FantasyMarie Lucianne mati di tangan Suaminya sendiri, namun bukannya pergi ke alam baka Ia justru kembali terbangun di beberapa bulan setelah Pernikahan mereka. ~~~ Atas semua kejahatan yang telah Ia lakukan, Marie di vonis hukuman mati dengan Gibson yan...