27. Sesuatu Yang Lama Hilang?

1.1K 82 8
                                    

Anyelir mengetuk pintu rumah Jordan beberapa kali hingga pintu itu terbuka. Menampilkan Jordan dengan kaos putih dan celana jeans sobek-sobek.

"Udah mau berangkat?" tanya Anyelir ketika pemuda itu melangkah keluar rumah.

Jordan mengangguk, memasang topi hitam yang kelihatan baru, "Bus aku bentar lagi sampe."

"Emang ada bus sore-sore begini?"

Keduanya melangkah ke depan, menuju jalanan. Jordan tersenyum sembari mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaan Anyelir.

"Khusus nganterin aku kerja."

Anyelir berdecih pelan ketika mendengar hal itu dan langsung di tanggapi suara tawa pelan oleh pemuda tinggi di sebelahnya.

"Oh, mau ngapain tadi?" tanya Jordan ketika mereka sudah berada di pinggir jalanan.

Gadis itu memukul dahinya pelan kemudian menyerahkan sebuah tas bekal berwarna merah muda, "Bunda aku pulang ke sini, tadi dia masak banyak. Ini dia kasih buat kamu, trus sekalian aku mau minta izin buat ajak Lava main ke rumah, boleh?"

Jordan meringis pelan ketika melihat tas bekal yang Anyelir serahkan kepadanya. Pemuda itu tersenyum canggung, "Kamu nyogok aku pake bekal supaya bisa bawa anak aku, ya?"

Anyelir lalu tertawa pelan mendengar hal itu, "Anggap aja kayak gitu."

Yang lebih tinggi tersenyum tipis kemudian mengacak-acak rambut Anyelir yang di jepit asal. Pemuda itu sedikit merunduk demi menyamakan tinggi mereka.

"Makasih, Anye. Aku titip Ava, ya. Bilang makasih juga sama Bunda kamu."

Anyelir mengangguk pelan dengan pipi merona merah. Gadis itu tersenyum cantik hingga membuat Jordan ikut melebarkan senyumnya.

Gadis ini ... cantik sekali. Entah kenapa Jordan selalu merasa bersama seseorang yang sudah ia kenal sejak lama jika bersama Anyelir.

"Aku pergi."

Anyelir melambaikan tangannya lalu kembali ke arah rumah Jordan untuk menjemput Lava. Dirinya kembali mengetuk pintu, sedikit terperanjat ketika mendapati Lava yang mengintip dari kaca jendela.

"Kakak." Lava tersenyum gemas saat membuka pintu rumah.

"Hai. Lava mau main ke rumah Kakak, nggak? Kakak masak banyak sekali makanan, mau?" tanya Anyelir sembari berjongkok di hadapan anak itu.

Wajah berbinar Lava menunjukkan bahwa anak itu sangat tertarik, namun, Lava malah menggelengkan kepalanya hingga membuat Anyelir merasa kebingungan.

"Papa kerja, Ava belum bilang sama Papa," balas Lava pelan.

Anyelir tersenyum manis, "Kakak udah bilang sama Papa tadi, Papa juga udah izinin Ava main di rumah Kakak kok."

Mendengar hal itu, Lava lantas melompat-lompat gembira. Dirinya segera menutup pintu kemudian menggapai jemari Anyelir yang memang sudah berdiri.

"Ayo, Ava mau!"

Anyelir tertawa pelan sembari mengangguk, mereka mulai melangkah menuju rumahnya. Kedatangan dua orang itu di sambut hangat oleh Sinta yang sedang menyusun makanan di meja makan.

"Bunda, ini Lava."

Sinta tersenyum manis kemudian mengalihkan pandangannya kearah anak kecil yang setia menggenggam jemari putrinya. Perlahan genggaman Sinta pada gelas berisi air melemah hingga hampir terlepas tak kala matanya bertatapan dengan netra bulat yang polos itu.

Entah kenapa rasa sesak seolah tiba-tiba kembali memenuhi rongga dadanya. Kerinduan yang selama ini tertahan pun ikut menyeruak keluar, membuat mata Sinta mulai berkaca-kaca.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang